Bandar Lampung (SL)-Oknum Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Lampung Timur, diduga ikut mencabuli korban yang minta pendampingan karena menjadi korban kekerasan sek seksual berulang ulang. Bahkan korban juga di jajakan kepada pria lain. Korban didampingi Ayah kandungnya, dan LBH Bandar Lampung, melaporkan kasus itu ke Polda Lampung.
Korban dugaan tindak kekerasan seksual terhadap Nf (14) warga Way Jepara, Lampung Timur telah diterima Polda Lampung, Jumat 3 Juli 2020 malam dengan bukti lapor STTLP/977/VII/2020/LPG/SPKT. Selain idampingi orang tuanya, korban juga didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) bandar Lampung.
Untuk melengkapi berkas laporan, Sabtu (4/7/2020) siang korban menjalani pemeriksaan medis untuk mengetahui hasil visum di RSUDAM. “Kami melaporkan dugaan tindak kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur yang dilakukan oleh oknum Dinas P2TP2A kabupaten Lampung Timur,” ujar Kepala Divisi Ekosop LBH Bandar Lampung, Indra Jarwadi, Sabtu 4 Juli 2020.
Menurut Indra tindakan kekerasan seksual yang dialami bermula sejak korban menjalani program pendampingan dari UPT tersebut. Nf sebelumnya juga merupakan korban pemerkosaan. Pelaku pemerkosaan sudah divonis pengadilan setempat dengan jatuh hukuman vonis 13 tahun penjara.
Sementara Nf diajukan ke P2TP2A dalam rangka pemulihan baik secara psikis maupun mental. Karena itu sejak akhir tahun 2019, korban harus menjalani perlindungan di rumah aman yang dirujuk oleh DA. Namun, bukannya mendapatkan perlindungan yang layak, Nf malah menjadi pelampiasan nafsu bejat DA.
Terhitung hingga kasus ini menguap, korban mengaku sudah belasan kali melayani DA untuk berhubungan badan. “Terakhir pelaku kembali melakukan perbuatan tanggal 28 Juni. Saat itu korban dipaksa melakukan hubungan badan sebanyak empat kali,” terang Indra.
Indra Jarwadi menambahkan terlapor diketahui dinas di sebuah lembaga perlindungan perempuan dan anak ini disangkakan pasal Pasal 76 b dan Pasal 81 tentang Undang undang perlindungan anak. “Sudah dilakukan visum, dan kami juga masih menunggu hasilnya,” ungkap Indra.
LBH Bandar Lampung mendampingi korban kekerasan seksual berinisial N (13) melaporkan dugaan tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak sebagaimana diatur dalam UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 76D dan Pasal 81 ke Polda Lampung.
Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad mengatakan, pihaknya bakal segera menindaklanjuti laporan tersebut. “Laporan sudah kami terima dan akan segera kami tindak lanjuti laporan korban,” ujar Pandra, Sabtu 4 Juli 2020.
Pandra menerangkan laporan korban akan ditangani Direktorat Kriminal Umum (Ditkrimum) Polda Lampung. Dari keterangan korban, terlapor yang diketahui oknum kepala P2TP2A Lampung Timur, dan bakal dijerat pasal tentang perlindungan perempuan dan anak.
Pelaku juga akan dikenakan Perppu untuk memperberat hukuman bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak, pasal 76 d dan Pasal 81. Pelaku kejahatan seksual bisa didenda sebesar Rp 5 miliar seperti tertuang pada pasal 81 ayat 1.
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagai mana dimaksud dalam pasal 76d dipidana penjara minimal 5 tahun, maksimal 15 tahun. “Perppu ini dikeluarkan mengingat banyaknya kasus kekerasan seksual terhadap anak. Tentunya dengan dikeluarkan perppu tersebut pemerintah berharap bisa memberi efek jera bagi pelaku kekerasan seksual,” ujar Pandra.
Kata Ayah Korban
Sementara kepada wartawan, ayah kandung korban, Sugiyanto (51) mengaku tak menyangka atas apa yang dialami anaknya Nf (14) selama dititipkan di lembaga pemerintah P2TP2A Lampung Timur. Pasalnya, anaknya yang sebelumnya pernah menjadi korban perkosaan oleh pria tak bertanggung jawab, kembali menjadi korban oleh oknum lembaga pemerintahan. “Jelas saya tidak terima. Anak saya bukannya dilindungi malah dipaksa melakukan perbuatan mesum,” ujar Sugiyanto, Sabtu 4 Juli 2020.
