BANYAK tokoh dunia, bahkan dalam sejarah Indonesia, ada banyak Pahlawan yang kepribadian, hingga kesuksesannya menjadi pemimpin yang baik, dan dapat dijadikan rujukan. Dari para Nabi, sahabat Nabi, hingga tokoh tokoh dunia termasuk Hitler sekalipun.
Jika tokoh manusia dibumi tak ada lagi yang bisa ditiru, atau diidolakan menjadi vigur kepemimpinannya, maka mungkin perlu belajar dan melihat dari gaya kepemimpinan binatang. Karena banyak juga juga para binatang yang sukses memimpin koloninya, hingga kelompoknya, yang dicatat para ahli, bahkan firman dan hadist.
Gajah, misalnya, tahukah siapa yang menjadi pemimpin dari setiap kawanan gajah. Apakah seekor gajah yang masih muda?, Ternyata bukan, yang menjadi pemimpin kawanan gajah adalah nenek gajah (gajah betina tua). Karena pengalaman dan ingatan yang panjang dari si nenek membantu kawanan gajah menemukan makanan dan air. Artinya dalam memimpin suatu organisasi, kita memang memerlukan pengalaman yang matang.
Pengalaman hidup jelas membentuk kita sekaligus memperlengkapi kita dengan berbagai macam hal yang dapat membantu kita untuk mempertimbangkan sesuatu dan mengambil keputusan. Namun, apakah hanya pengalaman saja yang diperlukan dalam memimpin sebuah organisasi? Tentu saja tidak, ada beberapa hal lain yang kita sangat perlukan.
Berang-berang, misalnya binatang ini sangat ahli dalam membuat Dam (bendungan) di sungai sebagai tempat tinggalnya. Namun bagaimana cara mereka bekerja sama sehingga mampu membangun dam tersebut. Ternyata sekawanan berang-berang biasanya kerjasama dalam membangun dam, dan uniknya, dari sejumlah berang-berang tersebut, tidak ditemukan pemimpin atau penanggung jawab utama dari pembuatan dam tersebut. Tiap berang-berang berlaku sebagai pemimpin dirinya sendiri dan mereka bertanggung jawab terhadap tugas sendiri bukan untuk kepentingan pribadi tetapi untuk mendukung kepentingan bersama.
Berang-berang saling terbuka satu sama lain, mereka tidak menyembunyikan pohon yang bagus dari berang-berang lainnya.Dari berang-berang kita belajar bahwa tidak ada ‘kayu-kayu baik’ yang harus disembunyikan hanya untuk menunjukkan kualitas kerja kita atau bidang kita adalah yang terbaik. Justru ‘kayu-kayu baik’ itu harus dibagikan dengan anggota bidang pelayanan yang lain untuk kepentingan bersama.
Lalu Tupai, ketika seekor tupai mencari makanan, mereka tidak hanya mencari untuk diri sendiri, melainkan dimakan beramai-ramai sebagai cadangan makanan di musim dingin. Intinya, tupai merupakan binatang yang tidak egois dan memikirkan dirinya sendiri. Tupai bekerja demi mencapai tujuan mereka bersama. Seorang pemimpin bukanlah seorang yang hanya duduk ‘uncang-uncang kaki’ selama anggotanya bekerja.
Maknaya adalah seorang pemimpin adalah seseorang yang bekerja sama sekaligus berkerja bersama-sama dengan anggotanya yang sedang bekerja keras. Seorang pemimpin harus bekerja keras demi mengerahkan dan mengarahkan timnya mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Bagaimana dengan Semut, dia adalah binatang yang selalu bekerja keras. Mereka mengerjakan tugas mereka dengan cepat dan tidak akan berhenti sampai mereka mencapai apa yang mereka cari. Setiap kali mereka menemui hambatan saat perjalanan, dengan semangat yang menggebu-gebu mereka terus mencari jalan keluar untuk keluar dari masalah itu. Semut juga merupakan binatang yang tidak rakus dan dermawan, apabila mereka menemukan makanan, mereka akan membawa makanan tersebut ke sarang atau memanggil semut lain untuk menikmati makanan itu bersama-sama.
Dari semut kita belajar bagaimana mereka bekerja keras bersama-sama, bekerja demi kepentingan bersama, bukan hanya untuk kepentingan diri sendiri. Kita juga belajar dari semut bahwa masalah yang datang seperti apapun pemimpin tidak boleh menyerah, dia harus berusaha untuk mencari jalan keluar. Semut tidak meninggalkan temannya yang sedang mengalami masalah (lemah atau mati). Masalah anggota kita adalah masalah kita juga. Solidaritas harus menjadi bagian dari sifat kepemimpinan kita.
Lebah juga dalam membangun wadah madu yang dihasilkan, memiliki perhitungan yang begitu cermat, hingga dalam dunia lebah dimiliki aturan standar inetrnasional kemiringan wadah madu 13 derajat. Dalam berkoordinasi antara satu sama lain, lebah menggunakan panduan arah berdasarkan posisi matahari, padahal pada setiap waktunya matahari bergeser satu derajat per empat menit.
Bayangkan kalau lebah tidak smart membaca petunjuk kerja dari sesamanya, tidak mungkin bisa mereka bekerja dengan optimal. Selain itu walaupun lebah menyengat dengan galak, lebah adalah binatang yang sangat lembut. Kalau dia hinggap di seutas ranting, yang rapuh sekalipun, tidak rusak ranting itu karena ulahnya.
Dari lebah kita mendapat suatu pembalajaran yaitu smart. Hal itulah yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Tanpa hal tersebut pemimpin tidak dapat menganalisis masalah, menentukan formasi yang efektif untuk organisasinya dan melakukan pertimbangan-pertimbangan. “Orang yang rendah hati tidak pernah merasa dirinya direndahkan ketika belajar dari sesuatu yang lebih rendah dari dirinya.”
Semakin kita tidak membatasi diri dalam belajar, semakin banyak hal yang kita dapatkan. Begitu jugalah seorang pemimpin seharusnya, belajar bijak dari apapun juga. Seorang pemimpin tidak bisa hanya puas dengan sedikit hal yang telah dipelajari. Dia harus terus menerus belajar dalam memperlengkapi dirinya. Selamat menjadi pemimpin. (dari berbagai sumber)