Jakarta (SL)-Pimpinan United Nation Swissindo Trust Internasional Orbit (UN Swissindo) atau yang juga dikenal dengan nama Sekte Penghapus Utang, Soegiharto Notonegoro atau Sino ditangkap Tim Bareskrim Mabes Polri. Informasi lain menyebutkan jaringan ini juga beroperasi di Lampung Wilayah Selatan.
“Ya,” kata Wadir Tipideksus Bareskrim Polri Kombes Daniel Tahi Monang Silitonga mengonfirmasi penangkapan kepada wartawan dilangsir detikcom, Kamis (2/8/2018).
UN Swissindo beroperasi di Cirebon, tepatnya di Perumahan Griya Caraka, Kecamatan Kedawung, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Sino mengklaim dirinya adalah Presiden Besar Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Dia memiliki misi besar ingin menghapuskan utang umat manusia di dunia.
Jaringan Berkeliaran di Lampung
Penyusuran sinarlampung.com, sekte ini juga beredar di Lampung, terbanyak di wilayah Lampung Selatan. “Ya kelompok itu ada di Lampung, terutama wilayah selatan,” kata sumber sinarlampung.com di Lampung Selatan.
Seorang pria, berperawakan kekar, mengaku bernama MHJ, terus melakukan sosialisai mencari pengikut di Lampung, dengan membawa berkas berkas, juga meyakinkan masyarakat. “Itu kami didatangi pria dan meyakinkan tentang penghapusan hutanf, bahkan menyebut nama nama Presiden, kemarin beraksi di Desa Pujirahayu, Merbau Mataram, Lampung Selatan,” katanya.
Data sinarlampung.com menyebutkan, UN Swissindo mengklaim dirinya sebagai pendiri negara-negara dunia. Sehingga segala bentuk warisan atau aset di dunia diklaim boleh dikelola oleh UN Swissindo. Eksistensi UN Swissindo ini mulai berjalan sekitar tahun 2010. Nama UN Swissindo kian melambung setelah pengikutnya mulai banyak. Makin banyak masyarakat yang berpandangan miring terhadap UN Swissindo.
Dilangsir detik,com, otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Satgas Waspada Investasi mengeluarkan keputusan bahwa UN Swissindo tak memiliki izin untuk melaksanakan kegiatan pelunasan utang tersebut.
Pada 2016, OJK mengeluarkan siaran pers dengan nomor SP 56/DKNS/OJK/6/2016, tepatnya pada 20 Juni 2016, yang intinya mengingatkan masyarakat agar waspada terhadap janji-janji pelunasan kredit oleh pihak bertanggung jawab. Keputusan itu muncul setelah UN Swissindo mulai menjadi perbincangan.
Lima bulan setelah mengeluarkan siaran pers tentang imbauan agar masyarakat waspada terhadap UN Swissindo, OJK dan Satgas Waspada Investgasi mengeluarkan siaran pers dengan nomor SP 110/DKNS/OJK/XI/2016 tentang pengungkapan kasus tersebut, tepatnya pada 1 November 2016.
OJK dan Satgas Waspada Investigasi menyatakan bahwa UN Swissindo telah melakukan kegiatan yang melanggar hukum. Selain UN Swissindo, dua lembaga lainnya, yakni PT Cakrabuana Sukses Indonesia (CSI) dan Dream For Freedom dinyatakan telah melanggar hukum.
Satgas Waspada Investasi melaporkan kasus UN Swissindo ke Bareskrim Polri pada 13 September 2016. Di hari yang sama, Satgas Waspada Investasi juga menyurati UN Swissindo untuk menghentikan kegiatannya, karena kegiatan yang dilakukan UN Swissindo tak sesuai dengan mekanisme pelunasan kredit ataupun pembiayaan yang berlaku di perbankan atau lembaga pembiayaan.
Konsep pelunasan utang yang dilakukan UN Swissindo hanya bermodal voucher M1, yang kemudian diisi dengan NIK dan nama. Voucher M1 itu didapat dengan gratis dan tertulis keterangan tidak dapat diperjualbelikan.
Setahun setelah adanya keputusan penghentian kegiatan UN Swissindo, pada 23 Agustus 2017, Pimpinan UN Swissindo Sino dipanggil Satgas Waspada Investasi. Sino mendatangani empat pernyataan.
Pernyataan tersebut tentang penghentian kegiatan dan permintaan maafnya untuk tidak mengulangi kembali atau melakukan kegiatan yang sama. Pernyataan Sino itu dibubuhi tandatangannya serta materai Rp 6.000. Pernyataan itu diketahui oleh Tongam L Tobing selaku Ketua Satgas Waspada Investasi.
Sehari setelah penandatanganan surat pernyataan tersebut, OJK dan Satgas Waspada Investigasi kembali merilis pernyataan tentang penghentian kegiatan UN Swissindo.
Tahun lalu, tepatnya pada Jumat, 18 Agutus 2017, para pengikut UN Swissindo menggeruduk kantor Pusat Bank Mandiri Cirebon dengan membawa voucher M1. Harapannya uang bisa dicairkan. Nyatanya, Bank Mandiri menolak dan tidak pernah merasa mendapatkan instruksi dari Bank Mandiri pusat terkait voucher tersebut. Hal yang sama juga terjadi di Kudus. (dtk/nt/jun)