Lampung Tengah, sinarlampung.co-Pihak sekolah SMK Negeri Terbanggi Besar, diduga menyunat uang murid dari bantuan Program Indonesia Pintar (PIP). Uang bantuan yang disalurkan melalui bank itu, justru diambil oleh pihak sekolah, dengan dalih pengganti biaya iuran sekolah Rp1,6 juta periswa. Puluhan orang tua siswa penerima bantuan yang kesal itu lalu ramai ramai mendatangi Bank lokasi pencairan, dan mengambil paksa bantun yang ternyata telah dicairkan oleh oknum Guru yang ditunjuk sekolah, Selasa 16 Juli 2024.
Baca: Pelajar SMK Negeri 3 Terbanggi Besar Tidak Ikut UNBK Karena Belum Bayar Uang Komite Sekolah
Baca: Dapodik SMK Negeri 3 Terbanggi Besar Diduga Janggal Informasi Sekolah Tertutup
Baca: Dana BOS Disdik Provinsi Lampung Total Rp512,3 Miliar
Informasi dilokasi bank, protes puluhan orangtua siswa itu sudah terjadi sejak berada di Bank, Karena pencairan dilakukan oleh para Guru sebesar Rp900.000,– per siswa. Dan para guru bersikukuh untuk menahan bantuan tersebut dengan alasan bahwa para siswa masih memiliki tunggakan pembayaran, dan Guru mengajak para orangtua siswa melanjutkan penyelesaian disekolah.
Terjadi perdebatan antar guru dan orang tua, sehingga Guru menyerahkan sebagian dari uang bantuan PIP tersebut kepada orangtua siswa dan sebagian lainnya untuk mencicil tunggakan pembayaran yang belum terlunasi. “Tadi sempat ribut sama oknum guru itu, saat di bank. Guru meminta kami datang kesekolah untuk menyelesaikan tunggakan iuran pendidikan, tapi uang itu kan sudah diambil paksa mereka. Alhasil, setelah berdebat dengan pihak sekolah, mereka memberikan separuh uang yang telah diambilnya itu,” kata salah seorang wali murid.
Menanggapi pemotongan PIP tu, Ketua Komite SMKN 3 Terbanggibesar Haryanto mengatakan bahwa uang itu sebenarnya adalah untuk iuran pendidikan yang tidak tercover melalui dana Bantuan Operasional Siswa (BOS) sebesar Rp1.600.000 persiswa.
“Karena sesuai dengan kebutuhan siswa SMKN 3 tidak cukup dengan uang itu. Maka harus dengan cara iuran pendidikan. Namun, ada keluarga yang tidak mampu diberikan bantuan pemerintah melalui PIP, bisa untuk bayar iuran pendidikan, beli sepatu dan perlengkapan sekolah lainnya,” kata Haryanto.
Menurut Haryanto, hal itu juga adalah hasil kesepakatan bersama antar orangtua siswa dan pihak sekolah, makanya harus orangtuanya datang ke sekolah. “Terkait, adanya oknum guru yang mendampingi siswa mengambil paksa uang usai PIP cair di bank pihak komite sudah mengetahuinya. Nanti kan oknum guru itu membuat laporan. Saya hanya menyampaikan, kalaupun orangtuanya memperbolehkan untuk bayar iuran itu, silahkan. Namun, kalau tidak ya dikembalikan saja,” dalih Hariyanto.
Tahan Ijazah Siswa Karena Uang Komite
Sebelumnya, pelajar lulusan SMK Negeri 3 Terbanggi Besar, tidak mendapatkan ijazah atau Surat Keterangan Lulus (SKL) karena ada tunggakan bayaran. Yayan Ardian tertunduk lemas usai upayanya meminta ijazah ke pihak sekolah ditolak, lantaran masih mempunyai tunggakan uang komite.
Yayan mengaku sudah dua kali datang ke sekolah dan berusaha meminta ijazah dengan menemui salah satu Pegawai Staf sekolah tetap tidak diberikan. “Sudah dua kali ini datang ke sekolah tetep tidak diberikan dengan alasan masih mempunyai tunggakan komite sebesar kurang lebih Rp 4,7 juta dan disuruh melunasi,” ujar Yayan, yang kedua orang tuanya hanya bekerja buruh serabutan.
Menurut Yayan warga Dusun C1, Kampung Poncowati itu, dirinya datang ke sekolah menemui Arief salah staf sekolah yang mengatakan pihak sekolah tidak bisa memberikan ijazah karena tunggakan yang belum diselesaikan. “Tadi saya nemuin pak Arief, katanya cuma dikasih potongan 30 persen dari sekolah, karena gak bawa uang ya saya pulang om,” katanya.
Busrol Hakim, paman Yayan yang menerima laporan bahwa ijazah ponakannya ditahan lantaran masih memiliki tunggakan, bersama wartawan mendatangi sekolah untuk meminta kejelasan. Saat menemui Arief Busrol menanyakan terkait apa alasan penahanan ijazah?.
Namun pihak sekolah berkilah dan mengatakan tidak pernah menahan ijazah. “Memang ijazah beberapa siswa masih ada dan belum diambil lantaran alasan tertentu, kami tidak pernah menahan ijazah jika orangtua siswa itu yang datang kesekolah,” ujar Arief.
Busrol menegaskan pihak sekolah tidak boleh menahan ijazah siswa dengan alasan apapun karena menyangkut Hak anak dan Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 tahun 2022. “Saya berharap kedepan pihak sekolah tidak lagi menahan ijazah siswa dengan alasan apapun. Bukan hanya untuk keponakan saya, namun untuk seluruh siswa yang masih ditahan ijazahnya oleh pihak sekolah,” katanya. (Red)