Bandar Lampung (SL)-Dua proyek rehab Jalan Nasional dan Provinsi Lampung menjadi atensi penyidikan Polda Lampung. Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Lampung mulai melakukan penyelidikkan terhadap Pengerjaan proyek jalan nasional Ir. Sutami-Sribhawono-Simpang Sribhawono tahun 2018-2019 senilai Rp143 miliar, dan proyek Jalan Jalan Jenderal Ryacudu sekitar Rp53 miliar tahun 2019 sampai 2020.
Baca: Proyek Jalan Ryacudu Diduga Sarat Korupsi, MTM Lampung Sampaikan Laporkan
Baca: MTM Telusuri Laporan Dugaan Korupsi Proyek Jalan Ryacudu dan Padang Cermin di Dinas BMBK
Dewan Direktur LSM Masyarakat Transparansi Merdeka (MTM) Lampung, Ashari Hermansyah, membenarkan bahwa dugaan penyimpangan Proyek Jalan Ryacudu yang saat mulai ditangani Polda Lampung. Hal itu diketahuinya, saat dirinya melaporkan kasus itu ke Kejati dan Polda Lampung.
“Saya tanya perkembabngan di Kejati, dan jawabannya bahwa laporan saya sedang diklarifikasi Kejati, dengan perkembangan untuk saat ini ternyata Laporang pengaduan kita itu juga sudah di lakukan penyelidikan oleh Krimsus Polda Lampung.Maka selanjutnya Kejati lakukan koordinasi dengan pihak Polda, itu yang Kejati Sampaikan,” kata Ashari Hermansyah kepada sinarlampung.co.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Lampung, Kombes Pol Mestron Siboro membenarkan bahwa pihaknya tengah menyelidiki proyek jalan tersebut, yaitu Jalan Ir Sutami, dan Jalan Ryacudu. “Sedang kita selidiki, data-datanya sedang kita kumpulkan,” kata Kombes Siboro, Selasa 16 Maret 2021.
Kombes Siboro menjelaskan, tim penyidik Subdit 3 Tipikor Ditreskrimsus juga masih mendalami terkait proyek jalan yang diduga bermasalah tersebut. Penyidik menjadwalkan pemeriksaa kontraktor pengerjaan jalan serta Balai Pengelolaan Jalan Nasional (BPJN) Wilayah 1 Provinsi Lampung, “Kita intensif pemeriksaan dengan memanggil saksi-saksi untuk dimintai keterangan,” katanya.
Komisi II Jadwalkan Hearing
Anggota Komisi IV DPRD Lampung, Midi Iswanto mengatakan ruas jalan Ir. Sutami-Sribhawono-Simpang Sribhawono merupakan jalan nasional yang memerlukan perlakuan dan perawatan secara khusus. Midi menyatakan jalan tersebut merupakan jalan utama menghubungkan beberapa provinsi di pulau Sumatera. “Jalan tersebut sangat diandalkan oleh pengguna jalan, terutama yang tidak ingin melintasi Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS),,” katanya.
Midi menjelaskan Jalan nasional tersebut kewenangannya berada di Balai Pengelolaan Jalan Nasional (BPJN) serta penganggaran ada di Pemerintahan Pusat. Namun, DPRD Lampung memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan. “Ketika ditemukan hal yang kurang benar, maka harus diluruskan. Nanti akan kita panggil balainya (BPJN) untuk menanyakan seperti apa pelaksanaannya di lapangan,” tegas Midi.
Menurutnya, pengelolaan dan perawatan jalan nasional berbeda dengan jalan milik provinsi maupun kabupaten/kota. Perbedaannya terletak pada sisi ketebalan hingga lebar badan jalan. “Misal ada lubang hanya ditumpahkan sabes itu tidak bisa, tidak boleh,” katanya.
Harusnya, dilakukan pengerukan dulu, dikupas dulu kemudian diberi minor lapis bawah pondasi (LPB) yang harus kuat dan diberi batu 57 atau 35. “Kemudian di bawahnya dipastikan lapisannya kuat, baru diaspal jika memang akan diaspal. Namun jika rigid beton maka adukan yang bagus dan sesuai standar yang dituangkan dalam kontrak,” ujarMidi.
Midi merinci pemakai jalan nasional berbeda, karena lebih didominasi oleh kendaraan besar dan berat dengan tonase tinggi. Sehingga kekuatan jalan harus diperhatikan. “Tidak boleh bergelombang karena itu sangat berbahaya. Karena itu jalan utama jika ngebut dan ada gelombang itu berbahaya, bisa memicu kecelakaan,” urainya.
