Oleh: Juniardi
Otoritas Jasa Keuangan atau OJK lahir dengan salah satu tujuan adalah untuk mengatasi kompleksnya sistem keuangan global. Dimana sebuah negara sepakat memerlukan sebuah lembaga yang memiliki tugas dan peran untuk melakukan pengaturan dan pengawasan. Pasca lahir, peran utama OJK adalah melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan yang terkait dengan industri jasa keuangan, seperti perbankan, asuransi, dan pasar modal.
OJK harus melakukan pengawasan terhadap kegiatan-kegiatan tersebut agar tidak menimbulkan risiko sistemik yang dapat mengganggu stabilitas dan keamanan sistem keuangan Indonesia. Karena Sistem keuangan menjadi salah satu bagian terpenting dari sistem perekonomian suatu negara. OJK akan memastikan bahwa sistem keuangan dapat berjalan dengan sehat dan aman.
Dalam melakukan pengawasan OJK tentu tidak hanya melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan mengawasi, tetapi juga memperbaiki dan meluruskan sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan rencana.
Kita ketahui OJK juga bertanggung jawab dalam memberikan izin usaha kepada lembaga keuangan yang ingin beroperasi di Indonesia, serta melakukan pengawasan terhadap kepatuhan lembaga keuangan tersebut terhadap peraturan dan ketentuan yang berlaku. Selain itu, OJK juga memiliki tanggung jawab dalam mengembangkan dan memperkuat infrastruktur sistem keuangan, seperti pengembangan sistem pembayaran elektronik dan sistem penyelesaian transaksi.
Dalam era digitalisasi ini, sistem pembayaran elektronik menjadi semakin penting, sehingga OJK berperan dalam pengembangan sistem tersebut untuk memastikan keamanan dan keandalannya. Selain itu, OJK juga berperan dalam memperkuat sistem penyelesaian transaksi, sehingga transaksi keuangan dapat dilakukan dengan cepat dan aman.
OJK juga memiliki peran dalam mengambil tindakan preventif dalam mengatasi potensi krisis keuangan yang mungkin terjadi di masa depan. OJK melakukan pengawasansecara ketat terhadap lembaga keuangan, melakukan pengujian terhadap kinerja lembaga keuangan, serta melakukan evaluasi terhadap risiko-risiko yang mungkin terjadi di masa depan.
Dalam menjalankan tugas, tentu OJK tidak sendiri, tetapi juga bekerja sama dengan lembaga-lembaga terkait lainnya, seperti Bank Indonesia dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Menteri Keuangan, hingga Presiden.
Maraknya Judi Online
Judi online, yang kini sedang menjadi perhatian publik, hingga negara harus turun tangan. Bahkan presiden memerintahkan jajaran penegak hukum untuk melakukan tindakan tegas. Karena Judi Online tidak hanya menyediakan hiburan, tetapi juga menghadirkan risiko serius bagi kesehatan dan kehidupan seseorang.
Beberaoa resiko yang dilangsir tirto.id, menyebutkan beberapa dampak negatif akibat judi online, yaitu Kesehatan Mental yang Terancam. Karena kecanduan judi online dapat menyebabkan stres berat, kecemasan, bahkan meningkatkan risiko bunuh diri.
Selain itu, dampak emosional yang Mendalam: Terlibat dalam judi online dapat memicu depresi yang dalam dan masalah emosional lainnya. Ada risiko kriminalitas, yaitu beberapa individu terlibat dalam tindakan kriminal untuk memenuhi kebutuhan perjudian mereka, membahayakan diri sendiri dan orang lain.
Kencanduan Judi Online, dapat mengancam data pribadi, karena rentan terhadap penyalahgunaan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, meningkatkan risiko identitas dicuri atau disalahgunakan. Perjudian online sering kali merusak hubungan baik dengan keluarga dan teman, karena terkonsentrasi pada aktivitas judi.
Bagi pelajar, kecanduan judi dapat mengganggu fokus dan kinerja di tempat kerja atau sekolah, berdampak negatif pada masa depan pendidikan dan karier. Kemudian ancaman terhadap keberlanjutan Finansial. Karena upaya mendapatkan dana untuk berjudi dapat mendorong individu ke praktik-praktik ilegal atau tidak etis. Kecanduan judi online, juga akan merugian karena bisa mengarah pada kebangkrutan dan ketidakstabilan ekonomi yang serius.
Judi online, menggunakan transaksi digital. Didalamnya ada transaksi yang melibatkan perbankkan. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkap faktor-faktor yang membuat judi online (judol) terus meningkat. Salah satunya para pelaku melakukan pemasaran menggunakan influencer dan memodifikasi permainan jadi lebih sederhana.
Menurut Kapolri, Modus-modus yang dilakukan oleh kelompok pelaku judi online, mulai dari proses pemasarannya yang kemudian memanfaatkan influencer, backlink situs pemerintah, broadcast, dan promosi di media sosial, dengan model pembayaran menggunakan rekening, dan kini bergeser menggunakan payment gateway, QRIS dan e-wallet, hingga menggunakan crypto.
