Lampung Utara (SL) – Yogi Andhika, sang sopir pribadi orang penting di Lampung Utara itu sebelumnya pernah bertualang menjadi sopir angkutan kota di Bandarlampung, jalur Tanjungkarang-Telukbetung, Tanjungkarang-Way Halim. Yogi juga pernah banting stir menjadi tukang batu akik ketika batu akik buming.
Bagi Yogi, menjadi sopir pribadi ”Tokoh Wahid’ di Kabupaten Lampung Utara adalah suatu anugerah terindah dalam hidup Yogi Andhika dan keluarga besar.
Meski terhitung singkat, masa kerja yang dijalaninya sekitar 1,5 tahun terhitung sejak kabar kematiannya merebak, 15 Juli 2017.
“Yogi dan kami merasa dapat anugrah, bisa jadi sopir pribadi orang penting. Yogi begitu bangga, dan sempat janji dan bilang ke saya, punya cita-cita mau nabung untuk memberangkatkan saya ke Tanah Suci Makkah, umroh. Namun, apa daya, semua itu tidak lagi mampu diwujudkan,” ucap FH, berlinang air mata, kepada sinarlampung di kediamannya.
Yogi Andhika adalah putra kedua, yang lahir di Tanjung Karang, 28 Juli 1985. Sejak ayahnya meninggal, Yogi menjadi tulang punggung bagi keluarga. “Semenjak ayahnya meninggal, Yogi sangat berperan membantu perekonomian keluarga. Dia pekerja keras dan pandai bergaul. Beberapa profesi pernah dijalani Yogi semasa hidupnya. Mulai dari sopir angkutan kota sampai menjadi pengrajin batu akik,” ucap FH.
Semenjak kepergian Yogi Andhika, untuk memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari, sang ibunda yang mengidap penyakit asma kini mengais rejeki dengan berjualan pecel.
Yogi Andhika diterima menjadi sopir pribadi tidak lepas dari peran kerabat keluarga yaitu AS. “Pak AS lah yang mengajak Yogi untuk bekerja sebagai sopir pribadi ‘Tokoh Wahid,” kata Li, disamping Fh.
Namun, kata Li, cerita Yogi, bahwa semasa dia bekerja di sana, Yogi kerap mendapat perlakuan dan sikap kasar dari sang tuan majikan. Hal itu terjadi, jika Yogi yang sebagai sopir, terkadang menolak jika mendapatkan pekerjaan yang dianggapnya tidak sesuai dengan profesinya.
“Sekali waktu, Yogi bercerita dengan saya, kalau ia pernah disiram air cabe oleh An disebabkan menolak perintahnya,” ujar Li mengenang cerita Yogi.
Bagi warga sekitar kediaman tinggalnya, Yogi dikenal baik, dam mudah bermasyarakat dilingkungannya. “Yogi itu sangat baik dalam pergaulan sehari-hari. Seperti layaknya para pemuda, mudah bergaul dengan siapapun, termasuk saya yang sehari-hari bekerja sebagai tukang ojek,” tutur MN yang tinggal tak jauh dari kediaman Yogi Andhika yang dimakamkan di Taman Pemakaman Umum (TPU) Umbul Senin, Kecamatan Tanjung Seneng, Kodya Bandarlampung.
FH, (56), ibu kandung Yogi, warga Kecamatan Tanjung Seneng, Bandarlampung, meminta kasus kematian anaknya diusut, dengan melaporkan kasus itu di Mapolres Lampung Utara yang didampingi Kuasa Hukum Riza Hamim, SH dan Rekan, dengan nomor laporan : LP/237/III/Polda Lampung/SPKT Res Lam Ut tanggal 20 Maret 2018.(Tamat)