Jawa Barat (SL) – Dalam kesaksiannya, Kepala Seksi Pemanfaatan Ruang pada Dinas Bina Marga, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat, Yani Firman mengaku menyimpan uang Rp950 juta diloteng rumahnya. Hal itu, diungkapkannya dalam persidangan suap perizinan megah proyek Meikarta di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bandung, Jawa Barat, Senin (28/1/2019).
Sebelum ditukar dengan nilai rupiah, Yani menyebutkan uang yang berasal dari terdakwa Fitradjadja Purnama dan Hendry Jasmen (Konsultan Lippo Group untuk proyek Meikarta) dalam bentuk Dollar Singapura sebesar 90.000. Uang itu sambung Yani, diterimanya pada Januari 2018. Diakuinya, penyerahan uang itu dilakukan di salah satu Wisma di Jalan Kalimantan, Kota Bandung, Jawa Barat. “Menerima 90.000 dolar Singapura Januari 2018. (Yang menyerahkan) Pak Fitra dengan Pak Hendry, di Wisma Jalan Kalimantan. Setelah diterima, sempat saya menukarkan uang tersebut ke dalam mata uang rupiah,” kata Yani.
Masih kata Yani, beberapa hari kemudian, Pak Fitra sempat bertanya sudah ditukar apa belum. “Sekitar bulan Januari saya tukarkan ke rupiah, menjadi kurang lebih Rp950 juta lebih. Karena takut dengan uang sebanyak itu saya simpan diatas plafon rumah,” ungkapnya.
Namun Yani mengaku, sudah mengembalikan uang tersebut tanpa sempat dibagikan karena bingung mau dibagikan kesiapa saja. “Saya bingung mau dibagikan kesiapa, ngak ada daftar atau list yang mau dibagikan. Uangnya sudah dikembalikan ke KPK,” terangnya.
Yani pun menjelaskan, selain menjadi Kasi Pemanfaatan Dinas Bina Marga Pemprov Jabar, ia juga menjabat sebagai Sekretariat Badan Koordinasi Pemanfaatan Ruang Daerah (BKPRD) yang tugasnya mengatur agenda rapat dan pleno.
Dalam sejumlah agenda rapat tambah Yani, ia beberapa kali bertemu dengan tersangka Fitra, Hendry, dan Taryudi. Ia pun membantah adanya permintaan untuk mengurus rekomendasi dari BKPRD terkait proyek Meikarta. “Mengurus tidak ada, hanya menanyakan sampai di mana saja,” pungkas Yani. (beritaekspres)