Tanggamus, sinarlampung.co – Seorang ibu rumah tangga asal Pekon Talang Lebar, Kecamatan Pugung, diduga melakukan penipuan keji terhadap empat rekannya sendiri.
Dengan modus meminjam KTP dan KK, Kusriah berhasil mencairkan pinjaman puluhan juta rupiah atas nama teman-temannya di BTPN Syariah, lalu kabur bersama suaminya. Kini rumahnya kosong, dan para korban menanggung beban hutang yang bukan milik mereka.
“Saya hanya dipinjam KTP dan KK oleh Kusriah, katanya dia yang akan tanggung jawab angsur. Tapi setelah 10 kali angsuran, dia kabur! Sekarang bank nagih ke saya, dan motor saya diambil paksa,” ujar Sri Wahyuni, salah satu korban yang kini menjerit karena merasa dijebak.
Tak hanya Sri, tiga korban lainnya juga merugi besar: Erna dan Aini masing-masing Rp8 juta, serta Sumiati Rp10 juta. Semua uang masuk ke tangan Kusriah, yang tak lagi bisa ditemukan.
Mirisnya, motor milik Sri Wahyuni yang diklaim tidak pernah dijaminkan, kini raib dibawa pihak bank. “Motor itu bukan agunan! Saya tidak pernah jamin, tapi diambil begitu saja,” tegas Sri.
Saat dikonfirmasi via WhatsApp, Erlin, manajer BTPN Syariah, membantah keras tuduhan perampasan. “Berita itu tidak benar. Kami tidak pernah merampas motor,” tulisnya. Namun anehnya, setelah menjawab, semua pesan Erlin dihapus.
Erlin berdalih motor Sri hanya dititipkan ke nasabah lain, karena Sri dianggap tidak kooperatif. “Kami hanya minta dia bayar Rp520 ribu, tapi tidak ada usaha. Jadi motor kami titipkan ke Ibu Mimin, nasabah kami,” katanya sambil mengirim foto bukti motor.
Lebih lanjut, Erlin menyebut bahwa pinjaman sebenarnya atas nama Sri Wahyuni sendiri, dan penggunaan oleh Kusriah terjadi tanpa sepengetahuan pihak bank. Ia menuding Sri telah menyalahgunakan dana dan melakukan pemalsuan data. “Kalau benar dipakai Kusriah, mana buktinya? Semua data atas nama Sri,” ujarnya tajam.
Kini, Sri Wahyuni sudah melapor ke Polres Tanggamus, menuntut keadilan atas motor yang diambil serta kasus dugaan penipuan yang melibatkan Kusriah. Namun hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari kepolisian setempat.
Kasus ini membuka borok praktek pinjaman kelompok yang rawan disalahgunakan dan merugikan warga kecil. Sri dan ketiga korban lainnya kini hanya bisa berharap ada keadilan sementara pelaku utama masih bebas berkeliaran. (Wisnu)