Jakarta, sinarlampung.co-Penyidik Direktorat Kriminal Umum (Dittipum) Mabes Polri saat ini tengah menyelidiki laporan yang diajukan oleh tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina. Laporan tersebut terkait dengan dugaan kesaksian palsu yang dapat memengaruhi hasil persidangan.
Kabareskrim Polri, Komisaris Jenderal Polisi Wahyu Widada, menjelaskan bahwa pihaknya masih dalam tahap pengumpulan bahan keterangan. “Kami masih mengumpulkan informasi dan keterangan dari berbagai pihak,” kata Wahyu di Mabes Polri pada Senin 15 Juli 2024.
Menurut Wahyu, bahwa semua keterangan yang telah diperoleh akan diverifikasi secara menyeluruh untuk memastikan keabsahan dan relevansinya dengan kasus yang dimaksud. Proses ini menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa semua langkah yang diambil oleh penyidik sesuai dengan hukum yang berlaku.
Soal kemungkinan pencarian bukti baru atau identifikasi pelaku asli, Wahyu menegaskan bahwa hal tersebut masih dalam tahap evaluasi. “Kami tidak bisa serta-merta menyatakan seseorang sebagai tersangka tanpa didukung oleh alat bukti yang cukup,” ujarnya.
Yang pasu, kata Wahyu, proses ini menunjukkan komitmen Polri untuk menjalankan tugas investigasi secara transparan dan profesional. Polri mengutamakan prinsip-prinsip keadilan dan kepastian hukum dalam setiap langkah yang diambil. Dengan demikian, masyarakat diharapkan dapat menaruh kepercayaan pada sistem hukum yang sedang berproses.
Wahyu Widada menyebut penyidik Polda Jawa Barat yang menangani kasus pembunuhan Vina Dewi Arsita, 16 dan Muhammad Rizky alias Eky, 16 tengah dievaluasi. Evaluasi ini dilakukan menyusul penetapan tersangka terhadap Pegi Setiawan yang dinyatakan tidak sah oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung.
Evaluasi dilakukan bersama Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri dan Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri. Evaluasi dilakukan untuk melihat apa yang terjadi dalam penanganan kasus pembunuhan Vina Cirebon, Jawa Barat (Jabar) itu. “Kita juga tidak bekerja sendirian, dengan teman-teman dari Propam dengan Irwasum akan bekerja sama untuk melihat ini semua. Nanti hasilnya, sedang dalam proses,” kata Wahyu
Selain itu, Wahyu juga tidak menutup kemungkinan bila kasus tersebut ditarik untuk ditangani Bareskrim Polri. Namun, terlebih dahulu melihat perkembangan penyelidikan dan penyidikan kasus pembunuhan yang ditangani penyidik Polda Jabar tersebut. “Yang pasti kita memberikan asistensi kepada Polda Jawa Barat. Setelah nanti ditarik atau tidak kita lihat perkembangannya. Sekarang masih dalam proses evaluasi,” ujar jenderal bintang tiga itu.
Untuk diketahui, Pegi Setiawan ditangkap di Jalan Kopo, Bandung, setelah bekerja sebagai kuli bangunan pada Selasa, 21 Mei 2024 sekitar pukul 18.23 WIB. Pegi yang merasa bukan pelaku melayangkan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka dan penangkapan dirinya.
Hakim tunggal Pengadilan Negeri Bandung Eman Sulaeman mengabulkan permohonan gugatan praperadilan Pegi pada Senin, 8 Juli 2024. Penetapan tersangka Pegi dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky yang terjadi di Cirebon, dinyatakan tidak sah. Eman memerintahkan kepada Polda Jawa Barat (Jabar) untuk menghentikan penyidikan Pegi. Kemudian, memerintahkan Polda Jabar melepaskan Pegi dari tahanan dan memulihkan harkat martabatnya seperti semula.
Laporan Peradi Soal Keterangan Palsu
Diketahui, pihak tujuh terpidana kasus pembunuhan Vina dan Eky itu melaporkan dua saksi soal dugaan pemberian keterangan palsu. “Ya nanti kita, masih dalam proses, proses pengumpulan bahan keterangan dulu, verifikasi,” ujar Kabareskrim di Mabes Polri, yang belum membeberkan siapa saja saksi yang sudah dimintai keterangan.
Diketahui, laporan tujuh terpidana itu terdaftar dengan nomor: LP/B/227/VII/2024/SPKT/Bareskrim Polri tertanggal 10 Juli 2024. Laporan dibuat oleh kuasa hukum dari Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Roely Panggabean dan politikus, Dede Mulyadi yang mewakili terpidana atas nama Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, Sudirman, dan Rivaldi Aditya Wardana.
“Jadi betul hari ini saya buat laporan atas nama para terpidana dan kegiatan ini adalah rangkaian kegiatan untuk mencari bukti-bukti yang lain,” ujar Roely di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Rabu kemarin.
Dalam laporannya, Aep dan Dede diduga melanggar Pasal 242 KUHP tentang memberikan keterangan palsu di bawah sumpah. Ketujuh terpidana ini melaporkan saksi atas nama Aep dan Dede ke dengan dugaan memberikan keterangan palsu.
