Malaysia (SL)-Co-founder World Women Tourism (WWT) Singapura, Nisha Abu Bakar menanggapi Quotes Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) RI tentang pemberdayaan perempuan dalam sektor pariwisata dan pemulihan ekonomi.
“Tanpa perempuan, kita tidak bisa memiliki pariwisata atau pemulihan ekonomi secara keseluruhan. Mendukung wanita untuk mengeluarkan ‘potensi’ penuh mereka adalah untuk kepentingan kita semua”, begitulah isi kutipan Sandiaga Salahuddin Uno pada ICRTH 2022 di Kuching, Sarawak, Malaysia, beberapa waktu lalu.
Terhadap kutipan Menparekraf RI tersebut, Nisha menyatakan, bahwa secara keseluruhan perempuan berdampak pada keberlanjutan pengembangan pariwisata di destinasi bukan hanya kontribusi ekonomi.
“Ketika kami mampu memberikan perempuan di komunitas lokal dengan kemampuan kerja dan keterampilan bisnis yang diperlukan, mereka dapat menjadi kontributor utama dari sistem lingkungan,” ucapnya melalui email. Rabu, 14 September 2022.
Dia melanjutkan, ketergantungan pada barang, jasa, dan karyawan asing akan berkurang. Menurutnya, ketika perempuan diberdayakan dan memastikan kesetaraan gender, maka mereka akan memiliki kesempatan di semua tingkatan sektor pariwisata.
“Ini tentu akan menguntungkan semua. Kita menjadi lebih baik sebagai masyarakat dan ekonomi yang inklusif. Selain itu, kita menjadi lebih tangguh dan mampu merespon guncangan ekonomi yang merugikan di masa depan dengan lebih baik,” katanya.
Dampak Pandemi Bagi Perempuan
Nisha juga merinci beberapa dampak pandemi bagi perempuan, antara lain,
1. Invisibility, ada representasi yang salah gender dalam industri. Banyak perempuan di manajemen junior dan menengah.
Adanya ketidakseimbangan gender dalam peran manajemen senior, maka akan timbul kurangnya kepemimpinan perempuan tingkat tinggi dalam ruang pengambilan keputusan. Sehingga tidak ada panutan perempuan sebagai otoritas ahli.
“Di masa Covid 19, wanita adalah yang pertama diminta untuk mengambil cuti tanpa bayaran, menerima pengurangan jam kerja, meninggalkan pekerjaan mereka,” kata Nisha.
2. Unpaid care, bisa diartikan institusi sosial yang diskriminatif dan stereotip tentang peran gender, norma sosial gender, beban kerja yang lebih berat dan pembatasan sosial terhadap perempuan. “Ini ‘Beban ganda’ pekerjaan untuk perempuan,” ungkapnya.
3. Over Presentation, Perhotelan, perjalanan dan pariwisata adalah beberapa sektor yang paling terpukul, 54 persen orang yang bekerja di pariwisata adalah perempuan.
Banyak UKM yang dioperasikan oleh pengusaha wanita. Misalnya wanita merupakan 56 persen dari semua host di Airbnb. “Jadi, di masa pandemi, ketika sektor pariwisata terpukul, lebih banyak berdampak pada perempuan,” paparnya.
4. Shecession, Bukti dari resesi sebelumnya menunjukkan bahwa pekerja yang kehilangan pekerjaan selama resesi mengalami kerugian pendapatan yang sangat persisten.
Ia juga menjelaskan, bahkan sebelum virus corona, kita telah melihat bahwa kemajuan nyata menuju kesetaraan gender tidak merata dan kesenjangan gender yang besar tetap ada di seluruh dunia.
Menurutnya, tanpa intervensi untuk mengatasi dampak COVID-19 yang tidak proporsional pada wanita, ada risiko kemajuan dapat berbalik arah. Ini tidak hanya akan menghambat penyebab kesetaraan gender tetapi juga menghambat ekonomi global.
“Mempersempit kesenjangan gender global dalam pekerjaan tidak hanya akan adil dalam arti luas tetapi bisa menjadi salah satu pendorong terbesar bagi pertumbuhan PDB global yang berkelanjutan,” tegasnya.
Solusi
Terhadap permasalahan perempuan, Nisha juga memberikan beberapa langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk perempuan di sektor pariwisata, yakni,
1. Bantuan yang memadai dan tepat sasaran untuk perempuan. Memahami apa yang dihadapi perempuan selama pandemi dan menawarkan bantuan yang memenuhi tantangan mereka daripada bersifat umum. Kebijakan responsif gender untuk ketahanan selama dan pasca Covid. Misalnya, di Mesir ada segel Kesetaraan Gender yang melindungi perempuan di industri pariwisata.
3. Pengembangan keterampilan dan pelatihan, seperti pelatihan di bidang kewirausahaan, literasi keuangan, literasi digital, dan pelecehan seksual.
4. Data yang dipisahkan berdasarkan gender. Mengumpulkan data yang berfokus pada tantangan yang dihadapi oleh perempuan dan strategi apa yang perlu dilakukan, imbuh dia.
5. Data yang mengidentifikasi kesenjangan upah, diskriminasi gender di industri dan perusahaan sehingga dapat membuat kebijakan yang lebih tepat.
6. Mendorong keseimbangan dan keragaman gender. Mengusulkan dan mempromosikan kebijakan Diversity, Equity, Inclusion (DEI) di tempat kerja dan di industri.
“Berikan penghargaan kepada organisasi-organisasi ini serta berikan pelatihan di bidang-bidang ini untuk perusahaan”, kata Nisha menutup pembicaraanya.
Di ketahui Nisha merupakan salah satu pemateri yang membahas Women in Tourisam pada ICRTH 2022 di Serawak, Malaysia lalu. (Heny HDL)