Bandar Lampung, sinarlampung.co-Laporan Keuangan Pemprov Lampung tahun anggaran 2023 yang ditandatangani –dan dipertanggungjawabkan- Arinal Djunaidi selaku Gubernur pada Mei 2024, realisasi pendapatan asli daerah (PAD) mencapai Rp3.766.194.060.633,03. Atau 78,32% dari target Rp4.808.699.109.382,17. Terjadi kenaikan PAD dibanding tahun anggaran 2022 sebesar Rp3.678.302.294.680,71.
Di sisi lain, pada tahun anggaran 2023 direalisasikan belanja dan transfer per 31 Desember 2023 sebanyak Rp7.048.993.246.381,70, dari yang dianggarkan Rp8.280.862.934.283,54. Bila dibandingkan tahun 2022 terdapat kenaikan sebesar Rp262.619.175.768,76, yaitu dari Rp6.786.374.070.612,94. Namun catatan penting adalah kenaikan defisit keuangan riil Pemprov Lampung di akhir masa jabatan Arinal Djunaidi tersebut mencapai 157%.
Menurut Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Perwakilan Lampung nomor: 40B/LHP/XVIII.BLP/05/2024, tertanggal 3 Mei 2024, angkanya mencapai Rp1.408.450.654.898,52. Defisit keuangan riil tersebut mengalami peningkatan sebanyak Rp859.740.458.920,28 bila dibandingkan tahun anggaran 2022 sebesar Rp548.710.195.978,24.
Konsekuensi dari kenaikan yang sangat fantastis dalam defisit keuangan riil itu adalah meningkatnya jumlah utang Pemprov Lampung kepada pihak ketiga dari sebesar Rp93.776.968.056,20 pada tahun 2022 menjadi Rp362.047.041.259,66 di tahun anggaran 2023.
Seperti diketahui, pada tahun anggaran 2023, Pemprov Lampung menganggarkan pendapatan daerah sebesar Rp8.093.971.284.382,17, namun yang terealisasi Rp6.987.319.981.739,03 atau 86,33% saja. Sementara, belanja daerah dianggarkan Rp8.280.862.934.283,54 dan direalisasikan sebanyak Rp7.048.993.246.381,70 atau 85,12%.
Dalam tiga tahun anggaran ke belakang, pendapatan daerah tidak pernah selaras dengan yang dianggarkan. Misalnya pada tahun 2021, anggaran pendapatan daerah dipatok pada angka Rp7.538.150.772.809,50, realisasinya Rp 7.469.469.346.029,05 (99,09%).
Lalu pada tahun 2022, pendapatan daerah dianggarkan Rp 6.915.251.441.290,74, yang terealisasi Rp6.836.946.972.193,71 (98,87%), dan di tahun 2023 kemarin dianggarkan pendapatan mencapai Rp8.093.971.284.382,17, realisasinya Rp 6.987.319.981.739,03 (86,33%).
Belanja Daerah
Pada tahun 2021 dianggarkan Rp7.557.497.851.948,54, dengan realisasi Rp7.097.651.401.591,13 (93,92%). Di tahun 2022 dianggarkan belanja daerah sebanyak Rp7.106.758.595.503,07, yang terealisasi Rp 6.786.374.070.612,94 (95,49%), dan tahun 2023 dianggarkan Rp 8.280.862.934.283,54, terealisasi Rp7.048.993.246.381,70 (85,12%).
Mengutip dari LHP BPK RI Perwakilan Lampung Atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Pemprov Lampung Tahun 2023, tak lain akibat tidak memadainya penganggaran pendapatan dan pengelolaan belanja.
Hal itu dapat dilihat dari penganggaran pendapatan yang tidak berdasarkan perkiraan terukur secara rasional dan dapat dicapai. Bahasa lainnya, Pemprov Lampung tidak memperhatikan potensi dan realisasi tahun sebelumnya. Ketidakrasionalan itu –sebagai contoh- dibuktikan dengan dianggarkannya bagian laba (dividen) atas penyertaan modal pada BUMD sebesar Rp496.138.511.099,39.
Namun, yang terealisasi hanya Rp 51.110.035.229,39 atau 10,30% saja. Pun hasil penjualan barang milik daerah dianggarkan Rp592.911.057.254,00, ternyata realisasinya tidak lebih dari Rp 4.170.587.186,00 atau 0,70% dari nilai anggaran.
Dan menurut catatan, defisit keuangan riil Pemprov Lampung dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Artinya, tata kelola pendapatan dan belanja tidak dilakukan secara berimbang, akibat penentuan pendapatan yang tidak terukur dan jauh dari rasionalitas. Di sisi lain, pengembangan upaya peningkatan pendapatan memang tidak diseriusi.
