Jakarta, sinarlampung.co-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menguraikan alur kaburnya mantan caleg PDIP Harun Masiku saat proses operasi tangkap tangan (OTT) pada tahun 2020. KPK mengatakan Harun Masiku kabur usai mendapat arahan dari Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto.
Baca: Sekjen PDIP Hasto Diduga Danai Pelarian Harun Masiku Ini Kata Ketua KPK
Baca: Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto Ditahan KPK, Megawati Larang Kepala Daerah Ikut Retreat
Proses kaburnya Harun Masiku itu dijelaskan jaksa KPK dalam dakwaan Hasto yang dibacakan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat 14 Maret 2025.
Begini uraian lengkapnya:
26 November 2019
Penyelidik KPK menemukan dugaan suap oleh Komisioner KPU RI.
20 Desember 2019
Pimpinan KPK menerbitkan surat perintah penyelidikan terkait temuan penyelidik KPK tersebut.
8 Januari 2020
Petugas KPK menerima informasi komunikasi antara Wahyu Setiawan yang masih menjabat Komisioner KPU dengan Agustiani Tio Fridelina soal pemberian uang untuk meloloskan Harun Masiku sebagai Anggota DPR lewat penggantian antarwaktu. Tim KPK kemudian bergerak dan menangkap Wahyu di Bandara Soekarno-Hatta.
Pukul 18.19 WIB
Masih pada hari yang sama, Hasto menerima informasi Wahyu ditangkap. KPK menyebut Hasto langsung memerintahkan Nurhasan untuk menyuruh Harun Masiku merendam handphone di air dan menunggu di Kantor DPP PDIP.
Pukul 18.35 WIB
Nurhasan menemui Harun Masiku dan menyampaikan perintah Hasto.
Pukul 18.52 WIB
Handphone Harun Masiku sudah tak terlacak lagi oleh tim KPK.
Pukul 20.00 WIB
Tim KPK menemukan posisi Nurhasan bersama Harun Masiku di PTIK. Namun saat didatangi, tim KPK tak berhasil menemukan Harun Masiku.
9 Januari 2020
KPK mengumumkan penetapan tersangka terhadap Wahyu, Agustiani, Saeful Bahri dan Harun Masiku. Namun, Harun Masiku belum ditangkap.
Sementara, tiga tersangka lain telah menjalani proses hukum hingga dinyatakan bersalah dalam kasus suap Rp 600 juta untuk meloloskan Harun Masiku ke DPR. Mereka juga telah bebas dari penjara.
15 Januari 2020
KPK menerbitkan surat perintah penangkapan Harun Masiku.
17 Januari 2020
KPK mengirim surat ke polisi untuk memasukkan Harun Masiku dalam daftar pencarian orang (DPO)
5 Desember 2024
KPK kembali mengirimkan surat baru untuk memasukkan Harun Masiku ke DPO.
Untuk diketahui, dalam dakwaan Jaksa KPK mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus dugaan suap eks Caleg PDIP Harun Masiku serta menyuap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan senilai Rp600 juta. Jaksa menyebut Hasto meminta Harun Masiku merendam ponselnya agar tidak terdeteksi lembaga antirasuah setelah diterbitkannya surat perintah penyelidikan (Sprindik) terkait kasus suap pergantian antarwaktu (PAW).
Selain itu, jaksa juga mendakwa Hasto menyuap Wahyu Setiawan agar Harun Masiku bisa menjadi anggota DPR dengan cara memberikan uang yang disalurkan melalui Agustiani Tio. Atas perbuatannya, Hasto didakwa dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. Hasto didakwa melanggar pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 65 ayat (1) KUHP.
Selesai sidang perdana itu, Hasto bersikeras ada kepentingan politik dalam perkaranya. Usai menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Hasto meyakini ada kepentingan politik dalam perkaranya.
“Dari situlah saya makin yakin ini adalah kriminalisasi hukum, pengungkapan suatu pokok perkara yang sudah inkrah dan didaur ulang karena kepentingan politik di luarnya,” ujar Hasto di Penhadilan Jakarta Pusat pada Jumat, 14 Maret 2025.
Namun, Hasto percaya keadilan akan ditegakkan karena Indonesia adalah negara hukum. Hasto berharap perkaranya menjadi pelajaran bagi semua pihak. “Semoga ini menjadi suatu pelajaran yang terbaik bahwa cita-cita menegakkan hukum yang berkeadilan adalah cita-cita seluruh anak bangsa kita,” ujarnya. (Red)