Lampung Utara (SL) – Peristiwa penangkapan oknum lembaga swadaya masyarakat (LSM), MJ, yang dilakukan pihak Kejaksaan Negeri Kotabumi, Lampung Utara, didampingi anggota Resmob Tekab 308 Polres Lampura, pada Senin lalu, (15/10), di Kantor Redaksi SKH Gerbang Sumatera 88, dinilai cacat prosedural.
Hal ini disampaikan salah seorang praktisi hukum, Syamsi Eka Putra, kepada wartawan, Rabu malam (17/10), di kantornya.
Dikatakannya, dalam hal adanya pengaduan masyarakat terkait tindak pidana umum, pihak Kejaksaan Negeri Lampura tidak dapat melakukan penangkapan.
“Pengertian Jaksa seperti tertuang dalam Ketentuan Bab I tentang Ketemtuan Umum Pasal 1 angka 6 KUHAP, Bab I Bagian Pertama Pasal 1 angka 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 16 tahun 2014 menegaskan bahwa Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap,” terang Syamsi Eka Putra, pengacara kondang yang bernanung dalam LBH Awalindo Lampura ini.
Dijelaskannya, dalam keterangan pihak kepolisian, saat dilakukan penangkapan polisi hanya mendampingi pihak kejaksaan.
“Konteksnya pada persoalan ini, ada kewenangan kepolisian yang diambil alih Kejaksaan Negeri. Oleh karena itu, demi tegaknya supremasi hukum di Indonesia, khususnya di Kabupaten Lampung Utara, MJ harus dibebaskan tanpa syarat demi hukum,” tegasnya.
Sebelumnya diketahui, MJ, (50), diduga telah melakukan pemerasan terhadap Kepala Desa Kotabumi Tengah Barat, Mirwan Aidi; dan Kepala Desa Talang Bojong, Habibi.
Usai melakukan penangkapan terhadap MJ, Kasi Intel Kejari Lampura, Hafiezd, kepada sejumlah wartawan mengatakan penangkapan oknum LSM tersebut berawal dari adanya informasi masyarakat pada Kejaksaan Negeri Lampung Utara.
“Mendapatkan informasi tersebut, kami dengan dukungan pengamanan Tim Buser Polres Lampung Utara kemudian bergerak menuju lokasi,” ujarnya.
MJ ditangkap di Kantor Redaksi SKH Gerbang Sumatera 88, Senin siang (15/10), sekira pukul 13.00 WIB. Selain mengamankan oknum LSM tersebut, Kejari Lampura juga menyita uang tunai sebesar Rp.6 juta yang diduga hasil pemerasan itu.
Meski begitu, dalam satu wawancara, pelaku MJ menyampaikan jika uang senilai Rp.6 juta, yang dijadikan barang bukti sementara, merupakan dana publikasi yang disepakati antara Kepala Desa Kotabumi Tengah Barat, Mirwan Aidi; dan Kepala Desa Talang Bojong, Habibi, dengan oknum LSM dimaksud.
“Kalau kamu orang (kedua kades.red) mau kasih saya dana untuk publikasi, yah, saya mau. Terus, kades itu ngasih saya uang sejumlah Rp.6 juta,-,” ungkap MJ saat diwawancarai di halaman Kejari Lampura, sesaat sebelum dibawa Ke Mapolres Lampura, Senin kemarin, (15/10).
Diberitakan sebelumnya, selain tergabung dalam satu wadah LSM, MJ juga merupakan anggota Penasihat SKH Gerbang Sumatera 88.
Terkait hal tersebut, Pemimpin Perusahaan/Komisaris SKH Gerbang Sumatera 88, Deferi Zan, menyesalkan tindakan berlebihan yang dilakukan kedua kepala desa dan jajaran tim saber pungli Kejari Lampura yang saat pelaksanaan OTT didampingi jajaran Tekab 308 Polres Lampura.
“Selaku Pemimpin Umum dan Komisaris SKH Gerbang Sumatera 88, saya menyesalkan peristiwa penangkapan yang dilakukan di Kantor Redaksi SKH Gerbang Sumatera 88. Apalagi, dalam pengakuan MJ dana yang dimintanya tersebut akan dipergunakan untuk mempublikasikan kegiatan di dua desa tersebut,” tegas Deferi Zan, saat dikonfirmasi, Rabu, (17/10), di kantornya.
Dikatakannya, terlepas ada persoalan lain sebelum proses OTT itu dilakukan, pihaknya tidak mengetahui dan sama sekali tidak mempersoalkan hal tersebut.
“Dalam industri jurnalistik, berita berbayar dalam bentuk advertorial dan/atau publikasi desa sangat diperkenankan dan tidak melanggar aturan hukum yang berlaku di Negara Republik Indonesia,” jelas Deferi Zan.
Sementara itu, Ketua DPD Lembaga Independen Pemantau Anggaran Negara (LIPAN) Kab. Lampura, M. Gunadi, meminta aparat penegak hukum untuk menangguhkan penahanan dan mengklarifikasi ulang terkait unsur-unsur hukum atas adanya peristiwa OTT terhadap MJ.
“Kami meminta aparatur penegak hukum untuk memberikan penangguhan penahanan atas MJ serta melakukan klarifikasi ulang atas segala hal yang melekat dalam peristiwa sebelum terjadinya OTT terhadap MJ,” terang M. Gunadi.
Dijelaskannya, hal yang patut untuk dicermati, ada upaya kriminalisasi terhadap aktivis di Lampura selaku kontrol sosial yang intens melakukan pengawasan pembangunan di daerah.
“Apabila hal seperti ini dibiarkan, modus konspirasi untuk merekayasa penangkapan, menjebak kontrol sosial dengan langkah-langkah yang melegalkan penyuapan juga harus diusut dengan dasar asas praduga tak bersalah,” pinta M. Gunadi. (ardi)