Bandar Lampung (SL) – Oknum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lampung Barat (Lambar) Sarjono, dituntut 8 bulan penjara dan denda sebesar Rp10 juta atas kasus penggunaan ijazah palsu. Tuntutan di bacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Lampung Barat, di Pengadilan Negeri, Rabu (16/06/2021).
Kasi intel kejaksaan Negeri Lampung Barat, Atik Ariyosa mengatakan JPU membacaka tuntutan terdakwa di pidana penjara selama delapan bulan penjara dikurangi selama terdakwa dalam tahanan sementara.
“Sidang sudah digelar tadi siang dengan nomor register perkara PDM-16/Liwa/2021 tanggal 16 Juli 2021, besok dilanjut Pledoi, lalu Jumat sidang putusan,” kata Jaksa Atik sapaan akrabnya.
Selain itu, Kata Atik, JPU juga memerintahkan agar terdakwa segera ditahan dan dipidana denda sebesar Rp10 juta subsider pidana penjara selama tiga bulan.
“Terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana dalam dakwaan kedua yaitu pasal 69 ayat 1 Undang-undang RI no 20 tahun 2000,” katanya.
Sebelumnya tuntutan dugaan kasus penggunaan ijazah palsu yang dilakukan oknum anggota DPRD Kabupaten Lampung Barat atas nama Sarjono sempat tertunda, pada sidang secara virtual.
Hakim Agoeng T Rasoen mengungkapkan sidang tuntutan akan kembali digelar lusa atau Rabu 16 Juni 2021.
“Hari ini agenda acara tuntutan, karena terlampau singkat mengingat sidang terakhir digelar Rabu minggu lalu maka ditunda dulu,” ujarnya, Senin (14/06/2021).
Agoeng, begitu sapaan akrab Hakim Agoeng T Rasoen menegaskan pihaknya menargetkan perkara yang menyeret politisi PPP itu selesai minggu ini. “Kamis 17 Juni dilanjutkan Pledoi lalu Jum’at sidang putusan. Mudah-mudahan tidak ada kendala sehingga selesai minggu ini,” tegas Agoeng.
Agoeng menyebutkan bahwa terdakwa mengetahui adanya proses memperoleh ijazah yang tidak sesuai mekanisme. “Terdakwa memang mengikuti ujian nasional. Namun yang dipermasalahkan dia masih kelas 2 dan langsung loncat ke kelas 3 atas permintaan terdakwa dan dipenuhi oknum kepala sekolah dengan catatan membayar SPP sebesar Rp 2,5juta,” papar Agoeng.
Agoeng juga menjelaskan dalam fakta persidangan bahwa terdakwa mengetahui ijazah yang dipergunakannya bermasalah, sebab terdakwa pernah menanyakan dengan kepala sekolah aman atau tidak ijazah tersebut, jadi ada proses dan dia mengetahui itu. (red)