Jakarta, Sinar lampung.co– Tim kuasa hukum pasangan suami istri Angga Ferdiansyah dan Winnie Aries Husada, Founder Rumah Sambal Seruwit resmi melaporkan oknum penyidik Unit 1 Resum Satreskrim Polres Pesawaran ke Karo Wassidik Bareskrim Polri. Laporan tersebut terkait dugaan penyalahgunaan wewenang (abuse of power) dalam penanganan kasus klien mereka.
Menurut keterangan Moehammad Ali, S.H., M.H., selaku kuasa hukum, penanganan perkara yang menjerat Angga dan Winnie dinilai sarat keberpihakan dan mengabaikan prinsip keadilan. Keduanya dilaporkan oleh Desti, pemilik grup musik organ tunggal Syila Musik, atas tuduhan perampasan barang disertai kekerasan.
“Sejak awal, proses yang dijalankan penyidik Unit 1 Resum Satreskrim Polres Pesawaran tampak diskriminatif dan tidak mengindahkan fakta hukum yang ada,” ujar Ali kepada wartawan.
Ali menjelaskan bahwa kasus bermula dari tawaran kerja sama konser musik berbayar di Jakarta Barat. Desti meminta modal Rp130 juta kepada Angga dan Winnie dengan iming-iming pemberian fee sebesar 15 persen dari modal pokok setelah konser selesai. Namun, menurut Ali, janji tersebut tidak dipenuhi.
“Setelah konser selesai, janji pengembalian fee tidak ditepati dengan berbagai alasan,” jelasnya.
Akibat ketidakjelasan tersebut, kliennya menuntut pengembalian modal. Kedua belah pihak lalu sepakat untuk membuat perjanjian tertulis, di mana Desti menjaminkan alat musiknya kepada Angga dan Winnie hingga uang dikembalikan. Ali menegaskan, proses penyerahan alat musik tersebut berlangsung damai tanpa unsur paksaan maupun kekerasan.
Namun demikian, Desti kemudian melaporkan pasangan tersebut ke polisi dengan tuduhan perampasan. Laporan ini tercatat dalam LP/B/7/I/2025/SPKT/POLRES PESAWARAN/POLDA LAMPUNG. Anehnya, menurut Ali, laporan serupa juga diajukan di dua polres berbeda dengan objek bukti yang sama.
“Lebih parah lagi, alat musik yang menjadi barang titipan dipindahkan ke Polres Pesawaran tanpa persetujuan klien kami. Kami kecewa karena alat tersebut bahkan masih digunakan tampil di platform media sosial TikTok,” imbuhnya.
Ali menilai tindakan penyidik tidak hanya menciderai keadilan, tapi juga memperburuk citra institusi Polri di mata publik. Ia meminta Karo Wassidik Bareskrim Polri untuk segera memeriksa oknum penyidik yang diduga melanggar kode etik.
“Kalau ini dibiarkan, kepercayaan publik terhadap Polri akan semakin runtuh,” tegas Ali.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa tindakan para penyidik tersebut melanggar sejumlah ketentuan, antara lain Kode Etik Profesi Polri sesuai Perkapolri Nomor 14 Tahun 2011 serta UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Sebagai aparat penegak hukum, kata Ali, seharusnya polisi berfungsi untuk melindungi dan mengayomi masyarakat. Namun, tindakan oknum-oknum tertentu justru memperlebar jurang ketidakpercayaan publik terhadap institusi tersebut.
“Kasus ini harus menjadi momentum bagi Polri untuk membenahi perilaku aparatnya. Moralitas dan disiplin harus diperkuat agar wajah Polri kembali dihormati dan dipercaya masyarakat,” tutupnya. (S. Kheir/*)