Sugiyanto juga selama ini tak mengetahui hal tersebut, hingga akhirnya korban berani buka suara dan menceritakan semua penderitaannya kepada pamannya. Menurut warga Way Jepara, Lampung Timur ini, korban tidak berani menceritakan, karena takut sang ayah naik pitam.
Bahkan, paman korban meminta Sugiyanto jangan memarahi anaknya setelah mendengar kenyataan pahit yang terlanjur terjadi pada putri sulungnya. “Anak saya diancam makanya gak berani ngomong sama saya. Saya tahu dari saudara, mereka yang minta saya berjanji jangan mukul, jangan marah setelah mengetahui itu,” jelasnya.
Setelah mendengar pengakuan dari Nf, akhirnya ayah korban langsung melaporkan ke pihak polisi. “Selama ini saya percaya karena dia (pelaku,red) pakai seragam kuning kunyit (PNS). Ngakunya perlindungan anak ternyata biadab!,” ujar Sugiyanto kesal.
Fasilitator Kabupaten Layak Anak (KLA) Toni Fiser menyatakan perbuatan terduga pelaku inisial DA sangat mencoreng lembaga perlindungan perempuan dan anak. Karena jika benar terbukti DA melakukan tindakan kekerasan terhadap anak, sebaiknya dihukum seberat mungkin. “Sangat bejat, karena kalau memang DA pelakunya dia ini orang yang mengerti undang undang tentang anak,” ujar Toni.
Oleh karena itu, dirinya meminta kepada aparat kepolisian yang menangani masalah ini untuk menerapkan hukuman paling berat. “Jangan pilih pilih pasal, karena terduga pelaku ini orang yang paham tentang perlindungan anak. Mungkin kalau orang gak paham masih bisa dimaklumi,” katanya.
LBH Kecam Korban Lebih dari Satu
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung ikut mengecam aksi oknum Kepala UPT P2TP2A tersebut. LBH mendesak Polda segera menindak pelaku, karena ada indikasi korban tidak hanya Nf, ada ada korban lain. Hal tersebut juga diketahui berdasarkan penuturan dan sepengetahuan korban selama berada di rumah aman milik P2TP2A.
Direktur LBH Bandar Lampung Chandra Muliawan, S.H., M.H., C.L.A didampingi Advokasi LBH Bandar Lampung Anugrah Prima mengatakan, ada dua korban kekerasan seksual lainnya yang masih enggan membuat laporan. “Tidak menutup kemungkinan ada korban lain selain Nf, karena menurut Nf ada dua orang lagi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh DA,” kata Chandra Muliawan,
Namun pihaknya belum dapat menelusuri kepastian hal tersebut, lantaran yang bersangkutan lebih memilih bungkam. “Dua korban lagi belum berani buka suara, jadi baru satu korban yang kami dampingi untuk membuat laporan polisi,” terangnya.
Chandra Muliawan, juga sangat menyayangkan dugaan tindak kekerasan yang dilakukan oleh oknum tersebut. Pasalnya, kata Prima, lembaga pemerintahan yang seharusnya menjadi wadah tempat berlindungnya perempuan dan anak, justru menjadi pelaku tindak kekerasan.
Oleh karena itu, pihaknya berharap kepada aparat kepolisian dapat mengungkap kasus ini dengan cepat dan transparan. “Jangan sampai kasus ini menguap begitu saja karena terlapor berstatus sebagai ASN di lembaga pemerintahan,” jelasnya.
Sudah Enam Bulan
Kasus pencabulan yang dialami Nf (14) warga way Jepara, Lampung Timur ini sudah berjalan kurang lebih 6 bulan lamanya. Tindakan itu baru terkuak setelah korban memberanikan diri menceritakan apa yang ia alami selama berada di rumah aman yang dirujuk oleh UPT P2TP2A Kabupaten Lampung Timur.
Perwakilan Komunitas Aktivis Muda Indonesia (KAMI) Lampung Timur, Iyan Hermawan mengatakan, karena sudah tidak tahan dengan perlakuan yang diterima selama berada di rumah aman UPT P2TP2A itu akhirnya korban berani buka suara.
