Pringsewu (SL) – Sejak awal berdirinya pada tahun 1964 Ikatan Mahasisiwa Muhammadiyah (IMM) sudah memiliki komitmen untuk mengembangkan misi Islam yang berkemajuan.
Hal itu terlihat dari kelahiran IMM merupakan respon dari keadaan umat Islam yang masih mengikuti ajaran nenek moyang yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Sehingga, hal ini akan berdampak pada gerak dan pemikiran mahasiswa yang harusnya berfikir kritis, bergerak massif untuk maju kedepan dengan bingkai kekuatan intelektual dan dealektika keilmuan, bukan menjadi jumud dan mengalami kemuduran dalam pemikiran dan gerakan sehingga dengan mudah akan di antur dan dikendalikan oleh kepentingan-kepetingan yang mengikis nilai-nilai kemahasiswaan.
Menurut Hasbullah Dosen Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu (UMPRI), kelahiran IMM sebenarnya juga untuk mewujudkan tujuan Muhammadiyah “meneggakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.
“Masyarakat dalam kontek ini adalah semua lapisan masyarakat yang berada di Indonesia terutama masyarakat kaum bahwah (jelata) sampai rakyat kaum atas (hedonis). Disini memiliki arti bahwa IMM memiliki tanggung jawab besar untuk juga membantu Muhammadiyah dalam aksi-aksi nyata terutama Muhammadiyah sebagia gerakan dakwah terutama di kalangan masyarakat kampus dan masyarakat intelektual,” kata dia.
Jika dilihat kembali sejarah IMM, dalam Muktamar pertama pada tanggal 1-5 Mei 1965 yang melahirkan deklarasi Solo Barat yang dikenal dengan istilah “enam pengasan IMM” yang di tanda tangani oleh KH. A Badawi yang saat itu merupakan ketua PP Muhammadiyah. Adapun isi deklarasi tersebut.
Pertama, IMM adalah gerakan Mahasiswa Islam. Kedua, Kepribadian Muhammadiyah adalah landasan perjuangan IMM. Ketiga, Fungsi IMM adalah sebagai eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah. Keempat, Ilmu adalah amaliah dan amal adalah ilmiah IMM. Kelima, IMM adalah organisasi yang sah dengan mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan dan falsafah Negara yang berlaku. Enam, Amal IMM dilahirkan dan diabadikan untuk kepentingan Agama, Nusa dan Bangsa.
Menafsir enam penegasan IMM tersebut memperlihat dengan jelas kelahiran IMM merupakan upaya dalam internalisasi nilai-nilai keIsalaman dari berbagai bidang terutama bidang kemanusiaan sebagai perwujudkan keiman kepada Allah SWT dan wujud Ibadah sosial serta menjadi bagian dari Muhammadiyah dalam menjalankan persyarikatan sebagai gerakan Islam, dakwa amar makruf nahi munkar dan juga gerakan tajdid. Selain itu juga IMM lahir untuk juga menghidupakan kesejahteraan dalam ke Indenesiaan dengan mengedepankan nilai-nilai keilmuan dengan terus menjaga resonanasi gerakan organisasi. Sehingga sampai hari ini dan terus menggaungkan Muhammadiyah berkomitmen mengembangkan pandangan Islam yang berkemajuan dengan terus mengedepan Al Qur’an dan As sunah sebagai landasan gerakan.
“Pandangan Islam yang berkemajuan yang diperkenalkan oleh pendiri Muhammadiyah telah melahirkan ideologi kemajuan, yang dikenal luas sebagai ideologi reformisme dan modernisme Islam, yang muaranya melahirkan pencerahan bagi kehidupan. Pencerahan (tanwir) sebagai wujud dari Islam yang berkemajuan adalah jalan Islam yang membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan dari segala bentuk keterbelakangan, ketertindasan, kejumudan, dan ketidakadilan hidup umat manusia.
