Bandar Lampung (SL)-Kisrus saling gugat aset-aset eks Tripanca bekas milik Sugiharto Wiharjo alias Alay terpidana kasus tindak pidana korupsi, diduga sebagai “drama” untuk menggagalkan penyitaan oleh negara. Pasalnya, antara penggugat dan terpidana Alay, adalah saling kenal dan terikat bisnis selama ini. Bahkan para pihak saling berhubungan selama Alay Buron.
Uniknya lagi, ada pihak yang juga buron selama masih bisa membuat laporan ke Polda Lampung, ada indikasi yang membuatkan laporan tahu keberadaan Alay yang selama ini dicari. Penyusuran sinarlampung.com, selama Alay buron, dengan perjanjian yang ada, terindikasi bahwa para pihak saling berhubungan, dan itu berarti salah satu pihak terlibat menyembunyikan keberadaan buronan.
“Menurut saya itu konsfirasi. Artinya bahkan patut diduga bahwa PI dan 2 orang putranya, bahkan anak buah mereka terus mengirimkan uang kepada Alay yang berstatus buron. Itu permainan untuk menghindarkan aset aset tersebut agar tidak bisa disita negara untuk denda pengembalian kerugian negara sebagaimana termaktub di Putusan MA terhadap Alay,” kata salah satu sumber sinarlampung.com, di Jakarta.
Sebelumnya ramai diberitakan akta notaris nomor 26 dan 27, dan akta Notaris No 25 tentang perjanjian kerjasama pengelolaan PT Prabu Tirta bermasalah.Kerabat Alay, Yurike dan Antonius Hadiyanto membuat laporan ke Polda Lampung mengenai dugaan adanya keterangan palsu ke dalam akta autentik. Pelaporan ini dilakukan kuasa hukum yang ditunjuk yakni Japriyanto Manalu di Polda Lampung, Selasa 9 Mei 2019.
Informasi yang dihimpun, keluarga Alay melaporkan keluarga Budi Winarto yang meliputi PI, BK dan FY atas dugaan pemalsuan keterangan ke dalam surat autentik perjanjian. Yurike dan Antonius Hadiyanto sendiri terlibat dalam kerjasama dengan Budi Winarto pada pengelolaan saham pabrik air mineral Tripanca PT Prabutirta Jaya Lestari.
Semula pengelolaan saham tersebut berjalan baik, hingga peningkatan modal sesuai dengan akta notaris nomor 77 PT Prabutirta Jaya Lestari tanggal 25 November 2011. Namun berjalannya waktu pengelolaan saham tersebut diduga dirubah tanpa sepengetahuan Yurike dan Antonius Hadiyanto.
Pihak Budi Winarto diduga melakukan perbuatannya berdasarkan terbitnya akta notaris nomor 94 tertanggal 25 Agustus 2014 tentang pernyataan keputusan rapat para pemegang saham PT Prabu Tirta Jaya Lestari. Kuasa hukum Japriyanto Manalu membenarkan atas laporan tersebut.
Japriyanto menjelaskan Yurike dan Antonius Hadiyanto, tidak mengetahui adanya perjanjian dalam akta notaris nomor 94 tertanggal 25 Agustus 2014 tentang pernyataan keputusan rapat para pemegang saham PT Prabu Tirta Jaya Lestari. “Klien kami menyatakan dengan sungguh-sungguh mereka tidak pernah menandatangani akta tersebut,” ujarnya, Minggu 26 Mei 2019.
Japriyanto berharap melalui laporan yang tertuang dalam nomor LP/B-497/IV/2019/LPG/SPKT tertanggal 9 April 2019 bisa segera ditindak lanjuti. “Semoga cepat ditindaklanjuti,” tegasnya.
Saat disinggung apakah ini sebagai upaya pengembalian aset Alay, Japriyanto hanya mengiyakan. “Ya seperti itulah,” sebutnya. Sementara itu, Joni Tri kuasa hukum Budi Winarto sempat kaget mendengar bahwa salah satu pelapor adalah DPO. “Antonius itu kan DPO bagaimana bisa laporan,” sebutnya.
Joni pun tidak bisa berkomentar lantaran belum tahu laporannya seperti apa. “Karena laporannya seperti apa, undangan belum ada nanti akan kami tanggapi kalau ada panggilan,” timpalnya. “Tapi kalau yang laporan memang Antonius itu jusru Polda Lampung yang kecolongan dia kan DPO Polda,” tegasnya.
