Tanggamus (SL) – Lembaga Swadaya Masyarakat, Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (LSM-GMBI) Distrik Tanggamus, resmi melaporkan Kelompok Masyarakat (Pokmas) dan Aparat Pekon Ketapang Kecamatan Limau Kabupaten Tanggamus ke Kejaksaan Negeri Tanggamus.
Laporan tersebut berdasarkan dugaan besarnya biaya pembuatan sartifikat program pendaftaran tanah sitematis lengkap (PTSL) tahun 2017 yang ditentukan oleh Pokmas dan Aparat Pekon setempat. Laporan tersebut diterima langsung oleh Ridho Rama Z. SH. MH. selaku Kasi Intel Kejari Tanggamus diruang kerjanya, senin – (15/10/18)
Menurut Amroni. ABD, selaku Ketua LSM-GMBI Distrik Tanggamus saat diwawancarai menjelaskan bahwa, laporan tersebut sebagai tindak lanjut dari pemberitan Media Online yang tergabung di Organisasi Profesi Wartawan, Aliansi Jurnalistik Online Indonesia (AJOI) Tanggamus beberapa waktu yang lalu.
“Sebagai LSM yang giat memperjuangkan hak-hak masyarakat di Kabupaten Tanggamus ini, kami LSM-GMBI Distrik Tanggamus merasa terpanggil untuk ikut memperjuangkan apapun yang menjadi keluhan-keluhan yang menimpa masyarakat kecil. Apalagi program PTSL ini adalah program dari Pemerintah Pusat sebagai implementasi dari program Nawacita Presiden Jokowi-JK,” jelasnya.
Dia melanjutkan, berdasarkan surat keputusan bersama Tiga Menteri (SKB) Tgl 22 Mei 2017 dan PERBUP No 31 Tanggal 04 Agustus 2017, bahwa semua kegiatan pelaksanaan dan biaya pembuatan sertifikat PTSL sitentukan dengan biaya sebesar Rp : 200rb/bidang tanah.
“Namun yang terjadi di Pekon Ketapang Kecamatan Limau, biaya pembuatan sartifikat perbidang tanah dipatok oleh Pokmas dan Aparat Pekon berkisar antara Rp.500rb s/d Rp.1jt. Bahkan sampai saat ini masih ada sertifikat warga yang disita oleh oknum Pokmas, karena belum melunasi biaya pembayaran. Hal tersebut berdasarkan pengakuan warga, dikuatkan dengan dibuatnya surat pernyataan dari mereka,” lanjut Amroni.
Dia menambahkan, bahkan ada beberapa masyarakat yang mengeluhkan bahwa, tanah mereka diukur oleh Pokmas tanpa didampingi oleh pihak BPN Tanggamus. Sehingga ukuran tanah yang menjadi hak mereka diduga tidak sesuai dengan ukuran tanah yang mereka miliki.
“Oleh sebab itu, kami dari LSM-GMBI Distrik Tanggamus akan terus mengawal masalah ini sampai tuntas dan apa yang menjadi kehendak masyarakat bisa terpenuhi. Dan kepada Penegak Hukum, khususnya Kejaksaan Negeri Tanggamus bisa segera memproses laporan kami secepatnya. Mengingat masalah ini berhubungan langsung dengan hak-hak masyarakat yang notebene adalah masyarakat miskin,” pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan bahwa, Pokmas Patok Biaya Pembuatan Sertifikat PTSL Rp.500-Rp.1jt. Warga Pekon Ketapang, Kecamatan Limau, Kabupaten Tanggamus mengeluh atas besarnya biaya pembuatan sertifikat Program Pendaftaran Tanah Sistematis (PTSL) Rp 700 ribu yang telah dipatok Pokmas dan aparat pekon setempat. Pasalnya, biaya tersebut telah melebihi nominal yang ditentukan olah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tanggamus, yaitu sebesar Rp 200.000,-.
SY, salah satu warga Pekon Ketapang Kecamatan Limau menceritakan, bahwa saat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tanggamus membagikan buku sartifikat kepada masyarakat Pekon Ketapang di kantor pekon. Saat itu dirinya menerima langsung buku sartifikat dari pihak BPN, tapi saat keluar dari kantor pekon, sartifikat tersebut disita oleh kepala dusun (Kadus) mereka.
“Sertifikat saya langsung di ambil oleh Kadus saya, dengan alasan mau di kumpulkan ke Pokmas. Hanya karna bayaran saya baru Rp 400.000,- dan masih kurang Rp 300.000. Waktu itu saya sampai memohon kepada Kadus untuk melihat isi buku sertifikat tersebut, tapi tidak diperbolehkan olehnya,” jelasnya.
Dia melanjutkan, bahkan waktu itu dia minta surat sitaan, karna buku sertifikatnya dibawa oleh kadus. “Tapi jawab kadus tersebut, ‘gak usah gak bakal hilang’ lalu saya katakan kalau gitu nanti saya lapor ke BPN, dengan nada menantang ia mengatakan ‘silahkan kalau mau lapor ke BPN’ dan itu yang membuat saya tadinya jadi patah hati,” keluhnya. Hal senada juga dialami oleh NJ, masih Warga Pekon Ket