*Ardiansyah
Dalam ranah politik, usia bukanlah indikator utama bagi seseorang untuk menjadi penentu arah kebijakan. Pada prinsipnya, kecerdasan intelektual (IQ) berbaur dengan kecerdasan emosional (EQ) merupakan pondasi yang mutlak dimiliki seseorang guna memegang tampuk kepemimpinan. Seseorang yang berusia muda identik dengan energi yang masih bergelora, produktif, kreatif, juga inovatif.
Secara historis, banyak tokoh di negeri ini yang mampu mengguncang panggung politik dunia di usia yang terbilang masih belia. Sebut saja Ir. Soekarno dan Mohd. Hatta. Kedua tokoh penting dalam sejarah Kemerdekaan RI tersebut tercatat masih dalam usia 29 dan 30 tahun pada saat membacakan teks Proklamasi, 17 Agustus 1945.
Selain itu, terukir juga dalam sejarah Kemerdekaan Republik Indonesia, para aktifis pergerakan dan elit politik yang ketika itu kisaran usia mereka antara 20-25 tahun mendorong Proklamator RI guna memproklamirkan kemerdekaan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selain kedua Proklamator RI tersebut, Hamengkubuwono IX dinobatkan sebagai raja menginjak usia 28 tahun. Lalu, Sutomo ketika mendirikan organisasi Budi Utomo masih berusia 20-an tahun. Sutan Sjahrir, pada usia 21 tahun menggagas Himpunan Pemuda Nasionalis. Juga Tan Malaka tokoh pergerakan yang piawai menggerakkan massa dan Bung Tomo pejuang yang melawan penjajah dengan gagah berani, juga termasuk dalam barisan pemuda Indonesia yang tangguh.
Namun sayangnya, pemikiran tersebut berbanding terbalik jelang Pilkada Lampura 2018 mendatang. Bursa bakal calon kepala daerah di Kabupaten Lampung Utara tercatat hanya diikuti oleh satu kontestan berusia muda yang tak lain Bupati Lampura saat ini. Selebihnya, tidak nampak sejumlah nama yang terbilang masih cukup muda ikut berkompetisi guna meraih kursi BE 1 J.
Meski begitu, diawal tahapan penjaringan bakal calon bupati dan wakil bupati melalui jalur partai politik, muncul sejumlah nama yang terbilang masih muda usia. Track record (rekam jejak) mereka dalam hal memimpin suatu organisasi, baik itu organisasi kemasyarakatan (ormas) maupun asosiasi dan perusahaan ternama di Provinsi Lampung, dapat dijadikan modal berharga guna memimpin daerah di Kabupaten Lampung Utara.
Sekedar menyoroti; salah satu kandidat yang ketika itu popularitasnya cukup menanjak sebagai salah satu Balonwabup Lampura, ialah Arizo Fhasha Wilian Abung. Begitu cepatnya popularitas Arizo ketika itu bukannya tanpa sebab dan keniscayaan. Jiwa leadership (kepemimpinan) Arizo telah teruji dalam beberapa ormas dan asosiasi yang berpengaruh di Prov. Lampung serta Kab. Lampung Utara, sebagai tanah kelahirannya.
Bersama Asosiasi Pariwisata (ASITA) Prov. Lampung yang dipimpinnya, Arizo Fhasha Wilian Abung melakukan nota kesepahaman (MoU) dengan Kab. Pesawaran. Kesepakatan yang dijalin kedua belah pihak dalam hal pengembangan sektor pariwisata.
Dengan sejumlah pengalaman Arizo di bidang pariwisata (diketahui saat ini menduduki jabatan sebagai Wakil Ketua Bidang Pariwisata KADIN Prov. Lampung dan Ketua DPD ASITA Prov. Lampung) serta latar belakang pendidikan yang diraihnya di ISIP Unpas Bandung membuat orang nomor satu di Bumi Andan Jejama tersebut ‘kepincut’. Belum lagi sederet jabatan penting pada ormas/OKP, prestasi dan buah karya yang sudah dihasilkan lelaki kelahiran 22 Juni ini.
Akan tetapi, potensi yang dimiliki Arizo pada kenyataannya belumlah mampu memberikan warna baru dalam atmosfer Pilkada Lampura 2018 mendatang yang semakin memanas. Seiring waktu, popularitas Arizo Fhasha Wilian Abung bagaikan ‘gelembung sabun’. Bahkan, dirinya harus tersingkir dari arena percaturan bursa Balonwabup Lampura.
Terkait dengan hal tersebut, dalam setiap momen politik, pemilih pemula menjadi salah satu basis raihan suara potensial yang akan disentuh setiap kontestan. Pada pesta demokrasi Pilkada Lampura 2018 mendatang, penulis menilai kontestan yang mampu merebut simpati pemilih pemula dipandang mampu memenangkan kompetisi demokrasi tersebut. Dengan alasan, jumlah pemilih pemula di Lampura saat ini memiliki angka yang cukup signifikan. (Penulis adalah koresponden media Sinar Lampung)