Oleh : Ardiansyah
Apresiasi Performance Ayu Permata Dance Company dalam Kotabumi Art Festival 2018. Dari sejumlah penampil yang menyuguhkan beragam karya seni tari dan musik kontemporer, performance yang disuguhkan Ayu Permata Dance Company cukup menarik perhatian sejumlah pengunjung yang hadir menyaksikan Kotabumi Art Festival 2018, Rabu kemarin, (28/03/2018), di Aula Islamic Centre Kotabumi Kabupaten Lampung Utara.
Ayu Permata Dance Company menawarkan satu bentuk pertunjukan tari kontemporer dengan latar belakang sejarah lahirnya Aksara Lampung serta perkembangan aksara itu mengikuti perkembangan zaman yang terus berubah dengan pesat.
Koreografi yang dibentuk memberikan gagasan serta perspektif berbeda dari berbagai pertunjukan tari konvensional maupun dengan konsep serupa yang pernah dipertontonkan, khususnya di Kabupaten Lampung Utara. Meski begitu, harmonisasi antara suara, ekspresi, dan gagasan yang disajikan oleh tarian berjudul KA GA NGA ini sangat kuat dan menyatu dalam komposisi gerak yang dinamis.
Tak heran, jika komunitas tari yang eksistensinya sangat diakui di Provinsi Yogyakarta ini, mampu memukau pengunjung yang dengan sesekali memberi aplaus disetiap kejutan tematik dalam gerak para penari Ayu Permata Sari (Koreografer), Yola Utari Asmara, Ela Mutiara Jaya Waluya, Nurrachma Dinda Chairani, Dwi Risnawati Ayuningsih.
Bermula dari panggung yang lengang, cahaya redup memancar dari sayap-sayap panggung dan stage lamp, serta suara desahan seorang wanita dengan ritme lambat yang menyuarakan kata-kata Aksara Lampung “Ka Ga Nga” secara berulang-ulang dan meluncur hingga pertunjukan usai.
Tanpa diduga, lima orang penari wanita muncul dari belakang pengunjung yang pada awalnya terfokus pada panggung yang lengang dan terkesan penuh misteri. Dengan begitu santun dan penuh keramahan, lima orang penari Ayu Dance Company menarik satu persatu pengunjung untuk berdiri seraya mengajarkan gerak yang mewakili simbol Aksara Lampung, Ka Ga Nga.
Penari dan pengunjung seolah terlibat intim, tanpa jarak, dan saling bertautan. Setelah beberapa saat, para penari tersebut menuju ke atas ruang pertunjukan dengan terus berujar Ka Ga Nga dengan karakter dan intonasi yang berbeda-beda.
Sepanjang pertunjukan tari KA GA NGA tidak terdengar satu nada dari alat musik yang lazim mengiringi sebuah pertunjukan tari. Hanya suara pengucapan aksara Ka Ga Nga yang terus bertautan dan pada akhirnya menjadi harmonisasi musik pengiring tarian. Energi yang luar biasa ditunjukkan para penari.
Lambat laun, ujaran-ujaran Aksara Lampung itu mulai bertumburan dengan pengucapan abjad A Be Ce dan sebagainya. Ini menjadi ruang dan atmosfer tersendiri. Sebuah transformasi peradaban purba menuju era-modernisme.
Ada sebuah filosofi yang ditawarkan dari suara-suara para penari yang mengiringi gerak tarian KA GA NGA sepanjang pertunjukan hingga akhir, yakni lahirnya Aksara Lampung sebagai tanda dimulainya peradaban tradisional masyarakat Lampung yang kemudian bertransformasi menuju peradaban modern dengan dimunculkannya pelafalan abjad A Be Ce.
Hal tersebut menandakan mulai bergesernya peradaban purba menuju budaya modern yang tidak bisa dihindari.
Sebuah pertanyaan muncul seiring dengan berubahnya gerak, karakter, dan pengucapan aksara Ka Ga Nga menjadi abjad yang dikenal saat ini, apakah proses transformasi peradaban manusia pada akhirnya menggerus historis kebudayaan tanpa jejak?
Ayu Permata Dance Company membuka kembali wahana pikiran pengunjung yang selama ini dijejali berbagai hasil kemajuan teknologi. Peradaban manusia mendorong perubahan pola pikir dan gaya hidup. Akulturasi kebudayaan justru memberikan ancaman pada identitas dan jatidiri serta menghancurkan nilai-nilai tradisi yang agung.
Tari KA GA NGA mengajak pengunjung untuk kembali menjaga produk kebudayaan Indonesia yang mulai tenggelam dan terlupakan. Inilah nilai moral yang ditawarkan Ayu Permata Dance Company
Bahasa adalah alat pemersatu bangsa. Hal ini tidak dapat dipungkiri. Di zaman prasejarah, manusia menggunakan simbol-simbol tertentu dalam berkomunikasi. Seiring dengan perkembangan peradaban kehidupan manusia, simbol tertentu yang digunakan manusia untuk berkomunikasi bergeser dengan aksara atau abjad atau huruf atau alphabet tertentu yang disepakati dalam komunitas-komunitas masyarakat.
Untuk itu, dengan terus menjaga khasanah budaya melalui eksistensi aksara Lampung sebagai salah satu produk asli kebudayaan Indonesia akan memperkuat identitas dan jatidiri bangsa yang bermuara pada ruang eksistensi manusia dalam perjalanan hidupnya.
• penulis adalah wartawan media on-line Sinar Lampung.