Tulangbawang Barat (SL)-Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) Tiyuh Karta Raharja, Tulangbawang Udik, Tulangbawang Barat dituding ‘sehago-hago’ menetapkan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) hingga ramai diprotes warga.
Sejatinya, bantuan sosial bersyarat kepada Keluarga Miskin (KM) yang telah ditetapkan sebagai keluarga penerima manfaat PKH, juga mencakup penyandang disabilitas dan lanjut usia sesuai amanat konstitusi dan Nawacita Presiden RI. Namun hal tersebut terindikasi diabaikan oleh Pendamping PKH Tiyuh Karta Raharja.
Hendra Febriyadi (28), warga Karta Raharja membenarkan banyak warga di desanya yang tidak mampu tidak tidak tersentuh PKH. “Di sini, yang kebagian justru orang mampu. Kami protes,” tegasnya, Rabu (18/12/2019). Hendra menuding para pendamping PKH tidak melakukan pendataan dengan benar dan terindikasi kuat melakukan praktik nepotisme. “Silakan dicek, di sini yang dapat justru oknum aparatur tiyuh, kerabat oknum pendamping atau petugas pendata. Ini bukan dugaan, tapi fakta, silakan cek di lapangan atau tanya langsung kebenarannya dengan kepala tiyuh,” jelasnya kepada sinarlampung.com.
Menurutnya, selayaknya para pendamping PKH mengutamakan janda-janda resnta lagi yang hidup sendiri. Atau warga tidak punya penghasilan tetap masih membiayai sekolah anak-anaknya. Ia meminta pihak terkait dengan penetapan KPM PKH segera turun ke lapangan dan mengevaluasi KPM saat ini.
Di tempat terpisah, Andi Setiawan, warga Dayamurni, juga mengungkapkan hal yang sama. Dia menyarankan KK yang sudah tercatat sebagai KPM, namun mampu, sebaiknya dengan kemuliaan hatinya, mengundurkan diri. “PKH itu kan buat warga kurang mampu, seandainya benar tidak tepat sasaran, saya berharap agar yang bersangkutan mengundurkan diri melalui TKSK setempat,” ujar Andi Setiawan yang dikenal sebagai Admin Group Facebook Tulang Bawang Barat.
Andi meminta Dinas Sosial Tulangbawang Barat serta petugas PKH segera mendata ulang warga yang tidak mampu. “Data saja kembali, jika ada yang tidak pantas dicoret saja. Ini persoalan sensitif, jangan dipermainkan,” cetusnya.
Bisa Menjadi Program Gagal
Ahmad Basri S.IP, warga Karta Raharja, alumni Universitas Muhammadiyah Jogyakarta (UMJ) tahun 1997 Fakultas Sospol dan Hubungan Internasional Jurusan Ilmu Politik khawatirkan program PKH menjadi program yang gagal. “Suksesnya program ini bukan semata dari besaran alokasi anggaran PKH, melainkan ketepatansasaran yang berkeadilan.
“Jika tidak diawasi dengan ketat, di mana justru warga mampu yang dapat, maka dapat memicu terjadinya gesekan di masyarakat bawah. PKH harus berkeadilan. Pendataan harus dilakukan dengan cemat, transparan, dan dilakukan oleh pendamping yang memililki integritas,” tegasnya.
Ahmad Basri membeberkan, dari investigasi yang dilakukan bersama teman-temannya, ada kecenderungan banyak yang salah sasaran. “Bagi saya, ini menarik dimana fenomena hampir semua kebijakan Pemda yang basisnya ke bawah semuanya mengalami proses salah sasaran, karena ada kepentingan pribadi dan keluarga.” cetusnya.
Dia berharap Pemda segera turun tangan. Semua data harus diubah, termasuk orang-orang yang di lapangan juga harus diubah. “Jangan mengambil RT- RK nya saja, melainkan harus merekrut orang yang independen, yang paham standar kemiskinan itu bagaimana. Intinya, kesalahan ada pada tingkat operasional karena tidak diawasi oleh Pemda sebagai pemegang kebijakan. Jadi Pemda harus mengevaluasi kembali, perlu ada perombakan semua,” harapnya.
Sebuah Testimoni Menyedihkan: Dua Nenek Renta Miskin Tak Pernah Mendapat Bansos
Untuk memverifikasi masalah ini, sinarlampung.com pun menemui Mbah Dul Kusaini (80) dan Mbah Tasilah (75) warga Tiyuh Kartaharja Rk 8. Dan astaga! Dua nenek-nenek miskin ini mengaku tak pernah tersentuh PKH, juga bantuan-bantuan lainnya.
Wartawan Sinarlampung,com biro Tulangbawang Barat yang bertandang ke rumah dua nenek renta tersebut mendapati kenyataan; keduanya betul-betul terabaikan, dan dibiarkan hidup miskin dan tak pernah tersentuh bantuan sosial dari pemerintah. Untuk bertahan hidup mereka mengandalkan kiriman anak-anaknya. Itu pun tidak rutin. “Kami orang kecil, tak tahu harus mengadu kepada siapa. Kami tidak pernah ditanya-tanya (didata),” ujar Mbah Dul Kusaini yang harus berjuang hidup sendirian karena suaminya sakit asam urat, lambung, dan pendengaran.
Menanggapi itu, Pendamping PKH Tiyuh Kartaharja Helda Guspiani S.Pd mengungkapkan, Dirinya tidak pernah melakukan pendataan langsung terhadap warga penerima PKH. Namun pihaknya hanya menerima data dan nama penerima dari pemerintah pusat langsung melalui Bank Mandiri.
“Yang mendata itu bukan kami, tapi pihak pemerintah pusat melalui data yang diperoleh dari statistik. Terkait adanya warga yang sudah dianggap mampu namun mendapatkan bantuan PKH, kami sudah melakukan sosialisasi agar warga terkait mengundurkan diri. Pastinya kami pendamping sebatas menjalankan data yang sudah ada,” imbuhnya.(Angga)