Karena itu, Midi menghimbau pemerintah pusat, provinsi hingga kabupaten/kota dalam melakukan pengerjaan jalan harus dipastikan kehadiran pengawas lapangan maupun instansi terkait yang berjaga di lokasi pengerjaan. “Yang sering terjadi di lapangan, pengawasan lapangan sangat minim. Saat pelaksanaan, pengawas proyek di lapangan sering tidak ada. Sehingga saat ada yang datang mau bertanya, bingung siapa pengawasnya,” ktanya,
Penegek Hukum Harus Usut Korupsi Proyek jalan
Pengamat Hukun dari Universitas Lampung (Unila), Budiono meminta aparat penegak hukum dalam hal ini Polda Lampung mengusut tuntas dugaan tindak pidana korupsi pada proyek jalan Ir. Sutami-Simpang Sribhawono tahun 2018-2019 dan yang lainnya.
Karena rusaknya jalan tersebut membuktikan antara perencanaaan dan pelaksanaannya ada perbedaan yang sangat jauh. Apalagi, pembangunan jalan nasional tersebut menggunakan dana yang tidak sedikit dan harus ada pertanggungjawabannya. “Aparat penegak hukum harus melakukan penyelidikan sampai tuntas, kenapa ruas jalan yang baru dibangun bisa rusak berat seperti itu,” kata Budiono.
Budiono berharap Polda Lampung mengungkap tuntas indikasi tindak pidana korupsi proyek tersebut. “Harus terang benderang. Ungkap siapa pelakunya dan kerugian negara yang ditimbulkan dari anggaran yang mencapai ratusan miliar rupiah itu,” ujarnya.
Kontraktor Adik Terdakwa Korupsi
Informasi lain menyebutkan PT Usaha Remaja Mandiri (URM) selaku kontraktor proyek jalan nasional Ir Sutami-Sribhawono-Simpang Sribhawono sepanjang 80 km tahun 2018-2019 melalui APBN senilai Rp143 miliar lebih adalah Hengki Widodo atau yang akrab disapa Engsit. Engsit ini adalah adik kandung dari Sugiarto Wiharjo alias Alay Tripanca, yang tengah mendekam di penjara terkait kasus tindak pidana korupsi APBD Kabupaten Lampung Timur.
Dengan PT URM, Engsit juga mengelola bisnis penjualan aspal dan beton dengan merek Prima Mix yang beralamat di Jalan Soekarno Hatta KM 3-4, Bandar Lampung. Konon aspal dan beton merek Prima Mix yang dijual kualitasnya rendah. Diduga, aspal ini pula yang digunakan PT URM untuk mengerjakan proyek jalan nasional Ir. Sutami-Sribhawono-Simpang Sribhawono sehingga cepat rusak.
“Engsit itu selalu menjual produk aspal dan beton dengan murah, namun kualitasnya jelek. Sehingga pengerjaan jalan yang dikerjakan PT URM mudah rusak,” kata seorang kontraktor di Provinsi Lampung.
Menurut pengurus asosiasi kontraktor ini, aspal kualitas rendah ini yang diduga dipakai PT URM untuk mengerjakan proyek jalan nasional di ruas jalan Ir Sutami-Simpang Sribhawono sehingga kondisi jalan cepat bergelombang dan berlubang. “Karena memang kualitas aspalnya jelek, kemungkinan ya itu kondisi jalan jadi bermasalah,” ungkapnya.
Engsit, kata dia, banyak dilaporkan terkait pengerjaan proyek jalan yang bermasalah dan pengaduan kualitas aspal yang rendah. Sehingga Engsit didepak dari Asosiasi Aspal dan Beton Provinsi Lampung pada tahun 2017 lalu. “Engsit banyak bermasalah dibidang proyek jalan, makanya dikeluarkan pada tahun 2017,” katanya.
Engsit adalah masuk kelompok pengusaha kelas kakap, sehingga beberapa kali ikut mengerjakan proyek jalan nasional di Provinsi Lampung. Dari di website https://primareadymix.com, diketahui PT URM ialah perusahaan supplier beton dan aspal merek Prima Mix yang menjual produk ke seluruh kawasan Jabodetabek dan sebagian Jawa Barat.
Harga penjualannya memang terbilang murah, seperti mutu beton cor B-O harga ready per mix nya yakni Rp750 ribu, untuk cor K-175 harganya hanya Rp780 ribu untuk ready per mix, dan K-300 hanya Rp880 ribu. “Kalau dibandingkan dengan harga lainnya jelas murah. Kalau perusahaan lain bisa jual Rp1 juta ke atas, tetapi hasilnya bagus dan sesuai ketentuan,” katanya,
Dari bisnisnya itu, Engsit memiliki rumah mewah di seputaran Jalan Wolter Monginsidi Bandar Lampung, tepatnya di depan Hotel Emersia. Saat dikonfirmasi Hengki Widodo alias Engsit belum merespon. Beberapa kali dihubungi phonselnya daam keadaan aktif namun tidak dijawab. (Red)