Di lain pihak, Polda Lampung belum bisa dikonfirmasi.Wartawan mendapat surat DPO Antonius Hadiyanto dengan nomor surat DPO/39/Subdit I/2017/Dit Rekrim Um.
Sebelumnya, Sujarwo kuasa hukum pemulihan aset Alay sempat menyampaikan selain akta notaris 26 dan 27 bakal merembet ke aset Eks Tripanca. “Bukan itu aja bisa ngrembet selain akta 26 dan 27, tapi juga termasuk Pabrik PT Prabu Arta Tripanca,” ucapnya.
Kata Sujarwo, besar harapan Alay ingin mengembalikan kerugian negara. “Namun dikuasai oleh seseorang, selain menguasai empat bidang aset dari akta 26 dan 27 tapi juga Pabrik PT Prabu Arta Tripanca,” tandasnya.
Upaya pengembalian tidak mulus
Upaya pengembalian uang kerugian negara oleh Sugiharto Wiharjo alias Alay rupanya mengalami jalan yang tidak mulus. Aset-aset eks Tripanca yang dianggap bisa menutup kerugian negara rupanya beralih tangan ke pihak lain.
Bahkan pihak lain ini menggugat Alay atas klaim dan upaya untuk mengembalikan uang negara menggunakan aset tersebut di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang, Rabu 15 Mei 2019.
Sujarwo kuasa hukum Alay, mengatakan gugatan yang dilakukan oleh pihak lain ini terkait suatu perjanjian yang tertuang dalam akta notaris nomor 26 dan 27. “Tadi ini sidang mediasi dalam perkara gugatan, antara Puncak Indra dan Budi Kurniawan dengan Sugiarto Wiharjo bersama istrinya Meriana,” tutur Sujarwo.
Terkait perjanjian, Sujarwo pun menuturkan untuk nomor 26 antara Puncak Indra dan Alay, ada perjanjian penyerahan dua aset yakni Pantai Quen Arta dan gedung Eks 21 Sukaraja.
“Luas Quein Arta kurang lebih 8,8 hektare, dan gedung eks 21 sekitar 3 hektare. Selanjutnya dalam perjanjian disebut apabila aset terjual dipotong Rp 25 miliar sebagai kewajiban Alay dan sisanya dibagi dua,” terangnya.
“Selanjutnya perjanjian akta notaris nomor 27 yang mana Meriana menyerahkan gudang sekitar 7 hektare, dan itu juga bunyinya sama bahwa alay punya kewajiban Rp 25 miliar, jadi kalau dijual dipotong Rp 25 dan sisanya dibagi dua,” tambahnya.
Sujarwo menjelaskan bahwa gugatan yang dilayangkan ke Alay ini untuk membatalkan perjanjian tersebut. “Dimaknai oleh mereka bahwa aset tersebut milik mereka semua. Sementara Alay ini untuk uang pengganti yang sudah inkrah Rp 106 miliar dan sudah dipulangkan Rp 1 miliar jadi sisa Rp 105 miliar,” paparnya.
“Harapannya kalau ini dilaksanakan (aset dijual) lalu dipotong 25 miliar dan dibagi dua, masih lebih dari Rp 105 miliar dan sangat bisa menutupi kerugian negara dan inilah yang kami serahkan ke kejaksaan untuk uang pengganti,” imbuhnya.
Namun, kata Sujarwo, dari pihak yang diserahkan tersebut mengklaim bahwa mereka telah menebus dari bank saat Tripanca group mengalami pailit. “Dan ini gak mungkin, masak yang punya hutang Alay yang nebus sana, itu gak bener, harapannya pengen komit mengembalikan kerugian negera untuk mengembalikan, tapi malah dikuasai pihak lain,” tandasnya.
Sementara itu, dalam gugatan yang dilayangkan pihak lain melalui Kuasa Hukum Joni Tri, penggugat menyatakan aset yang telah ditebus/dilunasi sah milik penggugat. Kemudian menyatakan akta perjanjian Kerjasama Eks Gedung 21 dan Pantai Lempasing akta Notaris nomor 26 dan akta Perjanjian Gudang dengan akta Notaris nomor 27 batal. (Red/trb/jun)