Jakarta (SL)-Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengungkap, jumlah korban meninggal dunia gempa Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, bertambah menjadi 1.571 orang. Mayoritas korban tewas ini ditemukan di Kota Teluk, Palu.
“Sebanyak 1.571 korban meninggal dunia. Rinciannya 144 di Donggala, 1.351 di Palu, 62 di Sigi, 12 di Moutoung, dan 1 orang di Pasang Kayu,” kata Sutopo di Kantor BNPB, Jakarta Timur, Jumat (5/10/2018).
Dia menjelaskan, sebagian besar korban meninggal karena tertimpa reruntuhan bangunan. Dia menyebut, 1.551 jenazah korban gempa Palu dan Donggala telah dimakamkan secara massal. “Sebagian korban sudah dimakamkan dan hari ini akan dimakamkan, korban diidentifikasi sebelum dimakamkan,” ujar Sutopo.
Selain itu, BNPB ternyata telah menerima laporan sebanyak 2.549 orang mengalami luka berat dan sampai saat ini masih menjalani perawatan di rumah sakit. Sementara itu, 113 orang masih dinyatakan hilang.
Sutopo memastikan, jumlah korban meninggal ini akan terus bertambah. Sebab, kata dia, masih banyak korban gempa Palu dan Donggala yang belum ditemukan. “Untuk total korban yang meninggal masih terus bertambah, karena kemungkinan masih banyak yang belum ditemukan,” kata Sutopo.
Empat Kecamatan Terisolasi
Kemarin, Sutopo mengatakan empat kecamatan di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, masih terisolasi akibat gempa dan tsunami. “Saat ini ada empat kecamatan yang masih terisolasi di Kabupaten Sigi, yaitu Lindu, Kolwi, Kolawi Selatan, dan Pipiko,” kata Sutopi di Kantor BNPB Jakarta Timur, Kamis (4/10/2018).
Sutopo menjelaskan, jalur darat menuju empat lokasi bencana tersebut masih terputus dan memiliki jalur yang sulit akibat bencana tersebut. Saat ini, distribusi bantuan logistik dan penerjunan tim ke lokasi dilakukan menggunakan helikopter.
“Untuk mengatasi hal ini, distribusi logistik menggunakan helikopter, baik dari TNI, Basarnas, BNPB dikerahkan untuk distribusi logistik di daerah terisolasi, termasuk dropping pasukan tim Basarnas untuk melakukan pencarian korban di empat kecamatan,” jelas Sutopo.
Setelah 1.407 dikuburkan dalam pemakaman massal, tim darurat menemukan sejumlah jenazah lagi, yang masih diidentifikasi.
Menurut Sutopo, bandara Mutiara Sis Al Jufri Palu kini sudah mulai dibuka untuk penerbangan komersial, setelah sebelumnya hanya digunakan untuk pesawat militer dan pengangkut bantuan darurat kemanusian. Disebutkan, alat-alat berat juga sudah dikerahkan ke hampir semua kawasan yang paling parah terdampak, untuk melanjutkan upaya evakuasi.
Para petugas penyelamat dan relawan terus melanjutkan upaya pencarian dan penyelamatan di Petopo dan Balaroa mencari korban-korban lain yang dicemaskan terkubur dalam tanah yang mengalami likuifaksi, fenomena ketika tanah menggembur dan mencair, dan menelan bangunan di atasnya, serta isinya termasuk para penghuninya.
“Di Hotel Roa-Roa juga masih terus dilakukan evakuasi untuk menemukan para tamu hotel yang diduga masih tekubur di bawah reruntuhan, sebagian di antaranya orang asing,” kata Sutopo.
Sementara itu, di Kabupaten Donggala menurut Jose Rizal, warga Kelurahan Gunung Bale, Kota Donggala sudah bisa diakses dari Kota Palu, namun ia belum yakin kecamatan lain yang dekat dengan episentrum gempa bisa diakses kendaraan untuk keperluan distribusi bantuan. “Kecamatan Balaesang masih sulit diakses karena jalan tertutup longsoran,” kata Jose Rizal.
Satu-satunya jalan menuju Kecamatan Balaesang melalui Kabupaten Parigi Mountong, Jalur itu sejauh 185 km dari Kota Palu, dengan waktu tempuh lebih dari 24 jam.
Jose Rizal bersama warga pesisir kota Donggala mengungsi ke tempat yang lebih tinggi, hingga kamis (04/10) mereka secara swadaya harus mengumpulkan bahan makanan terutama air bersih, untuk dibagikan kepada sekitar seribu pengungsi.
Sehari setelah gempa, ia dan warga lainnya berinisiatif untuk mencari jenazah. Hingga kamis (04/10) terdapat 39 jenazah, yang sebagian besar ditemukan di bawah reruntuhan bangunan. Saat ini kebutuhan yang juga mendesak adalah bahan bakar kendaraan, Jose Rizal secara swadaya menggalang bantuan bagi warga pesisir Donggala yang masih mengungsi di area perbukitan.
Tetapi langkahnya terhenti karena pasokan bahan bakar belum sampai ke desanya. “Motor saya tidak ada bensin sejak kemarin, sehingga saya tidak bisa bergerak bersama kawan-kawan, padahal, banyak sekali yang masih tinggal di bukit dan butuh bantuan,” terang Jose Rizal. (net)