Oleh: DR Eddy Rifai
(Pakar Hukum Pidana Unila)
Laporan Kabag Perlengkapan Pemkab Lampung Selatan kepada AS, wartawan Fajarsumatera.co.id ke polisi No. B-230/III/2018/SPKT dengan tuduhan pencemaran nama baik di media sosial, adalah keliru.
Melaporkan wartawan yang dianggap telah menyebarkan berita fitnah dan hoax, berdasar pemberitaan berjudul, Mobil Dinas Pemkab Lamsel Dibuat Pakai Mesum, menunjukkan ketidakpahaman pejabat terhadap penegakan hukum pemberitaan pers.
Pemberitaan pers sebagai karya jurnalistik berbeda dengan ujaran kebencian atau hoax di media sosial yang jelas bukan karya jurnalistik. Ujaran kebencian yang dikategorikan hoax (penghinaan/pencemaran nama baik) merupakan karya perorangan (non-wartawan) yang dimuat di media sosial (facebook, Twiter, WhatsApp, dll). Sedangkan karya jurnalistik wartawan itu dimuat di media daring (online).
Pengaturan ujaran kebencian atau hoax di media sosial terdapat dalam Pasal 27 ayat (3) UU No. 8 tahun 2011 jo UU No. 19 tahun 2016 tentang ITE (UUITE). Disebutkan, setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Jo. Pasal 45 ayat (3) UUITE yang berbunyi, setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.
Pengaturan karya jurnalistik terdapat dalam Pasal 5 UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) yang menyatakan: (1) Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah. (2) Pers wajib melayani Hak Jawab. (3) Pers wajib melayani Hak Tolak.
Pasal 1 angka 11 UU Pers menyatakan, hak Jawab adalah seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya. Pasal 18 ayat (2) UU Pers menentukan, perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp500 juta.
Pengaturan selanjutnya terdapat dalam Pasal 11 Kode Etik Jurnalistik, wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional. Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.
Pelaksanaan putusan Dewan Pers dalam prosedur pengaduan ke Dewan Pers. Pasal 12: (1) Pengadu melaksanakan pernyataan penilaian dan rekomendasi paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima pernyataan penilaian dan rekomendasi. (2) Teradu wajib melaksanakan isi pernyataan penilaian dan rekomendasi pada kesempatan pertama. (3) Teradu wajib memuat atau menyiarkan pernyataan penilaian dan rekomendasi di media bersangkutan. (4) Jika perusahaan pers tidak mematuhi pernyataan penilaian dan rekomendasi, Dewan Pers akan mengeluarkan pernyataan terbuka khusus untuk itu. (5) Apabila putusan Dewan Pers berisi rekomendasi pemuatan hak jawab tidak dilaksanakan oleh perusahaan pers, dapat berlaku ketentuan Pasal 18 ayat (2) UU Pers. Dalam pengaturan ini terdapat pula Nota Kesepahaman antara Dewan Pers-Polri.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas dapat dikatakan bahwa ujaran kebencian atau hoax (penghinaan/pencemaran nama baik) yang merupakan karya perorangan (non-wartawan) yang dimuat di media sosial (facebook, Twiter, WhatsApp, dll) dapat diterapkan Pasal 27 ayat (3) jo Pasal 45 ayat (3) UU No. 8 Tahun 2011 jo UU No. 19 Tahun 2016 tentang ITE.
Hoax (penghinaan/pencemaran nama baik) karya jurnalistik wartawan yang dimuat di media daring (online) berlaku Pasal 5 ayat (2) UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, Pasal 11 Kode Etik Jurnalistik, Pasal 12 Pelaksanaan Putusan Dewan Pers dalam Prosedur Pengaduan ke Dewan Pers, Nota Kesepahaman Dewan Pers-Polri.
Putusan Dewan Pers dapat berupa pernyataan penilaian dan rekomendasi yang harus dilaksanakan oleh pers. Putusan Dewan Pers berisi rekomendasi pemuatan hak jawab yang tidak dilaksanakan oleh perusahaan pers, dapat berlaku ketentuan Pasal 18 ayat (2) UU Pers/perusahaan pers melakukan tindak pidana.
Putusan Dewan Pers dapat berupa rekomendasi penyelesaian perkara kepada penegak hukum pidana dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam Nota Kesepahaman Dewan Pers-Polri.
Sebagai tambahan untuk ranah hukum lain, penyelesaian sengketa antara Pengadu dengan pers dapat diselesaikan melalui gugatan perdata, karena adanya kerugian baik materil maupun immateril. **
(dikutip rilis.id)