Bandar Lampung, sinarlampung.co – Kasus yang mencakup anggaran dana hibah KONI Tahun Anggaran 2020 masih menjadi sorotan. Kejaksaan Tinggi Lampung telah menetapkan dua tersangka, yaitu AN dan FN, pada tahun 2023. Namun, hingga kini kasus tersebut belum menunjukkan perkembangan signifikan.
Pada tahun 2024, tersangka AN mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Tanjung Karang. Namun, pada tanggal 27 Maret 2024, Hakim Tunggal Agus Windana menolak permohonan tersebut dan memenangkan Kejaksaan Tinggi Lampung dalam penetapan tersangka.
Memasuki tahun 2025, LSM Gamapela kembali meninjau perkembangan penyidikan dugaan tindak pidana korupsi dalam cakupan anggaran dana hibah KONI Tahun Anggaran 2020 kepada Kejaksaan Tinggi Lampung.
Hal ini disampaikan oleh LSM Gamapela saat bertemu dengan awak media di Kejaksaan Tinggi Lampung pada Rabu, 4 Februari 2025.
“Kami telah menyaring kasus ini ke Kejaksaan Agung RI dan menerima surat dari Kejaksaan Tinggi Lampung Nomor: B-253/L.8.5/Fs/01/2025, tertanggal 14 Januari 2025, yang ditandatangani oleh Aspidsus Kejaksaan Tinggi Lampung, Armen Wijaya, SH, MH,” ujar Ketua Umum LSM Gamapela, Tonny Bakri, didampingi Sekretaris Umum LSM Gamapela, Johan Alamsyah, SE
Johan Alamsyah menambahkan bahwa surat dari Kejaksaan Tinggi Lampung tersebut merupakan tindak lanjut dari surat Kejaksaan Agung RI Nomor: R-3739/F.2/Fd.1/12/2024, tertanggal 11 Desember 2024.
“Kami juga sudah mengkonfirmasi hal ini dengan Kasipenkum Kejati Lampung, Ricky Ramadhan. Dari hasil pertemuan tersebut, kami mendapat informasi bahwa kasus ini masih dalam proses pemberkasan dan kelengkapan dokumen,” ujar Johan.
Tonny Bakri menegaskan, Kejaksaan Tinggi Lampung telah memenangkan praperadilan di Pengadilan Negeri, yang berarti proses penetapan tersangka telah dilakukan sesuai prosedur hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Seharusnya kasus KONI ini segera dilimpahkan ke pengadilan, seperti yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi di daerah lain. Hal ini penting agar ada kepastian hukum dan keadilan bagi semua pihak. Status tersangka yang dibiarkan bertahun-tahun justru berpotensi menimbulkan dugaan pelanggaran HAM,” tambahnya.
Tonny juga menduga Kejaksaan Tinggi Lampung menetapkan tersangka secara terburu-buru agar kasus ini tidak diambil alih oleh KPK RI.
“Saat itu, kami meminta KPK RI untuk mensupervisi kasus KONI Lampung, dan kami bahkan telah dimintai keterangan di Gedung Merah Putih,” tutupnya. (*)