Metro (SL) – Johanes, warga Jalan Banteng 22 Hadimulyo Timur, akhirnya menghembuskan napas terakhirnya di rumah. Dalam kondisi kritis, Johanes sempat berkeliling rumah sakit untuk bantuan darurat. Ayah dan ibunya panik, setelah rumah sakit andalan di Kota Metro, yaitu RSUD A Yani menolak Johanes dengan alasan tidak ada oksigen, Senin 19 Juli 2021 lalu.
Demi melihat Johanes yang terus kesulitan bernapas, kedua orang tuanya kemudian membawa Johanes ke RS Mardi Waluyo Metro Barat. Namun jawaban rumah sakit itu sama, yaitu ruang isolasi penuh, oksigen habis. Johanes yang punya riwayat sesak napas itu, akhirnya kembali dibawa pulang kerumah.
Sesampai di rumah, keluarga masih berusaha untuk menyelamatkan Johanes dengan mencarikan oksigen untuk putra mereka yang saat itu sudah mulai sekarat. Orang tua Johanes berusaha mendapatkan oksigen, harapan terakhir di RS Muhamadiyah Metro Barat. Namun saat dalam perjalanan, dikabarkan Johanes sudah menghembuskan napas terakhirnya.
Pasca kasus Johanes, Wali Kota Metro Wahdi Sirajuddin menegaskan bahwa merupakan kewajiban pemerintah untuk melindungi masyarakat dari berbagai macam bencana salah satunya adalah bencana non alam ñandemi covid-19.
“Tugas pemerintah untuk melindungi masyarakat apapun yang terjadi,” kata Wahdi, Jumat, 30 Juli 2021.
Terkait adanya pasien suspek covid-19 yang meninggal di luar rumah sakit, menurut Wahdi rumah sakit se-Kota Metro sudah menjalankan pelayanan medis sesuai dengan standar prosedur operasional (SOP) yang ada bahkan rumah sakit bekerja lebih keras lagi dalam penanganan Covid-19 ini.
“Saya tekankan tidak ada penolakan pasien apapun di rumah sakit (RS) yang ada di Kota Metro. Untuk keterbatasan oksigen tentunya sudah menjadi masalah nasional, sehingga masyarakat harus bijaksana dalam memahami keperluan oksigen ini,” katanya.
Salahkan Oksigen?
Direktur Rumah Sakit A Yani dr Hartawan, membenarkan terkait nama pasien Johanes. Hartawan menyatakan bukan menolak pasien, tetapi kondisi RS yang tidak memungkinkan untuk merawat pasien. Hal itu diungkapakn dr Hartawan, saat konfrensi pers, Jumat 30 Juli 2021) di aula RS A Yani Kota Metro
“Dengan kondisi saat itu memang betul ada kejadian itu. Bukan penolakan tapi penjelasan, pada saat itu yang ke satu pasien covid-19 penuh. Yang kedua kondisi oksigen betul-betul kritis, bahkan saat itu ada tiga pasien yang belum mendapatkan oksigen,” kata Hartawan.
“Karena kondisi pada saat itu betul-betul kosong atau nol. Saat itu di ruang isolasi ada 43 pasien covid dan oksigen yang terpakai ada 44. Terus terang oksigen ini betul-betul berlomba, kami ada dua rekanan ada di Bandar Jaya dan di Lampung Tengah, dan saat ini kita masih lakukan kontrak MOU dengan dua pihak ketiga tersebut,” katanya.
Menurut Hartawan, pada saat kejadian pasokan oksigen dari Natar mengalami keterlambatan.
“Pada saat kejadian oksigen di Natar stoknya memang banyak oksigennya, tetapi pada saat itu yang harusnya jam 10 pagi maksimal jam 11 pagi datang, karena ada demo masyarakat berebut meminta jatah oksigen di perusahaan itu, nah akhirnya truk-truk yang MOU dengan rumah sakit itu tidak bisa keluar, karena oksigennya diminta dengan keluarga-keluarga yang membutuhkan oksigen,” katanya.
“Dengan kondisi tersebut kita memiliki dua pilihan, satu apakah pasien bisa menerima dengan kondisi dia butuh oksigen, kalau kita terima tentu tidak mendapatkan oksigen. Jadi apakah kita tidak terima dengan kondisi tidak ada oksigen atau kita terima dengan kondisi tidak ada oksigen, terus terang saat itu pasien kita ada 70 pasien dan kondisi oksigen yang tersegel kosong. Jadi bukan menolak sebenernya, itu kronologis yang pertama,” katanya.
Rumah Sakit A Yani Kota Metro, yang notabene RS Pemerintah Kota Metro itu mengaku kesulitan oksigen, karena rekanan tidak mampu lagi menyuplai kebutuhan 400 tabung, atau 6 tabung untuk satu pasien. Untuk memenuhi kebutuhan itu, RS A Yani meminta bantuan oksigen CSR dari Pusri Palembang.
“Kita saat ini dalam status darurat oksigen Untuk pasien RS A Yani. Hal ini disebabkan adanya Insiden tempo hari di Lampung Tengah dan menyebabkan terhambatnya pengiriman oksigen ke Rumah Sakit A Yani. Kami juga bingung untuk mencari solusinya harus bagaimana,” kata dr Hartawan.
Menurut dr Hartawan saat ini, pihaknya jemput bola meminta bantaun oksigen CSR PT Pusri dari Palembang. “Kami sampai jemput bola untuk meminta bantuan CSR dari Pusri Palembang untuk oksigen ini, biarpun kami sudah memiliki rekanan namun mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen kami,” kata Hartawan.
Hartawan menjelaskan hal itu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan oksigen untuk RS, dan pelayanan pasien covod-19. “Kebutuhan kami dalam sehari adalah 400 oksigen, sementara untuk 1 orang pasien covid adalah 6 tabung oksigen yang di butuhkan,” katanya.
“Dan persoalan kebutuhan oksigen ini sudah menjadi persoalan nasional. Bukan hanya rumah sakit ini saja yang kekurangan oksigen. Namun hampir semua rumah sakit kekurangan oksigen,” katanya. (Jun)