Kepada kerabat atau paman nya inilah korban mencurahkan semua yang dialami. Pasalnya, setelah berhasil kabur dari rumah aman kondisi Nf masih syok. “Kamis 2 Juli 2020 malam korban cerita semua ke pamannya. Karena korban dari ekonomi lemah sehingga kami berinisiatif mendampingi korban ke Polda Lampung untuk buat laporan,” ujar Iyan, Sabtu 4 Juli 2020.
Iyan mengatakan, selama ini korban enggan menceritakan semua tindakan kekerasan seksual yang dialami lantaran ada ancaman dari DA. Bahkan berdasarkan pengakuan korban, DA juga mengancam bakal membunuh ayah kandung korban. “Bapaknya Kerja buruh cetak bata, ibunya TKW di Malaysia. Tapi semua kebutuhan hidup ditanggung bapaknya, karena ibu korban jarang sekali mengirimkan uang,” katanya.
Menurut Iyan, korban sudah beberapa kali berpindah tempat tinggal. Terhitung ada 3 bulan korban menginap di rumah aman rujukan UPT P2TP2A. Setelah dari rumah aman, korban sempat dipulangkan ke rumah orang tuanya. Meski sudah dipulangkan, ternyata DA masih kerap menyambangi korban.
Bahkan tak jarang DA menginap di rumah korban sembari melampiaskan nafsu bejatnya. Terakhir kali DA menginap di rumah korban pada tanggal 29 Juni 2020, dengan alasan akan mendaftarkan korban masuk SMP. “Selama menginap DA juga melakukan itu, korban diancam agar perbuatannya tidak diketahui oleh siapapun,” jelasnya.
Korban Dipaksa Dan Dijual
Berdasarkan penuturan korban, oknum Kepala UPT P2TP2A berinisial DA ini acap kali memintanya berhubungan badan. Namun ternyata kekerasan seksual yang dialami korban tidak hanya sampai disitu. Ia juga beberapa kali “dijual” oleh DA untuk melayani pria lain. “Salah satunya pegawai rumah sakit di Sukadana. Saya dijemput lalu diajak ke hotel,” ujar Nf.
Nf memastikan pria tersebut pegawai rumah sakit dari seragam yang dikenakan saat dijemput olehnya. Sebelumnya, Nf diminta oleh DA mengirim foto dirinya melalui whatsapp. Ternyata, foto Nf diteruskan DA ke pria yang diketahui pegawai Rumah Sakit di Sukadana. “Setelah digituin sama dia, saya dikasih uang Rp700 ribu. Yang Rp 500 ribu buat saya, Rp200 ribu lagi disuru kasih buat DA,” jelasnya.
Korban mengaku terpaksa mengikuti perintah DA karena sempat menerima ancaman. DA mengancam bakal memutilasi dan santet korban jika tidak mau mengikuti kemauannya. Ancaman tersebut juga dilontarkan DA agar korban tidak menceritakan kejadian tersebut kepada keluarga nya. “Kalau gak nurut saya mau di cincang-cincang sama DA, saya takut jadi terpaksa ikutin kemauan nya,” kata Nf.
Kasus ini mencuat pasca korban bercerita langsung kepada salah satu kerabatnya yang kemudian disampaikan kepada orang tua korban yang kemudian dikonfrontir langsung kepada korban. Bahwa sebelumnya korban pernah mengeluh sakit dan kerap histeris sehingga keluarga korban merasa curiga dengan si anak.
Berdasarkan penuturan korban kepada kerabatnya tersebutlah baru terungkap bahwa telah terjadi dugaan kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh petugas pendamping dari Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) yang mendampingi korban pasca kekerasan seksual yang menimpanya.
Perlu diketahui, korban didampingi oleh UPTD P2TP2A bermula saat kasus kekerasan seksual yang pertama kali dialami oleh korban di proses di kepolisian. Bahwa kejadian serupa pernah dialami oleh korban yang pelakunya ialah paman korban sendiri yang saat ini telah di vonis penjara selama 14 tahun di Pengadilan Negeri Sukadana Lampung Timur. Sementara oknum Ketua P2TP2A Lampung Timur, yag coba dikonfirmasi terkait masalah tersebut tidak ada ditempat, dan hanphonenya dalam keadaan tidak aktif. (red)