Bandar Lampung, sinarlampung.co-Bank Lampung menjadi salah satu dari 12 bank pemerintah daerah (BPD) yang gagal melakukan penguatan modal inti minimun (MIM) Rp3 triliun. Sehingga terancam menjadi Bank Pengkreditan Rakyat (BPR). Hal itu terungkap dalam RUPS 2024 Bank Lampung.
Baca: Tabungan Pejabat Forkopimda Hilang di Bank Lampung OJK Tunggu Laporan
Baca: Kurang Modal Bank Lampung Terancam Jadi BPR?
Juni 2024 nanti akan disepakati penandatanganan kelompok usaha bersama (KUB) dengan Bank Jatim karena Bank Jatim bersedia menjadi bapak angkatnya Bank Lampung yang sempat masuk zona degradasi, terancam turun grade menjadi BPR dikarenakan kurang modal inti minimum. Bank Lampung kini akan menjadi anak perusahaannya Bank Jatim dengan segala konsekuensinya.
Karena untuk menyelamatkan Bank Lampung, harus masuk opsi melakukan konsolidasi dalam bentuk kelompok usaha bank (KUB). Sesuai Peraturan OJK No. 12 Tahun 2020 Bab IV Pasal 8 ayat 1, 2, dan 5 yang mengatur tentang Modal Inti dan Cema Minimum, serta Pasal 9 huruf a, b, c, dan d terkait syarat dan teknis Penggabungan, Integrasi, dan Peleburan menjadi KUB bila ketentuan di pasal 8 tidak bisa dipenuhi oleh PSP (Pemegang Saham Pengendali).
“Kini publik mengetahui bahwa problem utama Bank Lampung diambil alih oleh Bank Jatim lewat kolaborasi KUB dikarenakan pemiliknya (Pemerintah Provinsi) tidak komitmen dalam menjalankan kewajiban penyertaan modal sesuai aturan OJK,” ujar pengamat perbankan dan non bank di Lampung.
Menurutnya, masalah ini bukan kesalahan manajemen atau pengurus, tapi pemilik sahamnya, yaitu pemerintah daerah. Terbukti aset Bank Lampung bisa mencapai Rp10 Triliun lebih, dan termasuk BUMD yang paling sehat diantara BUMD-BUMD lainnya di Provinsi Lampung karena kinerjanya dalam pengawasan ketat OJK.
“Artinya Bank Lampung selama ini BPD yang selalu dibanggakan oleh masyarakat Lampung, ternyata mengalami zona degradasi menuju BPR. Karena Pemerintah Daerah tidak punya uang untuk menyutikkan dana penyertaan modal inti mininum bahkan sejak 10 tahun terakhir ini, maka ‘dipaksa’ OJK untuk melakukan KUB, alias menyerahkan ke Bank Jatim agar tidak turun jadi BPR,” katanya,
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menyampaikan bahwa untuk memperkuat peran BPD, terdapat 4 hal yang perlu dilakukan, salah satunya adalah dukungan pemegang saham pengendali dalam penguatan permodalan, sehingga ketentuan modal inti minimum (MIM) dapat terpenuhi. Poin lainnya lebih ke profesionalitas manajemen struktural dalam menjalankan perusahaan.
“Agar BPD dapat menjadi regional champion, ‘penguatan permodalan’ menjadi salah satu langkah yang perlu untuk dilakukan. Peran serta pemerintah daerah sebagai pemegang saham pengendali (PSP) juga memegang peranan penting untuk memenuhi ketentuan pemenuhan modal inti yang diatur dalam POJK yang mewajibkan bank milik pemerintah daerah untuk memenuhi modal inti minimum (MIM) paling sedikit Rp3 triliun paling lambat 31 Desember 2024,” kata Dian.
Hal ini dia sampaikan pada OJK dan Kemendagri dalam forum Focus Group Discussion (FGD) “Penguatan dan Konsolidasi Bank Pembangunan Daerah” yang dihadiri Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar, dan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia Suhajar Diantoro di Jakarta.
“OJK berkomitmen untuk terus mendukung pertumbuhan ekonomi di daerah. Kolaborasi dan sinergi akan terus dilakukan untuk mendukung pertumbuhan bisnis dan investment matching BPD dengan pengusaha untuk mengembangkan sektor potensial di daerah. Hal ini diharapkan dapat menopang perekonomian daerah,” kata Mahendra, Senin, 4 Maret 2024.
Data per 31 Desember 2023, terdapat 105 bank umum termasuk 27 di antaranya adalah BPD (24 BPD konvensional dan 3 BPD syariah). Sampai saat ini terdapat 12 BPD yang belum memenuhi ketentuan dimaksud, dua di antaranya akan melakukan pemenuhan MIM melalui setoran modal mandiri dan 10 BPD akan melakukan konsolidasi dalam bentuk kelompok usaha bank (KUB).
Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia Suhajar Diantoro menyatakan bahwa Kemendagri mendukung langkah OJK untuk melakukan penguatan BPD. “Kami mengimbau pemerintah daerah untuk ikut serta memenuhi ketentuan POJK 12 tahun 2020. Pemerintah daerah sebagai Pemegang Saham Pengendali (PSP) dapat melakukan penyertaan modal pada BPD,” kata Suhajar. (Red)