Transaksi yang awalnya nominal menengah ke atas saat ini mulai bergeser dari masyarakat menengah ke bawah, yang tadinya Rp100 ribu sampai Rp1 juta, saat ini berkembang dengan angka transaksi Rp10 ribu juga bisa ikut bermain judi online sehingga ini menyebabkan penyebaran dari pelaku atau masyarakat yang kemudian addict terhadap judi online.
Data kepolisian, sejak 2020 hingga saat ini, sudah ada lebih dari 9 ribu orang jadi tersangka judol, dan puluhan ribu situs ditake-down.
Peran OJK
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan bahwa OJK konsisten melakukan berbagai upaya sesuai dengan kewenangan OJK dalam pemberantasan judi online. Upaya OJK yang telah dilakukan antara lain memerintahkan bank untuk memblokir lebih dari 6.000 rekening yang diindikasikan terkait dengan transaksi judi online.
OJK meminta bank melakukan Enhance Due Diligence (EDD) atas nasabah yang terindikasi terkait transaksi judi online dan melaporkan transaksi tersebut sebagai Transaksi Keuangan Mencurigakan kepada PPATK. Kemudian, jika dari hasil EDD terbukti nasabah melakukan pelanggaran berat terkait judi online, perbankan dapat membatasi bahkan menghilangkan akses nasabah tersebut untuk melakukan pembukaan rekening di bank (blacklisting).
Aktivitas perjudian merupakan salah satu Tindak Pidana Asal sesuai UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. OJK bersama Perbankan terus berupaya untuk meningkatkan efektivitas penerapan program Anti Pencucian Uang, Pencegahan Pendanaan Terorisme, dan Pencegahan Pendanaan Proliferasi Senjata Pemusnah Massal (APU, PPT dan PPPSPM).
OJK juga memantau upaya Perbankan untuk merespons tantangan dalam pemberantasan judi online melalui penguatan fungsi satuan kerja APU, PPT dan PPPSPM serta satuan kerja Anti-Fraud, mengintensifkan upaya meminimalisir terjadinya praktek jual beli rekening, serta meningkatkan dan mengoptimalkan penggunaan Teknologi Informasi dalam mengidentifikasi tindak kejahatan ekonomi termasuk judi online.
Selanjutnya perbankan juga telah melakukan berbagai upaya untuk meminimalisir pemanfaatan rekening bank terkait transaksi judi online, antara lain dengan menindaklanjuti permintaan OJK untuk melakukan pemblokiran rekening, mengatasi praktek jual beli rekening, menyesuaikan parameter transaksi sehingga dapat menjaring transaksi dalam nominal kecil seperti yang banyak terjadi pada transaksi judi online yang dapat dimulai dari nominal Rp10.000, melakukan web crawling dan berkoordinasi dengan Kominfo untuk menutup website judi online, serta memantau aktivitas transaksi lintas batas negara.
OJK beserta 35 Kantor OJK yang berlokasi diseluruh tanah air telah melakukan kampanye masif tentang pencucian uang berkerjsama dengan perbankan dan pihak terkait. OJK memandang bahwa edukasi publik terkait dengan judi online perlu terus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya judi online bagi masyarakat.
Selanjutnya OJK juga telah melakukan koordinasi dengan para pimpinan perbankan untuk menekankan komitmen manajemen dalam melakukan pemberantasan judi online baik secara internal dan eksternal. Penanganan judi online harus dilakukan secara bersama oleh Aparat Penegak Hukum dan Kementerian atau Lembaga terkait sebagaimana tujuan dari pembentukan Satgas Pemberantasan Perjudian Daring melalui Keppres No. 21 Tahun 2024.
OJK sebagai bagian dari Satgas Perjudian Daring akan terus berkoordinasi dengan Lembaga Pengawas Pengatur (LPP) dan Kementerian/Lembaga lain termasuk untuk merespons penggunaan kanal sistem pembayaran untuk judi online dalam rangka meningkatkan efektivitas penerapan program APU, PPT dan PPPSPM.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah meminta pemblokiran terhadap 8.000 rekening bank yang terkait judi online (judol), termasuk rekening penampungan dana judol. Rekening terkait judol termasuk rekening penampungan dana judi daring tersebar di berbagai bank, dalam upaya pembiayaan untuk judol OJK juga telah meminta bank dan institusi keuangan lainnya melakukan EDD, diperluas atau diperdalam atas nasabah terindikasi judi daring dan analisis kemudian dilaporkan sebagai indikasi ke PPATK.
OJK juga meminta perbankan memperketat penerapan anti pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme (APU TPP), salah satunya dengan mengidentifikasi tindak mencurigakan dan menghimbau langkah mitigasi serta meminta bank melakukan customer due diligence sesuai ketentuan berlaku.
Kemudian OJK bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) antara lain fokus melakukan identifikasi serta berupaya mempersempit ruang gerak fasilitator judi online, dan membekukan aset dalam bentuk rekening. Namun demikian, proses analisis baik bank maupun OJK terus melakukan pemeriksaan dan apabila ditemukan rekening termasuk pemain judol deposit maka rekening tersebut dilaporkan ke PPATK. Terakhir OJK senantiasa menghimbau bank melakukan sosialisasi risiko jual beli rekening, mengingat pembuatan rekening mencurigakan maupun transaksi wajib dilaporkan ke PPATK. ****
Penulis adalah Pemimpin Redaksi sinarlampung.co