Serang, sinarlampung.co – Program pembuatan website desa di Kabupaten Serang menuai sorotan publik setelah muncul pertanyaan mengenai legalitas dan transparansi anggarannya. Besarnya biaya yang mencapai Rp100 juta per desa dinilai tidak wajar untuk pengadaan sebuah website.
Seorang pendamping desa berinisial AS mengungkapkan bahwa program ini tidak memiliki dasar hukum yang jelas, baik dalam bentuk Peraturan Bupati maupun dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes).
“Kami sebagai pendamping desa hanya bisa memberikan masukan dan menyampaikan hal ini kepada kepala desa. Namun, kami tidak memiliki izin untuk melarang program tersebut,” ujarnya, Rabu, 12 Maret 2025.
Ketidakjelasan peraturan ini, menurutnya, berpotensi menimbulkan permasalahan administratif dan hukum bagi desa-desa yang mengikuti program tersebut.
Polemik semakin memanas setelah beredar kabar bahwa Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Serang secara resmi menandatangani surat yang mengarahkan desa-desa untuk membuat website melalui pihak tertentu yang direkomendasikannya. Hal ini memunculkan dugaan konflik kepentingan dan indikasi gratifikasi dalam pelaksanaan program tersebut.
Dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, gratifikasi dan mengizinkan sebagai tindak pidana korupsi.
Pasal 3 UU No.31 Tahun 1999 menyebutkan:
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan dirinya sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi, menyalahgunakan wewenang, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya, yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp1 miliar.”
Pasal ini sering digunakan untuk menjerat pejabat yang menyalahgunakan kekuasaannya demi keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.
Jika terbukti ada unsur gratifikasi dan wewenang dalam proyek website desa ini, maka pihak terkait dapat dijerat dengan pasal-pasal tersebut.
Masyarakat kini mendesak pemerintah daerah untuk memberikan klarifikasi mengenai transparansi program ini. Apakah pengadaan website desa ini benar-benar sesuai dengan aturan yang berlaku? Apakah anggaran Rp100 juta per desa wajar dan sesuai kebutuhan?
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari DPMD Kabupaten Serang terkait polemik yang berkembang. Publik masih menunggu jawaban dan langkah konkret dari pihak yang berwenang untuk memastikan tidak ada penyimpangan dalam proyek ini. (Suryadi)
Baca: Masyarakat Serang Laporkan Dugaan Korupsi Web Desa ke Polda Banten
Baca: Website Desa Bermasalah, LSM REAKTOR: Proses Hukum, Presiden Bilang Tak Ada Yang Kebal Hukum
Baca: Skandal Website Desa Kabupaten Serang Pemerintah Diatur Perusahaan Swasta, Untungkan Siapa?