Pesawaran, sinarlampung.co – Di tengah gencarnya upaya pemerintah menurunkan angka stunting di Indonesia, sebuah dugaan praktik korupsi mencuat dari Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Triga Nusantara Indonesia (Trinusa) DPD Lampung mengungkap adanya kejanggalan dalam pengelolaan anggaran program penanganan stunting yang dijalankan oleh Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat selama tahun anggaran 2022 hingga 2023.
Sekretaris Jenderal Trinusa, Faqih Fakhrozi, menyatakan bahwa temuan tersebut didasarkan pada hasil analisis menyeluruh terhadap data anggaran, realisasi program, serta pantauan lapangan. Hasilnya menunjukkan ketidaksesuaian antara besaran dana yang digelontorkan dan dampak nyata di masyarakat.
“Yang kami temukan adalah adanya alokasi dana dalam jumlah besar, tetapi angka stunting justru meningkat. Ini bukan hanya soal kegagalan program, tapi ada indikasi kuat penyimpangan anggaran,” tegas Faqih.
Menurut data yang dihimpun Trinusa, pada tahun 2022, Dinkes Pesawaran menerima anggaran penanganan stunting sebesar Rp37,62 miliar, dengan realisasi Rp28,04 miliar. Namun, prevalensi stunting justru meningkat dari 17,6% (2021) menjadi 25,1% (2022). Angka ini menandakan tidak tercapainya tujuan program meskipun dana yang digelontorkan sangat besar.
Trinusa juga mengungkap sejumlah indikasi penyimpangan lainnya, mulai dari penganggaran yang tidak melalui rembuk stunting, yang seharusnya menjadi acuan intervensi hingga pelaksanaan kegiatan yang tidak menyasar desa dengan kasus stunting tinggi. Bahkan, sistem pelaporan elektronik data gizi (e-PPGBM) ditemukan dalam kondisi berantakan, dengan banyaknya data salah input atau tidak diverifikasi.
“Proyek-proyek seperti sanitasi dan air bersih justru dibangun di desa yang bukan lokus stunting. Pendampingan untuk calon pengantin dan ibu hamil, yang merupakan program prioritas nasional, dilaporkan ada tapi faktanya minim di lapangan,” ujar Faqih.
Trinusa menilai bahwa pola penyimpangan ini mengarah pada dugaan modus korupsi sistematis, mulai dari manipulasi perencanaan anggaran, pengadaan proyek fiktif, mark-up harga pengadaan barang dan jasa, hingga pelaporan kegiatan yang tak pernah terlaksana.
Atas temuan tersebut, Trinusa menilai telah terjadi pelanggaran terhadap sejumlah regulasi, antara lain Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
LSM Trinusa pun mengajukan tiga tuntutan utama:
1. Audit investigatif oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menelusuri aliran dana program.
2. Pemeriksaan hukum oleh Kejaksaan Tinggi Lampung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
3. Keterbukaan informasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten Pesawaran mengenai realisasi program dan penggunaan anggaran.
“Anggaran ratusan miliar seharusnya berdampak langsung bagi anak-anak dan ibu hamil di daerah rawan stunting. Jika tidak, berarti ada yang salah, dan itu harus diungkap,” pungkas Faqih. (Mahmuddin)