Bandar Lampung, sinarlampung.co-Dugaan pungutan liar dana desa, dengan dalih biaya bantuan hukum dengan pihak lain diluar fungsi Datun Kejaksaan di Lampung Barat terkesan dibiarkan. Bahkan kini kasusnya seperti mengendap di Pemda Lampung Barat padahal sebelumnya sempat muncul kegiatan itu atas restu Pj Bupati Lampung Barat.
Informasi diterima wartawan menyebutkan selain di Kecamatan Batu Ketulis, modusnya yang sama terjadi di Kecamatan Bandar Negeri Suoh (BNS), dan beberapa Kecamatan lain. Pola yang dilakukan setiap Pekon (Desa) diwajibkan untuk menyetor sejumlah Rp8 juta. Dan dana tersebut sulit di[ertanggung jawabkan. Pasalnya kerjasama pendampingan hukum justru dengan lembaga hukum sebuah LSM.
“Pungutan liar atau pungli merupakan praktik korupsi yang tidak boleh dibiasakan di masyarakat. Praktik oleh Peratin (Kades) dan mantan Peratin di Kabupaten Lampung Barat itu harusnya di proses hukum. Di Kejaksaan itu ada Datun, yang membidangi atau menjadi pendamping aparatur pemerintahan yang berhadapan dengan hukum,” Kata praktisi hukum Ginda Ansori Wayka, saat diminta tanggapan terkait kasus tersebut.
Ginda mengaku sempat membaca kabar ada dugaan pungutan liar yang dilakukan oleh pejabat negara setingkat Peratin (Kades) yang memungut sejumlah uang kepada para Peratin lainnya dengan dalih untuk perlindungan hukum, dan ironisnya ada indikasi keterlibatan Camat dan diketahui oleh PJ Bupati Lampung Barat Drs Nukman MM.
“Sepertinya ada pembiaran dari pihak Pemerintah Daerah. Jangan-jangan ada keterlibatan dari Pejabat setempat makanya lancar-lancar saja pungli itu. Jika dana yang dipungut itu berasal dari APBN atau APBD, dan tidak ada juklak dan juknis serta tidak dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya, itu sudah jelas masuk dalam kategori pungli (korupsi),” kata Ginda.
Bahkan, kata Ginda. apapun dalihnya jika tidak sesuai dengan aturan dan mekanisme yang ada dalam penggunaan anggaran, maka itu adalah perbuatan melanggar hukum. “Semua anggaran baik yang berasal dari APBN maupun APBD itu ada aturannya dan mekanisme penggunaan dan pertanggungjawabannya melalui SPJ dan LPJ, jika tidak mengikuti aturan dan mekanisme tersebut, sudah bisa dipastikan itu melanggar aturan bahkan berpotensi melanggar hukum,” katanya.
Untuk dugaan Pungli yang dilakukan oleh Boimin dan Murtoyo tersebut, Ginda mengatakan bahwa seharusnya Camat dan PJ Bupati mengambil sikap tegas jika memang mereka tidak terlibat didalamnya.
“Seharusnya apa yang menjadi temuan media tentang dugaan pungli yang dilakukan oleh Boimin dan Murtoyo itu, dapat cepat disikapi Camat dan PJ Bupati Lampung Barat. Dan mengambil langkah-langkah tegas. Atau jangan-jangan mereka terlibat di dalamnya sehingga bisa dikategorikan sebagai Pungli atau korupsi berjamaah,” ujarnya.
Dan yang menjadi pertanyaan dan keanehan publik menurutnya adalah, seolah-olah kegunaan dana tersebut untuk biaya melindungi para Peratin (Kades) dari kasus hukum. “Saya melihat masalah ini seolah-olah para Peratin itu pasti melanggar hukum. Dan untuk melindungi mereka dari kasus hukum tersebut maka telah disiapkan biaya untuk penasehat hukum,” ujarnya.
Padahal, lanjutnya jika para Peratin ini tidak ada niat untuk melakukan pelanggaran hukum dalam mereka menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai kepala Desa atau Peratin, maka tidak perlu melakukan kerjasama dengan penasehat hukum (PH).
“Inikan aneh dan menjadi pertanyaan, apa lagi dana tersebut berasal dari Dana Desa yang bersumber dari APBN yang mana harus jelas penggunaan dan pertanggungjawaban nya. Jika para Peratin itu dalam setahun anggaran tidak melakukan pelanggaran hukum, lantas pertanggungjawaban dana itu seperti apa, kan setiap dana yang digunakan harus ada pertanggung jawabannya bahwa dana itu digunakan untuk apa,” katanya.
Sebelumnya pemerintah juga sudah mengeluarkan kebijakan Perpres Nomor 87 tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Satgas Saber Pungli). Pungli dapat dikelompokkan ke dalam tindak pidana khusus (korupsi) dan tindak pidana umum (pemerasan).
Mengenai pendampingan hukum terhadap para Kepala Desa seharusnya oleh pihak Kejaksaan Negeri setempat melalui penanda-tanganan MoU dengan Pemerintah Daerah dengan maksud agar tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan dapat dilaksanakan sesuai peraturan yang berlaku.
Hal Itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 tahun 2024 dan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 2021 terutama dalam Pasal 30 tentang Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun).
Kerjasama bidang Datun ini akan memberikan dampak positif bagi pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan karena dengan adanya pertimbangan hukum bidang Datun dari Kejaksaan Negeri guna menghilangkan keraguan perangkat dalam menjalankan tugas.
Tanggapan Pj Bupati
Sebelumnya, Pj. Bupati Lampung Barat, Drs. Nukman, MM dalam konfirmasinya terhadap wartawan, menyanggah tudingan pungutan tersebut atas restunya. Nukman menyatakan tidak pernah memberikan izin baik secara lisan maupun tertulis terhadap Peratin Pekon Batu Kebayan, Murtoyo untuk melakukan pemungutan uang dana pendampingan hukum yang bersumber dari Anggaran Dana Desa tersebut.
“Ini sudah mencoreng nama baik saya, saya harapkan kepada aparat penegak hukum untuk segera dapat melakukan pemeriksaan dan bilamana terbukti maka saya minta yang bersangkutan dilakukan proses sesuai aturan hukum yang berlaku,” kata Nukman.
Nukman juga meminta agar aparat penegak hukum melakukan pemeriksaan kepada semua pihak yang diduga terlibat dalam praktik manipulasi dan korupsi ini. “Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Barat tidak pernah memberikan izin pemungutan dana dari Pemerintahan Pekon untuk alasan apapun,” katanya. (Red).