Fenomena kekerasan seksual tidak hanya terjadi di lingkungan remaja tetapi sering terjadi terhadap anak dibawah umur. Masalah ini membutuhkan perhatian dan tindakan serius mulai dari Pemerintah, Masyarakat dan lembaga-lembaga terkait. Penting adanya untuk meningkatkan kesadaran, mendukung para korban kekerasan seksual dan memastikan bahwa para pelaku dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku.
Menurut World Health Organization (WHO), kekerasan terhadap anak adalah suatu tindakan penganiayaan atau perlakuan salah pada anak dalam bentuk menyakiti fisik, emosional, seksual, melalaikan pengasuhan dan eksploitasi untuk kepentingan komersial yang secara nyata atau pun tidak, dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup, martabat atau perkembangannya.
Kekerasan seksual dapat dialami oleh siapa saja, kekerasan ini mengalami secara signifikan terhadap anak. Pelaku kekerasan biasanya berasal dari keluarga, teman, atau pacar. Kasus kekerasan seksual terjadi secara langsung dan tidak langsung, kekerasan seksual yang terjadi secara langsung dapat berupa pelecehan seksual secara fisik atau non-fisik, eksploitasi seksual dan perbudakan seks, bukan hanya pemerkosaan saja.
Di Provinsi Lampung pada awal tahun 2023, terjadi dua kasus kekerasan anak di bawah umur. Para pelaku adalah orang-orang yang tinggal dekat dengan korban. Para pelaku merupakan pimpinan Pondok Pesantren tempat korbannya menimba ilmu yang ada di dua Pondok Pesantren di Kabupaten Tulang Bawang Barat dan Lampung Utara
Pada peristiwa kekerasan seksual di Tulang Bawang Barat, Ketua Pondok Pesantren melakukan hubungan seksual dengan enam santriwati, dengan modus tiga di antaranya diajak kedalam sebuah ruangan dengan janji akan menerima uang dan berkah dari Tuhan jika mematuhi aturannya. Kasus ini akhirnya terbongkar setelah salah satu keluarga melaporkan perbuatan tersebut ke Polres Tulang Bawang Barat dan kini pelaku telah ditahan.
Peristiwa serupa juga terjadi di Kabupaten Lampung Utara, pelakunya merupakan pimpinan Pondok Pesantren, korbannya merupakan santriwati yang berumur empat belas tahun. Korban dicabuli di rumah pelaku yang berada dilingkungan Pondok Pesantren. Modus pencabulan itu, awalnya pelaku memanggil korban untuk membantu membersihkan dan merapihkan rumahnya, setelah selesai, pelaku menarik serta mendorong korban ke atas kasur yang ada dikamar pelaku, dari hasil pemeriksaan di kepolisian, pelaku telah mencabuli empat orang santrinya.
Kekerasan seksual tidak hanya terjadi dengan orang dewasa tetapi juga terjadi pada anak- anak yang menjadi korban dari kekerasan seksual dan penyebab terjadinya tindakan tersebut karena Pendidikan seksual (Sex Education) yang masih dianggap tabu oleh orang tua maupun masyarakat, hal ini membuat anak tidak tahu caranya agar bisa bebas dan melindungi diri dari kekerasan atau saat pelecehan seksual tersebut terjadi. Anak yang masih dibawah umur biasanya selalu mengikuti atau menuruti apa yang diminta oleh pelaku, hal ini ditambah kondisi perkembangan yang semakin maju, mudah sekali untuk menjangkau informasi dan mengakses yang berbau dengan pornografi, di media sosial melalui internet.
Kekerasan seksual terhadap anak selain terjadi secara langsung, peristiwanya dapat terjadi secara tidak langsung dengan melalui sosial media. Salah satu motif kejahatan yang sering terjadi adalah pelaku biasanya mendekati korban dengan memberi perhatian lebih. Biasanya pelaku itu mendekati korban melalui aplikasi chatting seperti whatsapp, facebook, tiktok, instagram dan media sosial lainnya. Tujuan dari pendekatan ini adalah membuat korban merasa nyaman saat chattingan dan kemudian pelaku dengan mudah mendapatkan foto atau video atau kepentingan lainnya yang dianggap sebagai bentuk kasih sayang dari korban terhadap pelaku.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Pada Pasal 1 Ayat (1) dijelaskan pengertian Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan, sementara di Pasal 1 Ayat (2) dijelaskan Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Kekerasan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan sebagai perihal (yang bersifat,berciri) keras, perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Sementara, menurut Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 Pasal 1 Angka (15a) kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.
Kekerasan seksual juga memberikan dampak yang serius kepada korban, bukan hanya pada kesehatan fisik, tetapi juga pada kesehatan psikis, sosial, dan ekonomi baik terhadap diri sendiri, keluarga, bahkan masyarakat. Kekerasan seksual juga dapat merusak kepercayaan diri dan kesehatan mental korban itu sendiri. Akibatnya dapat mengganggu korban untuk mencari pekerjaan yang layak atau melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi, karena latar belakang yang menjadi koban dari kekerasan seksual, sehingga berdampak pada stabilitas ekonomi mereka di kemudian harinya. Beberapa kasus yang terjadi dampak dari kekerasan seksual dapat berlangsung seumur hidup, bahkan setelah korban mendapatkan dukungan maupun pengobatan yang tepat.
Sanksi dalam Undang-undang Nomor 35 tahun 2014 yang dapat dikenakan untuk menjerat pelaku kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur dalam Pasal 81 Ayat (1) dijelaskan bahwa Setiap orang yang melangggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76D dipidana dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama lima belas tahun dan denda paling banyak lima miliar rupiah. Di dalam Ayat (2), Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berlaku pula bagi Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. Di tambah di dalam Ayat (3) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah sepertiga dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat (1).
Ada beberapa langkah atau upaya yang bisa dilakukan agar anak dibawah umur terhindar dari kekerasan seksual yakni dengan cara; memberi perhatian dan kasih sayang yang cukup terhadap anak agar anak tidak menyalurkan kebutuhannya ke perilaku yang negatif, memberi anak pendidikan seksual sejak dini agar anak dapat memahami batasan privasi mengenai tubuhnya dan tubuh oranglain, memperhatikan lingkungan sekitar karena lingkungan sekitar dapat mempengaruhi perkembangan anak, mengajarkan anak agar selalu terbuka dengan orang tua karena mayoritas pelaku mengancam anak agar tidak memberitahu orang tua, mengajari anak agar berani keluar dari situasi yang tidak nyaman karena kebanyakan anak takut untuk berkata tidak saat berada disituasi tidak nyaman.
Kekerasan seksual pada anak dibawah umur seharusnya ada bimbingan terhadap anak, memberikan pengetahuan mengenai cara melindungi diri, bangun komunikasi yang baik dengan anak dan memaksimalkan peran sekolah bagi tumbuh kembang anak merupakan faktor yang sangat penting.