Bandarlampung (SL) – Jumlah kasus kematian gajah memang berkurang pada tahun 2017. Akan tetapi, potensi kematian yang diakibatkan oleh manusia masih menjadi ancaman serius bagi berkurangnya mamalia dari familia Elephantidaeini. Ironisnya perburuan liar dan pembukaan lahan masih menjadi momok bagi keberlangsungan hidup hewan langka di Indonesia ini.
“Dari sekian banyak satwa yang berstatus punah, gajah sumatera (Elephas maximus) paling mengenaskan. The International Union for Conservation of Nature (IUCN) menaikkan status gajah sumatera, yang tadinya Endangered menjadi Critically Endangered. Dengan kata lain, status gajah sumatera saat ini adalah terancam punah,” kata Management Effektiveness in Protected Area Officer WWF Indonesia, Beno Fariza Syahri, dalam seminar Mapala Unila, Senin (19/3), di Lantai 4 Ruang sidang Rektorat Unila.
Seminar konservasi dengan tema “Ancaman dan tatanan konservasi gajah sumatera menuju kepunahan,” menghadirkan pembicara WWF Lampung, BKSDA Bengkulu, Kepala TNWK (tidak hadir dan berwakil), TNBBS (tidak hadir), DPRD Lampung (tidak hadir), dipandu Moderator Juniardi. Hadir juga utusan NGO WCS, TNWK, Watala, TNBBS, Krimsus Polda Lampung, Rektorat Unila, Mahasiswa, para penggiat alam, dan organisasi pencinta alam.
Menurut Beno Fariza Syahri mengatakan, di Indonesia ada dua spsesies Gajah yang ada, yaitu Gajah Kalimantan dan Gajah Sumatera (Elephas Maximus Sumatranus). Di Sumatera ada 7 Provinsi yang memiliki habitat Gajah, yaitu Aceh, Lampung, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Jambi, Bengkulu.
Pria yang bekerja di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) ini menuturkan, prinsip Integrated Human Elephant Conflict Mitigation (I-HECM) meliputi, proaktif yaitu melakukan pencegahan sebelum terjadi konflik, kemudian holistik yaitu, hidup berdampingan antara manusia dan Gajah, lalu Win-win solution yaitu, berbagi ruang melalui tata kelola wilayah dan pembinaan habitat. “Sinergitas yaitu, memadukan semua pihak, pemerintah, swasta dan masyarakat,” kata Beno.
Alih fungsi hutan menjadi lahan perkebunan seperti yang terjadi di Kecamatan Semaka, Kabupaten Tanggamus menjadi pemicu terjadinya konflik antara gajah dan manusia. Dampak dari itu kata Seno, Gajah bisa memasuki kawasan pemukiman warga, karena berkurangnya habitat gajah. (jun)