Menurut Roely, Aep dan Dede diduga telah memberikan keterangan palsu dalam berita acara pemeriksaan (BAP) pada saat pemeriksaan polisi saat delapan tahun lalu. “Yang kita laporkan adalah keterangan bohong yang diucapkan Aep dan Dede yang menyatakan mereka bahwa mereka melihat lima itu yang jadi terpidana itu ada di depan di SMP 11. Faktanya mereka tidak ada di situ tapi dibilang di situ gitu,” ujar dia.
Dengan adanya laporan ini, ia berharap Bareskrim Polri bisa membuktikan kebenaran dari dugaan pemberian keterangan saksi Aep dan Dede. “Nanti penyidik lah yang bagaimana nih duduk permasalahannya yang berbohong atau tidak, nanti akan ketahuan,” kata Roely.
Diketahui, pada 2016, polisi menetapkan 11 tersangka dalam kasus pembunuhan Vina dan kekasihnya, Muhammad Rizky Rudian atau Eki, di Cirebon, Jawa Barat. Delapan pelaku telah diadili, yakni Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, Sudirman, Rivaldi Aditya Wardana, dan Saka Tatal. Tujuh terdakwa divonis penjara seumur hidup. Sementara satu pelaku atas nama Saka Tatal dipenjara delapan tahun karena masih di bawah umur saat melakukan kejahatan tersebut. Dan Saka Tatal dinyatakan bebas tahun ini.
Mantan Wakapolri: Periksa Iptu Rudiana
Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Wakapolri) periode 2013-2014, Komjen (Purn) Oegroseno, mengatakan, tidak hanya Iptu Rudiana yang harus diperiksa terkait penanganan kasus pembunuhan Vina Dewi Arsita dan teman lelakinya, Muhammad Rizky atau Eki di Cirebon, Jawa Barat, pada 2016, tetapi semua anak buah Rudiana saat itu juga harus dipanggil dan dimintai keterangannya.
“Sebetulnya jangan fokus kepada Iptu Rudiana saja, anak buahnya yang ikut menangkap bersama-sama di mana seakarang. Kasat Serse waktu itu di mana sekarang. Ini harus dipanggil semua,” kata Oegroseno dalam program Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Minggu 14 Juli 2024.
Dalam pandangannya, tidak mungkin Iptu Rudiana melakukan semuanya seorang diri. Sebab, pasti didampingi atau dikawal oleh anak buahnya. “Tidak mungkin Iptu Rudiana mulai membuat cerita yang mendatangkan Liga Akbar, cerita yang tidak benar kemudian dia mendatangi ke lokasi dengan sendirian tidak mungkin, pasti dikawal oleh anak buahnya. Jadi sekali lagi, anak buah Rudiana pun harus diamankan sejak sekarang untuk dapat diambil keterangan dengan sejelas-jelasnya,” ujarnya.
Oegroseno juga mendesak agar segera dibentuk tim gabungan pencari fakta untuk mengungkap dan menyelidiki kembali kasus pembunuhan Vina dan Eky yang menjadi tidak jelas usai penetapan tersangka Pegi Setiawan. “Saya bilang dari awal karena ini kan ada permasalahan dengan Polresta Cirebon dan Polda Jawa Barat (Jabar) sehingga perlu ada tim gabungan pencari fakta dari pusat supaya ini tidak menimbulkan kecurigaan-kecurigaan,” kata Oegroseno.
Menurut dia, tim gabungan nantinya juga dilengkapi oleh para ahli di bidangnya, seperti ahli terkait DNA hingga otopsi sehingga didapatkan analisis yang lengkap. Para ahli tersebut diperlukan karena nantinya bakal membantu dalam pengungkapan tersangka dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky yang terjadi delapan tahun silam tersebut.
“Tidak bulat faktanya, tetapi mendekati fakta. Kan ini mendekati cerita yang sebenarnya. Jadi ceritanya sudah terungkap, misalnya atau sudah solid. Pelaku kalau misalnya mau dicari tinggal dikaitkan kira-kira alat bukti apa yang bisa dikaitkan dengan pelaku,” ujarnya.
“Jadi ahli-ahli yang berkait dengan alat bukti inikan misalnya sudah jelas keterangan saksi, keterangan ahli ditambah dengan surat petunjuk dan keterangan terdakwa. Jadi keterangan saksi mungkin bisa saksi baru lagi juga masih ada,” kata Oegroseno.
Kemudian, tim yang independen juga diperlukan untuk menelusuri ulang peristiwa dengan turun kembali ke tempat kejadian perkara (TKP) dan memulai lagi dari pelaporan pertama pada tanggal 26 Agustus 2016. Bukan berdasarkan pada laporan Iptu Rudiana tertanggal 31 Agustus 2016.
“Ini sebenarnya harus kembali ke TKP lagi. Laporan polisinya itu sebenarnya harus dlluruskan, siapa yang membuat laporan polisi tanggal 26 Agustus, bukan laporan polisi Iptu Rudiana yang dibuat tanggal 31 Agustus ya. Jadi TKP sejelas-jelasnya harus dikembalikan,” ujarnya.
Kejanggalan kasus terkait Iptu Rudiana Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, sebelumnya sempat mengungkapkan sejumlah kejanggalan dari penyidikan kasus pembunuhan Vina dan Eky. “Jadi sekali lagi kembali ke TKP, siapa yang membuat, mendatangi TKP pertama kali. Itu orang yang harus membuat laporan polisi dulu,” kata Oegroseno lagi. (Red)