Ceritakan hal-hal yang sudah selaras dengan praktik prinsip pendidikan yang memerdekakan?
Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah pembudayaan buah budi manusia yang beradab dan buah perjuangan manusia terhadap dua kekuatan yang selalu mengelilingi hidup manusia yaitu kodrat alam dan zaman atau masyarakat. Hal ini menjadi acuan pada kurikulum merdeka untuk mengutamakan budaya budi pekerti manusia dalam skema Projek Penguatan
Profil Pancasila dengan profil pelajar pancasila yang hendak diwujudkan yaitu beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, kebhinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, serta kreatif.
Dimensi-dimensi itu menunjukkan bahwa profil pelajar pancasila tidak hanya fokuspada kemampuan kognitif saja. Tetapi juga sikap dan perilaku sesuai jati diri sebagai bangsa Indonesia dan warga dunia.
Budaya budi pekerti di sekolah ada yang disebut budaya senyum, salam, sapa, sopan, santun, dan sembahyang. Budaya tersebut diharapkan dapat mengantarkan murid menjadi insan yang bermanfaat dan mendapat manfaat darinya. Mengapa hal ini diperlukan ? Karena murid akan berhadapan dengan guru, orang tua, dan masyarakat.
Budaya tersebut akan memfasilitasi murid mendapatkan kebahagiaan dan keselamatan yang setinggi-tingginya. Namun hal yang perlu dibangun adalah kesadaran akan pentingnya murid membudayakan
budi pekerti tersebut. Sehingga murid mampu mengejawantahkan pribadinya secara utuh bukan atas dasar paksaan atau terperintah.
Hal-hal yang tidak selaras terkait praktik prinsip pendidikan yang memerdekakan yang dirasa perlu diubah atau dikembangkan bahkan dihilangkan?
Konsep pendidikan yang memerdekakan Ki Hadjar Dewantara yang bermakna bahwa pendidikan seharusnya mengantar anak didik menjadi manusia merdeka, namun tidak mengganggu kemerdekaan orang lain. Inilah yang oleh Ki Hadjar disebut sebagai manusia merdeka yang cakap mengatur hidupnya secara tertib.
Ki Hadjar mengenalkan konsep pendidikan yang memerdekakan ini sejak 1920-an dan dipraktikkan melalui lembaga pendidikan bernama Taman Siswa. Maka tak berlebihan bila konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara yang menekankan pentingnya kemerdekaan ini perlu menjadi inspirasi bagi semua sekolah dalam mengelola lembaga pendidikan.
Kebijakan-kebijakan pendidikan seperti penentuan kurikulum, akses pendidikan, pendistribusian guru, penentuan anggaran pendidikan, pelibatan masyarakat dalam pengembangan pendidikan dan kemandirian ekonomi. Sebuah institusi pendidikan, membangun jaringan kerjasama dengan lembaga pendidikan baik daerah, nasional, dan provinsi serta mengupayakan media publikasi yang dapat membuka pikiran guru dan tenaga non pendidikan agar semakin dinamis geliat kinerjanya.
Hal tersebut sudah sepatutnya berlandaskan pada visi pendidikan yang memerdekakan, yang memanusiakan manusia bukan yang memenjarakan siswa maupun gurunya.
Prinsip yang tidak relevan saat ini adalah bahwa guru adalah satu-satunya penyampai informasi, menganggap semua siswa adalah sama menjadi tidak pas ketika memiliki pandangan demikian. Selain itu prinsip yang tidak relevan lainnya adalah berkembangnya pola pikir laba rugi. Bahwa ada kinerja maka ada reward, ada prestasi maka ada bonus.
Padahal jika seluruh masyarakat sekolah dan lingkungannya sadar akan masa depan bangsa di tangan generasi muda maka sebaiknya setiap langkah dalam menunaikan kewajiban adalah sejatinya kebutuhan bagi manusia . Jadi, kesadaran diri seutuhnya tanpa mengharap imbalan menjadi energi bagi pelaku pendidikan untuk mencapai hakikat pendidikan yang menurut KHD adalah pembudayaan buah budi manusia yang beradab dan buah perjuangan manusia terhadap dua kekuatan yang selalu mengelilingi hidup manusia yaitu kodrat alam dan zaman atau masyarakat.
Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa lembaga pendidikan harus memiliki orientasi pelayanan terhadap siswa dan guru harus menghamba pada siswa dalam hal pengajaran sehingga tercipta pendidikan yang memanusiakan manusia dan terwujudnya merdeka belajar.
Inilah sejatinya paradigma yang dibutuhkan sebuah lembaga pendidikan yaitu berkembang sesuai dengan kodrat alam dan zamannya. (*)
Nurmalasari, adalah guru penggerak, pengajar praktik, dan Ketua Perempuan PGRI Lampung Timur.