Bandar Lampung (SL)-Warga Pekon Buaynyerupa, Kecamatan Sukau, Kabupaten Lampung Barat resah akibat maraknya tambang pasir yang merusak lingkungan. Banjir dan longsor yang paling dirasakan warga. Karena keluhan yang tidak pernag direspon, par petani berunjukrasa, Selasa 12 Oktober 2021.
Dalam unjukrasa, massa kalangan petani di wilayah itu mendesak aktivitas tambang pasir di wilayah mereka itu ditutup karena telah memberikan dampak terhadap kerusakan lingkungan. Massa membentangka poster dengan beragam tulisan diantaranya “Banjir Datang, Pangkalan Senang. Sekam (Kami) Miwang (menangis)”, “Stop Galian C” dan beberapa tulisan sebagai bentuk protes.
Orator unjukrasa, Hermanto mengatakan bahwa masyarakat yang terdampak aktivitas tambang pasir di wilayah Pemangku Negeriratu Tengah meminta agar penambangan pasir tersebut ditutup. “Karena jelas ada pelanggaran kesepakatan yang telah dibuat secara tertulis, salah satunya masuknya alat berat (excavator,red) di lokasi penambangan pasir ini,” katanya.
Padahal, lanjut dia, sebelumnya masyarakat dan pengelola tambang pasir telah mentoleransi dengan membuat dua kali kesepakatan yang telah dilakukan pada tanggal 19 april 2021, yang juga diketahui Pemerintah Kecamatan Sukau dan Peratin Buay Nyerupa serta ditandatangani di atas Materai oleh pengelola tambang pasir.
“Bahwa pihak pengelola bersedia untuk segera mengeluarkan alat berat Excavator dari lokasi dan apabila dilanggar akan diberi tindakan lebih lanjut,” katanya.
Selanjutnya, pada tanggal 08 juni 2021 diadakan kesepakatan yang kembali diketahui oleh Peratin Buaynyerupa yang isinya pengelola pasirhanya diperbolehkan menggunakan satu unit mesin penyedot pasir dan tidak menggunakan alat berat jenis apapun.
“Sementara bisa kita lihat bersama, saat ini ada tiga mesin penyedot pasir yang beroperasi. Ditambah ada alat berat di lokasi penambangan. Artinya, kesepakatan yang ada sudah dilanggar sehingga jika tambang pasir ini tidak ditutup maka kami akan melanjutkan tuntutan kami kepada Pemkab Lambar dan DPRD Lambar untuk memberikan tindakan,” imbuhnya.
Sementara itu, berdasarkan surat keterangan yang disampaikan secara tertulis melalui media, masyarakat menuntut pangkalan tambang pasir dengan alasan karena selama bertahun-tahun kegiatan tambang pasir itu berdampak terhadap kerusakan bagi area lahan persawahan warga.
Banyak area persawahan warga yang selain longsor akibat tergerus air juga banyak sumber air sawah yang gantung akibat air semangkin mendalam dari permukaan.
Selanjutnya manfaat dari tambang pasir tersebut hanya memperkaya diri sendiri tanpa memikirkan sebab akibat yang dihasilkan. Sehingga dalam tuntutannya masyarakat mendesak agar selain dilakukan penutupan penambangan pasir itu.
Para petani juga meminta Bupati Lambar Hi. Parosil Mabsus untuk turun langsung meninjau ke lokasi dan menghitung kerugian masyarakat selama kegiatan penambangan berlangsung.
Perlu diketahui oleh Pemerintah bahwa kehidupan masyarakat Pekon yang terdampak khususnya 85 % bergantung dari hasil persawahan ini. Apalagi areal persawahan itu merupakan warisan dari generasi ke generasi dan menjadi tempat menggantungkan kehidupan masyarakat setempat.
Camat Sukau, Hadi Sutanto mengatakan pihaknya akan berkoordinasi lebih lanjut dengan Pemkab Lambar untuk memfasilitasi tuntutan masyarakat. Sambil menunggu tindak lanjut, pihaknya menghimbau masyarakat agar bersabar dan tetap menjaga situasi agar kondusif serta menghindari hal-hal yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain.
“Jadi terkait tuntutan ini akan kami koordinasikan lebih lanjut ke pemkab, dan sementara kami minta warga bersabar. Dan kami berterimakasih karena aksi ini berjalan dengan damai dan tertib. Namun harapan kami aksi ini cukup kali ini saja untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, terlebih lagi kita semua disini bersaudara, berada pada satu wilayah yang sama sehingga tetap kedepankan musyawarah mufakat,” katanya. (Red)