Lampung Timur (SL)-Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) PGRI 1 Labuhan Ratu Lampung Timur diduga melakukan pungutan liar (pungli) terhadap orangtua atau wali siswa-siswi. Modusnya, Saparyanto Ketua Komite bersekongkol dengan Mis Kepala Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) 1 di Kabupaten Lampung Timur beserta Mar Ketua Tim Pelaksana Pembangunan, yang diduga terlibat menyimpangkan Bantuan Pemerintah untuk Pembangunan ruang praktik siswa (RPS) tahun 2018 lalu.
Sap menjadi Ketua Komite SMK PGRI 1 sejak tahun 2000 sampai dengan sekarang, melakukan pungli atas lebih kurang 550 orang siswa-siswi mulai dari kelas X, XI dan kelas XII dengan nilai sebesar Rp3,7 – Rp 4,7 juta persiswa-siswi pertahun. “Untuk biaya kebutuhan dewan guru, seragam, sarana prasarana dan lihat kebutuhan sekolah, untuk bangun ruang 2 lokal tahun 2017, bangun ruang 2 lokal tahun 2018 dan bangun ruang 2 lokal tahun 2019,” kata Sap aryanto, Ketua Komite dirumahnya.
Ketua Komite SMK PGRI 1, Saparyanto mengaku tidak mengetahui apabila mendapatkan bantuan ruang praktik siswa (RPS) tahun 2018, maka setiap tahun pihaknya melakukan pungli untuk biaya pembangunan ruang kelas belajar (RKB). “Setau saya, belum pernah dapat bantuan ruang kelas belajar (RPS) selama ini, SK, Cap, semua laporan (dana BOS dan RKB/RPS) untuk Komite ada di sekolah, jumlah murid 500-an, ditarik Rp3,7 juta semuanya (tingkatan) sama untuk uang komite dan ada pendaftaran,” Jelas Ketua Komite.
Orang tua dari siswa kelas 10 RH (38) Desa Raja Basa Lama Induk menyampaikan keluhannya tentang pembayaran begitu besar dan setiap rapat tidak pernah di kasih selebaran rincian pembayaran, hanya saja di jelaskan melalui proyektor. “Kemarin anak saya masuk melalui tes dan sudah masuk di pinta sebesar Rp4,7 juta rupiah untuk pembayaran dalam 1 tahun, dalam rapat komite sekolah, di sana sudah ada Kepala Sekolah dan Ketua Komite,” Kata orang tua.
Walaupun bisa di cicil dalam tahapan pembayaran, lanjut RH tidak sebanding dengan hasil eknomi. “Kami hanya pekerja buruh di PT. Gajinya pun tidak menentu dan hanya cukup makan sehari hari. Menyekolahkan anak-anak kami, adalah bagian dari perjuangan hidup, karena gaji di PT. hanya berkisar Rp81.000 ribu/hari. Namun dalam 30 hari itupun tidak penuh, paling rata-rata kerja 22 – 25 hari,” katanya.
Hal senada di lontarkan orangtua atau wali siswa-siswi SMK PGRI 1, Pak Min (45) sebagai buruh kasar mengeluhkan tentang indikasi pungli yang dilakukan oleh Sap Ketua Komite dan Mis Kepala SMK PGRI 1 tempat anak mereka melakukan kegiatan belajar mengajar (KBM).
“Dulu, waktu anak saya masih kelas 1 disuruh bayar Rp2, 850, 000. dan sekarang kelas 2 bayar 2, 920, 000, anak tetangga saya malah bayarannya sampe Rp4,5 juta. Saya bayar nyicil disuruh lewat bank Rp1,7 juta untuk biaya seragam olahraga, batik, seragam praktek. Rp1,1 juta untuk komite setahun,” Keluh orangtua siswi kelas XI ketika dimintai keterangan, pukul 14.00 WIB dirumahnya.
“Biaya untuk kunjungan industri di Bandar Lampung bayar Rp300 ribu lagi, pada waktu kumpulan nggak pernah bahas dana BOS dan RPS, nggak tau berapa nilainya. Saya sebenarnya juga merasa penasaran, ada bantuan dari Pemerintah tapi apa bentuknya nggak tau, padahal anak saya dapat KIP sedangkan saya cuma buruh”. Paparnya.
Bukannya Rp3,7 juta pungutan yang dilakukan oleh Ketua Komite dan Kepala SMK PGRI 1, melainkan sebesar Rp4,5-Rp4,7 juta pertahun khususnya untuk siswa-siswi kelas X sebagai peserta didik baru tahun ajaran 2019/2020. “Bukanya 4,5 juta tapi 4,7 juta, untuk biaya yang ikut jalur tes 4,7 juta dan yang pakai jalur undangan 4,5 juta, untuk anak saya yang baru masuk kelas satu biayanya 4,7 juta, sedangkan kami baru bayar 600 ribu lewat bank fajar, gimana nggak dicicil kerjanya cuma buruh, kerja di PT. aja nggak”. Keluh orangtua siswi kelas X.
SEmentara menurut Mis, pengadaan alat praktik RPS diduga menggunakan anggaran sekolah atau hasil pungli karena Bantuan RPS dari Pemerintah tanpa disertai peralatan praktik, tenaga kependidikan terlibat pengadaan pakaian seragam.
Sap menjabat Ketua Komite sampai sembilan belas tahun lamanya, antara Sap Ketua Komite dan Mis Kepala SMK PGRI 1 dan Mar Ketua Tim Pelaksana Pembangunan RPS diduga bersekongkol melakukan pungutan liar (pungli). Selain itu juga tidak transparan dalam pemanfaatan dan penggunaan dana bantuan Pemerintah untuk Pembangunan RPS serta tidak transparan dalam pemanfaatan dan penggunaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) sehingga orangtua atau wali siswa-siswi tidak mengetahui.
Diketahui didunia Pendidikan, sudah di atur dalam ketentuan peraturan perundang undangan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Kuasa Pengguna Anggaran Satuan Kerja Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Nomor 075/D5.4/KU/2018 tentang Petunjuk Pelaksanaan Bantuan Pemerintah Pembangunan Ruang Praktik Siawa (RPS) SMK Tahun 2018 dan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah.
Sehingga, terindikasi berakibat merugikan Pemerintah dan terjadi kerugian ditengah kehidupan sosial masyarakat khususnya bagi para orangtua atau wali siswa-siswi sebab Pemerintah telah memberikan bantuan operasional sekolah (BOS) Rp. 1,6 juta persiswa SMK pertahun, guna meringankan beban para orangtua atau wali siswa-siswi. (Wahyudi)