Jakarta, Sinarlampung.co – Deputi Usaha Mikro Kementerian UMKM, M. Reza Damanik, Ph.D, mengajak seluruh stakeholder untuk berperan aktif dalam mengawal Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2021, yang mengatur perlindungan hukum bagi pelaku usaha mikro. Ajakan ini disampaikan dalam rapat sinergi dan kolaborasi antara Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian UMKM, Lembaga Pemberi Bantuan Hukum (LBH), dan Perguruan Tinggi, yang berlangsung di Kantor Kementerian UMKM, Jakarta, Senin (17/2/2025).
Dalam kesempatan tersebut, Reza menyoroti dua tantangan utama yang masih dihadapi para pelaku UMKM, yaitu akses pembiayaan dan pemasaran. Meskipun berbagai fasilitas telah disediakan oleh pemerintah, ia mempertanyakan efektivitas implementasinya di lapangan.
“Fasilitas pembiayaan dan perlindungan hukum bagi usaha mikro sudah ada, tetapi bagaimana realisasinya? Apakah benar mereka telah mendapatkan kemudahan yang dijanjikan?” ujarnya.
Menurut Reza, perlindungan hukum bagi pelaku usaha mikro masih belum optimal, padahal kelompok ini memiliki peran signifikan dalam perekonomian nasional. Dengan jumlah yang mencapai 60 hingga 63 juta usaha mikro, lebih dari 90 persen pelaku UMKM berada dalam kategori usaha mikro yang rentan terhadap permasalahan hukum.
“Mereka sangat membutuhkan perlindungan hukum, karena banyak yang terjerat persoalan akibat kurangnya pemahaman tentang legalitas usaha atau masalah dengan lembaga pembiayaan. Pemerintah mengajak seluruh stakeholder untuk bersama-sama membantu mereka,” tegasnya.
Senada dengan Reza, Direktur Eksekutif Poetra Nusantara Law Office, Willy Lesmana Putra, mengungkapkan bahwa terdapat empat kelemahan utama yang kerap dihadapi pelaku UMKM dalam menjalankan usaha mereka, yaitu:
Kompetensi yang masih rendah, terutama dalam hal manajemen usaha, tata kelola keuangan, perizinan, dan legalitas.
Keterbatasan jaringan pasar, yang menyulitkan pelaku usaha dalam memperluas distribusi produk mereka.
Permodalan yang minim, yang menghambat pertumbuhan usaha.
Kurangnya perlindungan hukum, sehingga banyak pelaku usaha terjebak dalam masalah hukum, terutama terkait utang-piutang dan sengketa usaha.
Menurut Willy, sepanjang tahun 2024, pihaknya telah menangani hampir 400 kasus hukum yang melibatkan pelaku usaha mikro dan kecil. Sebagian besar dari mereka bermasalah dengan lembaga pembiayaan akibat dampak pandemi atau tidak memiliki legalitas usaha yang jelas.
“Banyak dari mereka yang terpaksa berurusan dengan hukum karena kendala finansial atau keterbatasan pengetahuan tentang regulasi usaha. Kami selalu berupaya mencari solusi terbaik melalui mediasi atau pendekatan restoratif justice,” jelasnya.
Dengan sinergi antara pemerintah, LBH, dan perguruan tinggi, diharapkan perlindungan hukum bagi pelaku usaha mikro dapat lebih diperkuat. Pemerintah berkomitmen untuk terus mendorong akses yang lebih luas terhadap bantuan hukum dan regulasi yang lebih berpihak pada sektor usaha kecil dan mikro. (Wisnu/*)