Bandung (SL)-Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno mengenang perjalanan dengan Kereta Luar Biasa (KLB). Bapak proklamator itu mengatakan, “Saya pada malam 4 Januari 1946 meninggalkan Jakarta secara rahasia memindahkan Pemerintah Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Sejak itu Formasi KLB masih sering menjalankan tugas-tugas yang penting bagi Presiden”.
Humas PT Kereta Api Pariwisata M. Ilud Siregar menyampaikan bahwa keberadaan kereta wisata di Indonesia diawali dengan nama perjalanan kereta api luar biasa. “Pada saat itu direncanakan perjalanan rahasia kereta api luar biasa Presiden Indonesia Pertama yaitu Soekarno dari Jakarta ke Yogyakarta,” ungkapnya kepada wartawan sinarlampung.co. Selasa, 20 September 2022.
Dia menerangkan, Kereta wisata adalah kereta yang didesain secara khusus yang dilengkapi fasilitas mewah dan layanan premium. Kereta wisata (Kawis) termasuk jenis kereta VIP yang dapat disewa untuk keperluan khusus sesuai dengan permintaan.
Di Indonesia kereta wisata dikomersialkan dengan 2 skema yaitu pola FIT/Perorangan (pada tipe dan Jadwal KA tertentu) dan pola charter/disewakan. “Kawis dapat digandeng atau dirangkaikan dengan kereta api reguler (kelas eksekutif dan ekonomi AC) maupun dioperasikan sebagai Kereta Luar Biasa (KLB),” paparnya.
Tidak berhenti sampai disitu, Ilud juga memaparkan sejarah awal mulanya kereta wisata (kawis).
Sejarah KLB Menjadi Kereta Wisata (Kawis)
Pada 01 Januari 1946, Presiden Soekarno memanggil Kepala Eksploitasi Wilayah Barat, Soegandhi ke jalan Proklamasi dalam rangka perencanaan perjalanan ke Yogyakarta dengan kereta api. Kemudian, Soegandhi menghubungi kantor Dipo Manggarai untuk mempersiapkan rangkaian kereta yang digunakan. Diketahui, KLB mempunyai keistimewaan untuk seluruh unit kereta.
Pegawai yang diberi tugas saat itu adalah BS Anwir, Kepala Traksi di Manggarai. Kemudian diputuskan rangkaian yang digunakan adalah kereta yang biasa dipakai oleh rombongan Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Karena sudah lama tidak digunakan, rangkaian kereta dilakukan pemeriksaan dan perbaikan, agar pekerjaan ini berjalan dengan sempurna dan cepat. Sementara itu, di Dipo Manggarai,
telah dilakukan penjagaan oleh Angkatan Muda Kereta Api (AMKA) agar orang yang tidak berkepentingan tidak bisa masuk.
Setelah itu, BS Anwir dan Kepala Dipo Jatinegara mempersiapkan lokomotif yang akan dipergunakan. Pilihan lokomotif yang akan dioperasikan adalah C 2849. Pada tanggal 03 Januari 1946 pagi hari, rencana rahasia tersebut hanya diketahui oleh kalangan terbatas terutama petugas-petugas yang akan mengoperasikan perjalanan KLB.
Persiapan Kereta Api Luar Biasa (KLB)
Kepala masinis dan wakil menghitung apa saja yang harus dipersiapkan, seperti bahan bakar kayu dan balok es untuk pendingin lokomotif. Terutama cara mengalihkan tentara NICA yang saat itu mengawasi Stasiun Jatinegara hingga Gambir.
Pada siang harinya dibuat barikade-barikade yang menghalangi pengawasan tentara NICA. Lokomotif C 2849 melakukan manuver langsir hingga Stasiun Gambir. Manuver langsir ini untuk mengalihkan pengawasan NICA.
Lokomotif C 2849 yang dikendalikan oleh Masinis bernama Husein melakukan aksi langsir ke stasiun penyusunan kereta (emplasmen) Manggarai dan berhasil menggandengkan 8 rangkaian kereta KLB dari adanya pengawasan tentara NICA.
Setelah pukul 18.00 WIB, seluruh rangkaian kereta bergerak dari Stasiun Manggarai dalam keadaan jendela tertutup dan lampu dimatikan ke arah barat melewati terowongan Pasar Rumput dan berhenti di Pegangsaan, persis di belakang rumah Bung Karno.
Proses Presiden Soekarno dan Fatmawati Memasuki KLB
Rangkaian kereta dalam keadaan jendela tertutup dan lampu dimatikan. Presiden Soekarno dan Ibu Fatmawati yang menggendong Guntur keluar dari Pagar belakang rumah menaiki kereta api. Tidak lama, disusul oleh Wakil Presiden Hatta dan rombongan lainnya naik ke dalam kereta. Para penumpang KLB ini tidak ada yang membawa bekal. Seluruh bekal sudah dipersiapkan oleh DKARI (Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia) pada hari sebelumnya.
Tanpa dibunyikan peluit, kereta api berangkat melewati Stasiun Manggarai dan Stasiun Jatinegara, kereta bermanuver seperti langsir yang diapit oleh barikade dan berhasil melewati Stasiun Jatinegara. Kecepatan kereta dipercepat melewati Stasiun Kranji yang juga diawasi oleh NICA, tetapi mereka tidak memperhatikan bahwa ada kereta lewat, sehingga keadaan tetap aman dan terkendali.
Selepas Stasiun Bekasi, rangkaian kereta berjalan dengan kecepatan penuh karena daerah selepas stasiun tersebut tidak lagi dikuasai Belanda. Kemudian lampu kereta dinyalakan dan beberapa jendela dibuka. Ketika kereta memasuki Stasiun Cikampek, kecepatan kereta dikurangi dan kereta sempat berhenti di stasiun tepat pada pukul 20.00 WIB.
Bung Karno dan Bung Hatta di Sambut Gegap Gempita
Bung Karno dan Bung Hatta lalu menyempatkan keluar kereta yang disambut oleh laskar dan rakyat setempat dengan teriakan yel-yel Merdeka! Hidup Bung Karno! Hidup Bung Hatta!
Mulai dari Stasiun Kranji hingga Stasiun Tugu, rombongan selalu disambut dengan gegap gempita oleh laskar dan rakyat. Akhinya, rombongan Presiden dan Wakil Presiden tiba di Stasiun Yogyakarta yang disambut oleh Sultan Hamengkubuwono IX dan kemudian melanjutkan perjalanan ke Gedung Agung, Malioboro. Adapun rangkaian KLB yang ditarik oleh Lokomotif C 2849 bergerak menuju Balai Yasa Yogyakarta untuk menjalankan pemeriksaan. (Rls/Heny HDL)