Lampung Timur (SL)-Atas nama warga korban dugaan penipuan Fee jual beli lahan, Jaringan Pemberantasan Korupsi (JPK) Kordinator Daerah Lampung Timur, melayangkan surat somasi kepada Kepala Kampung Syamsul CS yang dianggap merugikan masyarakat.
JPK juga meminta klarifikasi terkait kasus dugaan penggelapan fee jual beli lahan senilai Rp13 miliar serta ratusan juta uang milik warga yang masih belum di selesaikan di Desa Tanjung Qencono, Kecamatan Way Bungur, Lampung Timur.
“Sesuai surat pernyataan dari para korban, JPK Korda Lampung timur bermaksud untuk mengklarifikasi secara langsung kepada Kepala Desa Tanjung Qencono Syamsul Arifin, Mario dan Nicky atas adanya dugaan perbuatan melawan hukum yang mengarah kepada penipuan dan penggelapan,” kata Ketua JPK Korda Lampung timur, Sidik Ali. Kamis (16/5)
Menurut Sidik Ali, selain ada dugaan pembohongan publik dan unsur memperkaya diri sendiri, kelompok dan golongan, persekongkolan dan pemufakatan jahat, indikasi pemalsuan dokumen negara atau tindak pidana pencucian uang/TPPU (Money Loundring).
“Serta kejahatan yang dilakukan dalam jabatan, yang menyangkut ganti rugi lahan dan hak-hak atas tanah masyarakat Desa Tanjung Qencono dan Desa Tambah Subur untuk kepentingan pendirian Perusahaan Cv.Agri Starch,” katanya.
Sementara terkait undangan JPK itu, melalui Adi Surya S.H selaku loyer dari Mario dan Kades Tanjung Qencono serta Nicky, mereka tidak bisa untuk hadir dalam undangan, karena Mario masih menunggu istri baru melahirkan di Bandarlampung.
“Maaf pak, untuk hari ini, klaein kami tidak bisa hadir, karena masih menemani isterinya melahirkan,” kata Andi Surya, melalui telpon seluler kepada Ketua JPK Korda Lampung, pukul 12:15 Wib, Kamis (16/04/19).
Bukan hanya permintaan maaf, pengacara muda itu juga, akan berjanji dua hari kedepan pihaknya akan ke kantor JPK, “Hari Sabtu lusa, kita akan mendampingi klaein kami untuk mengunjungi kekantor pak,” janjinya,
Sebelumnya, muncul dugaan kasus penggelapan fee jual beli lahan Rp13 miliar di Desa Tanjung Qencono, Kecamatan Way Bungur, Lampung Timur. Lahan itu rencananya akan di bangun Perusahaan Industri tapioka milik BW, warga asal Kabupaten Surabaya, Jawa Timur, dengan kuasa untuk pembebasan kepada Niki Eriyanto, warga Desa Tambah Subur, Kecamatan Way Bungur, menuai persoalan baru, Kamis (14/03/2019).
Namun puluhan hektare lahan itu di beli itu ternyata banyak pelanggaran kesepakatan. Awalnya, pemilik lahan seluas 5000 m3, atau atau setengah hektar, janji akan dibayar senilai seratus juta bagian daratan, sedangkan lahan yang bagian Rawa diberi harga bervariasi.
“Dulu kesepakatannya perseperempat dibayar seratus juta itu yang di daratan, dan punya saya ada dua perempat, jadi seharusnya dua ratus juta, tapi ini kok cuma di transfer Rp150 juta, berarti masih kurang 50 juta lagi,” katanya MP, pemilik lahan.
“Saya sudah berupaya untuk meminta kekurangan itu. Namun mereka saling lempar, saya tanya dengan pak lurah Samsul Arifin, pak lurah menyarankan ke tempat pak Niki, giliran saya kerumah pak Niki, pak Niki suruh tanya dengan pak lurah,” katanya.
MP melanjutkan, pembayarannya melalui buku tabungan atas nama pribadi. “Setelah diterima uangnya dimintai lagi Rp1 juta dengan berdalih untuk pembuatan surat menyurat tanah,” katanya.
Hal yang sama juga terjadi kepada warga lainnya. Ada puluhan hektar tanah masyarakat Desa Tanjung Kencono yang pembayaran hingga saat ini tidak dilunasi oleh pihak pembeli. MP berharap agar Kepala desa ataupun pihak yang diberikan kuasa, agar dapat segera melunasi biaya kekurangan penjualan lahan kami, karena pihak pembeli sudah melunasi nya. (Wahyudi)