Bandar Lampung (SL) – Anggota Dewan Pers Ketua Bidang Komisi Pendidikan, Pelatihan, dan Pengembangan Profesi, Tri Agung Kristanto mengatakan wartawan merupakan profesi yang membangun peradaban.
Oleh karenanya, menjadi wartawan tidak hanya memiliki keterampilan di bidang pers saja, tetapi juga memerlukan pengetahuan dan moralitas.
Pria yang akrab disapa TRA itu mencontohkan media di sejumlah negara-negara Scandinavia seperti Swedia, Finlandia serta beberapa negara lainnya.
“Di sana media tumbuh karena media bentuk dari peradaban mereka,” ucap TRA pada penutupan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) di Novotel, Bandar Lampung, Sabtu 8 Juli 2023.
Dia menambahkan, wartawan berfungsi sebagai kontrol pemerintahan, mendidik masyarakat, memberi hiburan kepada masyarakat, dan mendorong sumber daya masyarakat, sebagaimana diamanatkan Undang-Undang (UU) Pers Nomor 40 Tahun 1999.
“Tanggungjawab jurnalistik pada kebenaran dan publik,” tegas Wakil Pimpinan Redaksi (Pimpred) Kompas itu.
TRA mengutip pendapat Shindhunata (wartawan senior dan filosof), wartawan idealnya harus terjun meliput ke lapangan untuk menemukan fakta yang akan ditulis.
Ketika membuat tulisan mengenai suatu kejadian atau peristiwa, wartawan tidak boleh menuangkan opini sendiri ke dalam tulisannya. Selain itu, wartawan juga harus pandai memilah informasi dan fakta mana yang layak konsumsi publik.
“Mana fakta yang perlu dikaji berulang kali dan mana fakta yang bisa kita ambil. Lalu masuk ke hati, kita akan memilih apakah tulisan bermasalah atau tidak,” papar pria yang juga anggota Dewan Kehormatan PWI Pusat.
TRA juga mengutip pendapat Gunawan Muhamad, wartawan adalah sebuah laku moral ada moralitas di dalamnya. Jacob Utama mengatakan semua tugas jurnalistik adalah tentang kemanusiaan.
Selain menjelaskan beberapa hal tadi, TRA juga memaparkan tentang tiga syarat menjadi seorang wartawan. Adapun syarat tersebut sebagai berikut :
Pertama, wartawan menjadi ilmuwan instan. Artinya, ketika meliput suatu kegiatan, di mana Kegiatan tersebut bertolak belakang dengan latarbelakang pendidikan wartawan itu sendiri, maka kekeliruan informasi bisa saja terjadi.
Maka itu, penting bagi wartawan memahami dan mempelajari tentang kegiatan apa yang akan diliput. Hal ini dianggap penting supaya terhindar dari kekeliruan informasi saat meliput di lapangan.
“Artinya, kita harus belajar cepat agar tidak keliru. Wartawan boleh keliru karena proses belajar tetapi tidak boleh bohong,” sarannya.
Kedua, menjadi penyair atau sastrawan instan. Misal, menjadi wartawan radio atau televisi, jika tidak terbiasa menjadi seorang penyair membuat hal menjadi menarik, maka akan sulit berbicara di depan kamera.
Ketiga, menjadi orang “gila” yang dalam artian kerja wartawan bekerja di luar waktu normal dan di situasi tidak biasa. Orang dengan gangguan metal yang dimaksud adalah seorang wartawan harus siaga, tepat waktu dalam situasi dan kondisi apapun.
“Hanya orang gangguan kesehatan mental, misalnya saat Lampung ada bencana gempa pasti semua orang akan menghindar, akan tetapi wartawan justru meliput di daerah gempa tersebut. Kemudian, misalnya ada kabar kecelakaan jam tiga pagi, wartawan langsung datang ke lokasi, padahal bukan polisi,” kata Penasehat Forum Bahasa Media Massa (FBMM) itu.
Lebih lanjut menurut TRA, UKW menjadi penting karena mencerminkan standar wartawan dan situasi jurnalisme di Indonesia. Tahun ini jumlah wartawan yang sudah kompeten sebanyak 24.662 orang. Dewan Pers menargetkan wartawan yang akan mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) fasilitas dari Dewan Pers sebanyak 1.570 orang.
“Saat ini Dewan Pers sedang melakukan standar kompetensi wartawan agar lebih baik dan ini memerlukan dukungan dari berbagai pihak yang terkait,” pungkas TRA.
Diketahui, acara Uji Kompetensi Wartawan (UKW) ini diadakan oleh Dewan Pers bekerjasama dengan Lembaga Uji Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Lampung dan Lembaga Uji Fakultas Ilmu Komunikas Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta.
UKW tersebut diikuti sebanyak 40 peserta, 22 orang utusan lembaga uji PWI Lampung, dan 18 orang usulan Lembaga Uji Fakultas Ilmu Komunikas Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) Jakarta.
Dari total keseluruhan peserta yang ikut uji kompetensi, sebanyak 31 orang dinyatakan lulus dan kompeten, sementara sisanya direkomendasikan mengikuti uji kompetensi wartawan ulang. (Heny)