Fakta menunjukkan, bahwa pada anggaran tahun 2023 Pemprov Lampung mempunyai desifit keuangan riil sebesar Rp1.408.450.654.898,52 atau mengalami peningkatan 157% dibandingkan tahun sebelumnya. Sebuah “catatan hitam” yang ditorehkan oleh kepemimpinan di periode 2019-2024.
Menurut temuan BPK RI Perwakilan Lampung, setidaknya terdapat 28 OPD yang salah dalam menempatkan penganggaran belanja, dengan nominal mencapai Rp51.786.065.128,62. Dari 28 OPD tersebut, 15 di antaranya menganggarkan pembelian aset tetap pada anggaran belanja barang dan jasa, dengan nilai Rp6.677.257.625,00.
Padahal seharusnya, belanja untuk memperoleh aset tetap dianggarkan pada belanja modal, bukan pada belanja barang dan jasa yang dikapitalisasi kepada aset tetap yang sudah ada. Hal itu telah tercatat dalam mutasi tambah tahun 2023 pada kartu inventaris barang (KIB) dan telah disajikan pada neraca laporan keuangan Pemprov Lampung.
Salah Sasaran
Terdapat banyak catatan anggaran yang tidak tepat sasaran. Misal paa Badan Kesbangpol dengan nilai Rp191.028.057,00, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BPSDMD) Rp1.571.694.662,00, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Rp308.035.000,00, Dinas Kelautan dan Perikanan Rp39.928.500,00, Dinas Kesehatan Rp94.498.786,00, Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Rp533.629.345,00, dan Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Rp 248.733.500,00.
Selain itu, Dinas Pemuda dan Olahraga dengan nilai “salah kamar” anggaran sebesar Rp607.261.403,00, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Rp205.668.660,00, Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Rp 614.294.255,00, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Rp347.729.700,00, Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Rp654.960.500,00, Dinas Sosial Rp297.276.000,00, RSUD Abdul Moeloek Rp402.920.257,00, dan Sekretariat Daerah Rp559.598.000,00.
Pada 26 OPD terkait penganggaran belanja habis pakai pada anggaran belanja modal, dengan nilai Rp10.110.930.083,62. Di tempat lain, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan merealisasikan anggaran modal untuk dihibahkan sebesar Rp99.438.500,00. Yang diperuntukkan kepada Paguyuban SSGGN sebanyak Rp49.588.500,00 dan Paduan Suara SN Rp 49.850.000,00.
Yang juga layak diungkap adalah adanya penggunaan sisa dana alokasi umum (DAU) yang tidak sesuai peruntukannya. Seperti diketahui, selama tahun anggaran 2023, Pemprov Lampung menerima dana alokasi umum (DAU) sebesar Rp1.801.100.499.930,00, dana alokasi khusus (DAK) Fisik sebanyak Rp280.285.026.271,00, dan DAK Non Fisik Rp828.933.383.449,00.
Dari ketiga pendapatan tersebut, sisa kegiatannya sebesar Rp120.423.645.941,00. Namun, berdasarkan rekening koran kas daerah per 31 Desember 2023, yang tersisa sebagai saldo hanya Rp15.200.944.214,02. Hal ini membuktikan bila terdapat penggunaan DAU sebesar Rp105.222.701.726,98 diluar yang telah diatur dalam petunjuk teknis.
Kabid Perbendaharaan BPKAD Pemprov Lampung mengaku, karena DAU specific grand (SG) P3K masih tersisa pada akhir tahun dan jumlah pegawai P3K formasi tahun 2022 dan 2023 yang ada di Pemprov Lampung lebih kecil dari formasi yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 212 Tahun 2022, maka sisa DAU digunakan untuk membayar belanja yang belum terbayarkan akibat keterbatasan dana di rekening kas umum daerah (RKUD).
Namun ada pegawai yang sejak Januari sampai Desember 2023 tidak masuk kerja, terus diberi gaji. Ia adalah FR, pegawai Sekretariat DPRD, tetap menerima gaji dengan total Rp44.044.600,00, dan ED, pegawai di Biro Perekonomian Setdaprov Lampung, pada bulan Januari 2023 tidak masuk kerja tanpa keterangan selama 19 hari, dan sejak Mei juga tidak pernah bekerja. Namun, ia tetap memperoleh gaji dengan total Rp34.887.900,00.
Hal yang sama terjadi di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Tiga pegawainya –Pur, SN, dan Nyo- telah meninggal dunia. Tetapi tetap memperoleh gaji pada bulan Agustus dan September 2023 dengan total anggaran yang dikeluarkan Rp17.299.100,00. Bahkan, ada pegawai yang telah pensiun –Mir- masih digaji dengan nilai Rp5.698.400,00.
Bahkan ada beberapa pegawai yang sedang cuti besar pun tetap menerima tunjangan –baik tunjangan umum maupun tunjangan fungsional-, dengan nilai Rp24.489.000,00. Perilaku tidak taat pada ketentuan perundang-undangan seakan sudah melegenda di jajaran ASN Pemprov Lampung. (Red)