Dengan pandangan Islam yang berkemajuan dan menyebarluaskan pencerahan, maka Muhammadiyah tidak hanya berhasil melakukan peneguhan dan pengayaan makna tentang ajaran akidah, ibadah, dan akhlak kaum muslimin, tetapi sekaligus melakukan pembaruan dalam mu’amalat dunyawiyah yang membawa perkembangan hidup sepanjang kemauan ajaran Islam. Paham Islam yang berkemajuan semakin meneguhkan perspektif tentang tajdid yang mengandung makna pemurnian (purifikasi) dan pengembangan (dinamisasi) dalam gerakan Muhammadiyah, yang seluruhnya berpangkal dari gerakan kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah (al-ruju’ ila al-Quran wa al-Sunnah) untuk menghadapi perkembangan zaman.
Gerakan Kemanusia IMM
Jika Muhammadiyah memulai gerakan kemanusian yang dicontohkan oleh seorang Dahlan dengan memberikan santunan makanan kepada orang-orang yang tidak mampu (fakir-miskin), baik dengan makanan secara langsung. Dilanjutkan dengan kajian QS. Al Ma’un yang lebih dikenal dengan teologi Al Ma’un yang menjadikan ciri dari gerakan Muhammadiyah yaitu gerakan sosial.
Disisi ini Muhammadiyah dibilang sukses, bahkan dapat di katana Muhammadiyah dapat melapaui kerja-kerja pemerintah dalam pengentasan kemiskinan hal ini dapat dibuktikan dengan adanya sekolah-sekolah yang menampung orang-orang miskin, panti jumbo, panti asuhan Muhammadiyah dan bahkan hari ini dengan Lembaga Zakat Infak Sadaqah Muhammadiyah (Lazismu) Muhammadiyah dengan terang benderang menampakkan wajah gerakan sebagai organisasi masyarakatan dan menjadi organisasi filantropi. Yang mampu menggerakan semua orang bertasipasi untuk menghidupan ketidak mampuan menjadi kekuatan menggerakan zaman pada kemajuan yiatu pencerdasan dan pencerahan.
Berangkat dan berkaca dari sini, IMM sebagai organisasi otonom Muhammadiyah harus menggambil segmentasi berbeda yang berkesinambungan dari induknya. Sehingga IMM mampu menggerakan nalar kirits gerakannya pada nalar untuk mencapain tujuan IMM “mengusahakan terbentuknya akdemis Islam yang Berakhlak Mulia dalam rangka mencapai Tujuan Muhammadiyah”. Gerakan kemanusiaan IMM bukan pada pengetasan kemiskininan dalam perubahan fisik, tetapi IMM harus masuk pada bilik-bilik kemanusiaan lainnya yang ini membutuhkan konseterasi dan kemampuan yang berkelanjutan serta energi pemikiran yang hal ini ada pada mahasiswa dan IMM di dalamnya. Yang mana IMM memiliki jaringan luas di setiap PTN, PTS terutama di PTMA yang tersebar diseluruh Indonesia bahkan dunia.
Dalam kajian ini, penulis melihat ada tiga bilik kemanusiaan yang IMM bisa berperan didalamnya, bilik kemanusiaan itu: Pertama kemiskinan pengetahuan (kebodohan), ini nilai kemanusiaan yang perlu digerakan dalam aksin nyata nalar kemanusiaan IMM hari ini.
Kebodohan dalam pemikiran yang mengakibatan semua tidak tanduk masyarakat berjalan beitu saja tidak berdasar landasan jelas, tidak berdasakan literasi dan literature yang dapat dipertanggung jawabkan sehingganya tidak dengan muda masyarakat saling menyalahkan dan saling mengkalim kebenaran.
Nilai perbedaan pendapat akan menjadi taman-taman dalam setiap situasi dan kondisi di msyarakat sehingga masyarakat dengan sendirinya tersadar bahwa perbedaan merupakan kekayaan dan fitra manusia. Dengan kompetensi IMM yang intelektual humanis sudah pasti mampu melakukan pendekatan dalam menyelesaikan kebodohan dimasyarakat, baik kebodoahan dalam pemikiran, perkataan serta perbuatan. Perlu difahami oleh kita semua bahwa tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah itu dalam keadaan bodoh, yang ada adalah mereka tidak bertemu dengan guru dan orang-orang pada pengetahuan untuk membersamainya.
