Bandar Lampung, sinarlampung.co – Pesan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada peresmian revitalisasi Pasar Pasir Gintung Kota Bandar Lampung pada 26 Agustus 2024 lalu dan harapan terciptanya tata kelola yang baik, kerapian dan kebersihan pasar nampak diabaikan oknum nakal yang mencari keuntungan. Sehingga hal ini berdampak pada tata kelola pasar yang semrawut.
Oknum UPT Pasar, satpam hingga Paguyuban melakukan praktik pungli dengan cara membackup pedagang yang menepati hamparan dan lost pasar atau pedagang baru untuk dibiarkan turun ke pinggir jalan tepatnya di depan pasar yang diketahui tidak boleh dijadikan lokasi berdagang. Bukan tanpa alasan, penyediaan lapak ilegal oleh oknum terkait diduga ada “imbal balik” berupa pungutan biaya yang musti dikeluarkan para pedagang.
“Kebanyakan kita jualan di situ (pinggir jalan) kalau malam sampe pagi jam 8, kalau pagi kita udah naek keatas lagi. Kalo biaya tiap harinya kita ditarik salar, dan kalo mau dagang disitu (pinggir jalan) bayar Rp4 juta bisa bervariasi juga bayar ke Satpam,” kata salah seorang pedagang yang enggan menyebutkan namanya, Selasa 17 September 2024.
Selain membayar biaya tempat (lapak) yang dilarang alias ilegal tersebut, pedagang juga terpantau harus dua kali bayar perhari senilai Rp2 ribu kepada oknum berpakaian jaket dalaman batik dengan karcis bertuliskan “Jasa Satuan Pengamanan Satpam Pasir Gintung” dan oknum berpakaian biasa tanpa memberikan karcis ke pedagang yang diduga dari oknum paguyuban.
Selain pungutan di pinggir jalan depan pasir gintung, pedagang yang memiliki lost di bangunan pasar Pasir Gintung juga diminta oleh paguyuban uang untuk meja senilai Rp650 ribu. Kemudian, pembagian lost oleh Dinas Perdagangan Bandar Lampung diduga tidak seutuhnya dimiliki oleh pedagang yang memiliki Surat Keterangan Identitas Berdagang (SKIB), akan tetapi terindikasi adanya praktik jual-beli lapak terutama dilantai 1 pintu masuk yang lokasinya strategis.
“Kalo mau dagang di tempat strategis lantai 1 atas basement harus bayar ke orang UPT Pasar, harganya variasi dan kalau mau berdagang harus DP dulu. Makanya di situ (lantai 1) nggak semua yang dagang punya SKIB,” kata sumber lainnya.
Bahkan tak sampai di situ saja, praktik dugaan jual-beli lapak dari hasil bangunan revitalisasi yang telah menelan anggaran Rp38 miliar yang bersumber dari APBN tersebut, diduga turut melelang bagian basement yang jelas peruntukannya untuk parkir kendaran.
“Itu basement sudah di kotak-kotak sampai angka 50 kotak, informasinya kalau mau berdagang disitu harus bayar. Bahkan infonya sampai Rp.80 juta dan bayarnya ke Y Itu orang UPT pasar dan yang beli cuma bayar aja duit dapat tempat dan ngga pake kuitansi,” terangnya.
Lanjutnya, pihak Satpam juga turut melakukan jual-beli tempat dagang di pinggir jalan depan pasar Pasir Gintung dengan harga mencapai Rp15 juta. “Makanya kemarin sempat ada ribut-ribut antara Pol PP yang ingin menertibkan pedagang di pinggir jalan, terlihat kesannya pedagang dibela Satpam makanya pedagang berani melawan,” tuturnya.
Kesemrawutan pasar tak hanya soal pedagang berjualan di pinggir jalan saja, melainkan juga penempatan lahan parkir yang memakan bahu jalan juga semakin menambah amburadulnya kondisi pasar.
Sementara itu, Kepala UPT Pasar Pasir Gintung, Fauzi saat dikonfirmasi sedang tidak berada di tempat dan Yazid yang mengaku sebagai stafnya KAUPT mengatakan jika ada media yang ingin konfirmasi harus satu pintu melalui Kepala Dinas Perdagangan Bandar Lampung.
“Kepala UPT sedang keluar, kalo kawan-kawan media mau konfirmasi satu pintu perintahnya ke Pak Kadis langsung. Kami baik di Ka. UPT maupun sampai tingkat Kabid tidak diperkenankan memberikan statement ke media,”ujarnya. (ER-TM/Red)