Bandar Lampung, sinarlampung.co-Pimpinan Yayasan Panti Asuhan Qoroba Mulya di Jalan Soekarno Hatta by Pass, Waydadi Baru, Kecamatan Sukarame, Kota Bandar Lampung, diduga melakukan kekerasan dengan menganiaya empat remaja asuhannya, Kamis 1 Mei 2025. Bahkan usai mendapat kekerasan fisik, keempat remaja DS, ME, IL, dan JY itu diusir.
“Saya dipukul bagian perut dan ditampar juga karena nyambi jadi tukang parkir, oleh ketua pengurus yayasan,” ujar DS (17), yang ditemui wartawan saat berada di gardu depan yayasan tersebut berikut tas-tas yang berisi pakaian dan perlengkapan sekolah.
Padahal mereka melakukan pekerjaan parkir lantaran untuk membantu biaya sekolah dan mengurangi beban orangtuanya di kampung. “Pelakunya Abi Af. Saya digebuk, dijambak, dan digampar. Teman saya ditendang, dijambak, kena tinju perut, dan uang parkirnya diambil sama Umi (isteri Af),” ungkap DS siswa kelas XI.
Lain lagi dengan ME, dirinya mengalami kekerasan fisik karena telat melaksanakan ibadah Salat Isya. “Saya telat salat karena ketiduran, tanpa basa basi saya langsung dipukuli,” tuturnya.
Paman DS, Budi Utomo, mengatakan bahwa kekerasan seperti ini pernah dialami sama anaknya. Dan saat ini DS keponakannya yang mengalami kekerasan fisik. Karean itu Budi menuntut keadilan karena keponakannya mengalami luka memar di bagian wajah. “Pada saat itu pernah ada perjanjian, kalau ada anak yang memang tidak bisa diatur ya dikeluarkan tapi tidak dengan disertai kekerasan, namun ini diulang lagi,” katanya.
Menurut Budi, para korban sudah melakukan visum di RS Airan Raya, untuk kelengkapan laporan ke pihak kepolisian.
Salah seorang alumni dari yayasan tersebut mengaku dirinya kerap menerima curhatan dari anak-anak yayasan Qoroba Mulya, dan sudah menjadi rahasia umum kalau pihak yayasan kerap melakukan tindakan kekerasan ketika anak-anak melakukan kesalahan.
“Mereka sering jajan di warung saya dan curhat selain dipukul bantuan sekolah seperti KIP yang mereka terima dipotong oleh Yayasan Qoroba Mulya atau kalau dapat bantuan dari donatur dipotong dengan alasan untuk membeli beras,” katanya.
Dan mereka (anak-anak,red) itu sudah tidak punya uang, sempat minta solusi dengannya. “Karena anak-anak ini sudah tidak memiliki uang lagi, mereka anak-anak ini minta solusi ke saya. Muncullah ide untuk parkir agar mereka bisa mencari uang tambahan untuk ongkos sekolah. Salahnya mungkin mereka tidak izin ke pihak panti saat mau keluar parkir sehingga malam pada saat ketahuan mereka dipukuli dan diusir,” ujarnya.
Alarof Membantah
Sementara Pengurus Yayasan Panti asuhan Qoroba Mulya Alarof membantah melakukan kekerasan menganiaya dan mengusir empat anak asuh pantinya. “Tidak ada kekerasan fisik kepada empat anak asuh, tidak ada pemukulan maupun menampar, apalagi menjambak,” kata Alarof, Jumat 2 Mei 2025.
Menurut dia, apa yang terjadi bukan pemukulan, hanya menegur dengan tujuan mendidik karena keempat anak asuhnya telah melanggar Tata Tertib Panti Asuhan Qoroba Mulya yang berdiri sejak tahun 1988. “Kami mengeluarkan mereka karena sudah banyak melakukan pelanggaran dan sudah banyak dimaklumi, seperti keluar malam tanpa izin, merokok, punya HP tanpa izin, dan pernah membobol gudang panti, ujar Alarof.
Alarof mempersilahkan orangtuanya datang untuk menjemput untuk dibawa pulang, karena sudah sekian kali mereka berbuat salah dengan banyak melanggar tata tertib di lingkungan panti asuhan ini. “Dengan adanya peristiwa tersebut, pihaknya juga sudah menghubungi orangtua atau walinya jadi kami ingin mengembalikan ke keluarganya, karena sudah tidak bisa lagi dididik dengan baik,” ujarnya.
Persadin Desak Proses Hukum
Ketua Bidang Hukum dan HAM DPN Persadin Muhamad Ilyas, SH mengatakan kepolisian harus memeroses hukum pimpinan Panti Asuhan Qoroba Mulya atas dugaan penganiayaan terhadap empat anak asuhnya yang masih dibawah umur.
“Harus di Proses Hukum jelas UU Perlindungan Anak. Pemerintah daerah dan lembaga-lembaga terkait yang konsen terhadap hak-hak anak untuk bersama mengadvokasi dugaan penganiayaan yang justru dilakukan orang yang seharusnya melindunginya,” kata Ilyas, sapaan akrabnya.
Menurutnya, kasus ini dugaan penganiayaan yang korbannya anak-anak atau remaja, tak semudah itu dianggap selesai lewat perdamaian atau skema restoratif justice (RJ). “Tak semua kasus pidana bisa RJ,” katanya.
APH, katanya jangan latah menganggap peristiwa tersebut dengan mudah diselesaikan begitu saja. Harus ada efek jera terhadap pelaku kekerasan terhadap anak apalagi pelaku orang terdekat, tokoh, atau pimpinan yayasan. “Kasus ini harus diusut tuntas termasuk oleh Div. Propam untuk investigasi kepada anggotanya terkait kecenderungan oknum memanfaatkan penyelesaian damai untuk kepentingan pribadi,” katanya. (Red)