Bilik kemanusiaan kedua adalah kemiskinan fitrah hati, nilai kemanusiaan ini juga harus menjadi konsetrasi IMM sebagai gerakan mahasiswa yang memiliki kompetensi intelektual relegius menjadi modal utama untuk merubaha wajah peradaban masyarakat yang hari ini secara nurani berangsur-angsung ditinggalkan bahkan cendrung hilang, mengedepankan nafsu tanpa ada control hati, sering banyak membaca media sosial tapi media agama (Al Qur’an Hadist) di tinggalkan. Sehingga hati menjadi kaku, keras dan sulit menerima keberanan yang ada egoism dibersarkan hal ini terlihat dan sering kita rasakan dalam keputusan-keputusan kebijakan yang sering meninggalkan persoalan serta bergejolak yang berimbas pada nilai-nilia kemanusiaan, multi tafsir dan bahakan mediskriminasikan golongan satu dengan golongan lain, menjatuhkan bahkan merendahkan.
Nalar gerakan IMM sudah harus juga masuk pada ranah pengkayaan hati agar lebih hidup, pendekatan Qur’ani, pendekatan-pedekatan ilahiyah juga harus dijalankan oleh kader dan para aktivis IMM. Dari sini masyarakat akan segera tersadarkan dan tergerak untuk melakukan pembelaan-pembelaan bukan karena kepentingan serta politik belaka melainkan pembelaan merupan bentuk ibadah dan pertanggung jawaban sebagai khalifah.
Bilik kemanusiaan ketiga adalah kemisikinan jiwa sosial, jikalah kita melihat hari ini secara sekilas bahwa semua orang memiliki rasa kepedulian sangat tinggi, hal itu benar adanya dan tidak dapat dipungkiri. Hal ini terlihat dengan banyaknya program-program yang diberikan pemerintah misalnya berupa bantuan-bantuan serta subsidi makanan, pendidikan dan lain sebagainya yang ini berdampak pada ketergantungan dan pengharapan lebih yang melunturkan kemandirian serta mematikan jiwa sosial.
Lebih dalam sadarkah kita bahwa dengan perlakuan ini akhirnya masyarakat menjadi miskin untuk saling memberi dengan kesadaran sendiri karena semua sudah berfikir bahwa pasti akan ada yang membantu.
Dalam kajian penulis, bahwa yang terjadi hari ini adalalah kita hanya sibuk dan cukup memberikan saja tanpa juga melakukan pendampingan ada kehidupan sosialnya. Maka disinilah IMM harus mengambil peran memberikan pemahaman, bahwa tidak selamanya kita akan menerima pemberian dan akan diberi oleh orang yang sama, bahwa dalam kehidupan ini harus bersama dan saling bahu membahu sebagai wujud asli jiwa rakya Indonesia.
Kemiskinan jiwa sosial ini akan melahirkan kekerasan-kererasan fisik maupun non fisik yang ini pasti akan menimbulkan masalah baru. Oleh sebab itu IMM harus memiliki laboratorium sosial untuk mengkaji persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat secara massif dan mendalam sehingga persoalan dapat dituntaskan dengan cepat dan tepat.
Dengan rumah besar persyarikatan Muhammadiyah IMM pasti mampu membuat ruangan kajian, ruang diskusi serta mimbar pengetahuan yang dapat merumuskan langkah-langkah dalam mengeyelesaikan kemiskinan jiwa sosial yang melanda masyarakat saat ini.
Pada akhirnya, jika IMM sebagai organisasi gerakan mahasiswa hanya berhenti pada tataran diskusi saja, saya kira IMM tidak tidak ubahanya seperti bunyi petir disiang hari tanpa menurunkan hujan, suaranya keras mengagetkan namu tidak mampu menghadirkan kehidupan isi dunia sehingga yang terjadi penyesalan atas gelegarnya suara petir. Ketika IMM dengan kualitas dan kuantitas kadernya berhenti hanya pada nalar-nalar diskusi dan tidak ada nalar praksi gerakan maka IMM tidak ubahnya seperti orang yang bertemu tapi tidak berjumpa, kosong hampa dan omong doing.
Hari ini IMM harus melakukan usaha dan gerakan-gerakan kecil yang dapat mewarnai serta menyelesaikan persoalan kemanusiaan dengan pendekatan dan gaya mahasiswa sebagai kaum-kaum intelektual idealis yang di bingkai dengan kematangan relegius dan kayanya jiwa humanis. IMM JAYA.
Penulis: Hasbullah, Dosen Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu (UMPRI)