Jakarta, sinarlampung.co-Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan terhadap rumah Advokat PDI-P Donny Tri Istiqomah terkait penyidikan kasus dugaan suap penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR 2019-2024 yang menjerat buron Harun Masiku. Hal itu disampaikan Tim Hukum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P, Johannes L Tobing saat melaporkan penyidik Rossa Purbo Bekti ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK hari ini, Selasa 9 Juli 2024.
Baca: KPK Harus Tangkap Harun Masiku dan Madam?
Baca: Buron KPK Harun Masiku Jadi Marbot Masjid di Malaysia?
Menurut penjelasannya, penyidik KPK menggeledah rumah Donny yang berada di Jagakarsa, Jakarta Selatan, pada Rabu, 3 Juli 2024. “Nah, jadi tanggal 3 Juli, hari Rabu kemarin, penyidik KPK yang dipimpin oleh saudara Rossa itu berjumlah 16 orang datang ke rumah Donny Tri Istiqomah,” kata Johannes di Kantor Dewas KPK, Jakarta, Selasa 9 Juli 2024.
Pihaknya menilai penggeledahan yang dilakukan penyidik tersebut melanggar hukum, pasalnya dari informasi yang didapat, upaya paksa tersebut dilakukan tanpa surat perintah dari pimpinan KPK. Atas tindakan penggeledahan tersebut, Tim Hukum DPP PDIP kemudian melaporkan penyidik Rossa ke Dewas KPK.
Dalami Penyandang Dana Harun Masiku
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini tengah mendalami informasi soal adanya pihak yang diduga mendanai pelarian buronan kasus dugaan suap penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024, Harun Masiku.
“Informasi pemberi dana akan didalami oleh penyidik,” kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis 27 Juni 2024.
Informasi mengenai dugaan adanya pihak yang mendanai pelarian Harun Masiku itu disampaikan oleh Ketua Indonesia Memanggil Lima Tujuh (IM57+ Institute) M. Praswad Nugraha.
Dalam keterangannya, Praswad mengatakan Harun Masiku butuh uang tunai dalam jumlah besar, karena selalu berpindah-pindah dan tidak bisa mengakses sistem keuangan perbankan, karena akan langsung ketahuan jika yang bersangkutan mengambil uang di ATM dan menggunakan jasa lembaga keuangan lainnya.
“Buronan butuh terus berpindah-pindah, jadi tidak mungkin bisa bekerja, sehingga pasti butuh ada pihak yang back-up atau support kebutuhan keuangan Harun Masiku,” kata Praswad dalam keterangan teruliusnya.
Dia juga menduga Harun Masiku selalu bergerak berpindah-pindah negara, sehingga butuh identitas palsu, paspor, dan butuh orang-orang yang membantunya setiap akan melintasi wilayah negara tertentu secara ilegal.
Semua itu, kata Praswad, biayanya sangat besar, sehingga mustahil dilakukan Harun Masiku tanpa dukungan keuangan yang kuat.”Harun masiku tidak bisa bekerja, karena statusnya sedang buron, sehingga pasti tidak ada pemasukan, tanpa dukungan dari pihak tertentu, tidak mungkin dia bisa membiayai pelariannya selama 4,5 tahun terakhir ini,” ujar Praswad.
Sebagai informasi, Harun Masiku ditetapkan KPK sebagai tersangka dalam perkara dugaan pemberian hadiah atau janji kepada penyelenggara negara terkait dengan penetapan calon anggota DPR RI terpilih periode 2019-2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia.
Meski demikian, Harun Masiku selalu mangkir dari panggilan penyidik KPK hingga dimasukkan dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak 17 Januari 2020. Selain Harun, pihak lain yang terlibat dalam perkara tersebut adalah anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 yakni Wahyu Setiawan.
Wahyu Setiawan yang juga terpidana dalam kasus yang sama dengan Harun Masiku. Saat ini sedang menjalani bebas bersyarat dari pidana tujuh tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane Semarang, Jawa Tengah. (Red)