Bandar Lampung, sinarlampung.co-Anggaran pembayaran listrik Penerangan Jalan Umum (PJU) yang tidak aktif serta pemasangan PJU ilegal di Kota Bandar Lampung, dengan anggaran Rp93,8 miliar diduga menjadi ajang korupsi. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mencatat indikasikan potensi kerugian keuangan negara akibat pembayaran listrik untuk titik-titik PJU yang tidak beroperasi serta pemasangan PJU tanpa izin.
Berdasarkan hasil audit BPK RI, Pemerintah Kota Bandar Lampung pada tahun 2023 menganggarkan belanja listrik PJU sebesar Rp93,8 miliar, dengan realisasi mencapai Rp92,9 miliar atau sekitar 99,08% dari anggaran yang disediakan. Dalam laporan itu ditemukan adanya pembayaran untuk 31 titik PJU yang tidak aktif senilai Rp1,84 miliar dan 16.480 titik PJU ilegal yang membebani keuangan daerah hingga Rp74,33 miliar. Secara keseluruhan, dugaan kerugian keuangan negara akibat kedua permasalahan ini mencapai Rp76,18 miliar.
“Ada fakta bahwa meskipun 31 titik PJU tidak aktif, tagihan listriknya tetap masuk dalam pengeluaran Pemerintah Kota Bandar Lampung. Titik-titik tersebut tersebar di beberapa lokasi strategis, seperti PJU DKK, Flyover Kimaja, serta lampu lalu lintas di berbagai wilayah kota Bandar Lampung,” kata LSM Trinusa, yang menyebut akan melaporkan kasusnya ke penegak Hukum.
Bahkan, dalam LHP BPK disebutkan Kabid PJU Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Bandar Lampung diketahui telah mengirimkan surat permintaan penghapusan tagihan kepada PLN pada 29 Januari 2024. Namun, berdasarkan temuan BPK, hingga April 2024 tagihan untuk titik-titik yang tidak aktif tersebut masih tetap muncul.
Selain itu, BPK juga menemukan adanya 16.480 titik PJU ilegal yang tidak terdaftar dalam sistem, tetapi tetap menggunakan listrik dari instalasi milik Pemerintah Kota Bandar Lampung. Akibatnya, anggaran daerah harus menanggung beban tagihan listrik dari titik-titik yang tidak memiliki izin tersebut, dengan total tagihan mencapai Rp74,33 miliar sepanjang tahun 2023.
Meski Dinas PU telah melakukan survei dan mengidentifikasi titik-titik ilegal tersebut, hingga April 2024 belum ada langkah nyata untuk melakukan penertiban. Laporan BPK juga menyebutkan bahwa Kabid PJU telah menyampaikan permintaan tertulis maupun lisan kepada PLN dalam rapat koordinasi pada 29 Januari 2024.
Namun, sampai akhir pemeriksaan yang dilakukan pada 4 April 2024, belum ada tindakan konkret dari PLN terkait penertiban maupun penghapusan tagihan untuk titik-titik yang bermasalah. Atas dasar temuan ini, terdapat indikasi penyalahgunaan wewenang dan kelalaian yang merugikan keuangan negara.
Atas temuan itu, LSM Trinusa Lampung mendesak pihak terkait, terutama Kepala Dinas PU Kota Bandar Lampung dan PLN ULP Way Halim, untuk segera menindaklanjuti temuan BPK guna mencegah kerugian lebih lanjut. “Kami meminta agar pihak berwenang, baik di tingkat daerah maupun pusat, segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan permasalahan ini. Jika tidak ada tindakan yang jelas, kami akan menggelar aksi unjuk rasa dan melaporkan kasus ini ke instansi yang berwenang, termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” tegas perwakilan LSM Trinusa.
Menurut LSM Tri Nusa, dugaan kerugian negara sebesar Rp76,18 miliar akibat pembayaran listrik untuk PJU tidak aktif dan ilegal dinilai sebagai indikasi lemahnya pengawasan serta buruknya pengelolaan aset publik. Karena anggaran yang digunakan untuk pembayaran listrik semestinya bisa dialokasikan untuk kepentingan lain yang lebih mendesak, seperti pembangunan infrastruktur atau peningkatan layanan publik.
“Kejadian ini mencerminkan lemahnya koordinasi antara instansi pemerintah dan PLN dalam mengelola fasilitas umum. Jika tidak segera diperbaiki, hal ini bisa berulang dan semakin merugikan masyarakat,” katanya.
Sebagai bentuk protes dan tekanan terhadap pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab, LSM Trinusa DPD Lampung berencana menggelar unjuk rasa di depan Kantor Dinas PU Kota Bandar Lampung dan Kantor PLN ULP Way Halim dalam waktu dekat.
Selain itu, mereka juga berencana melaporkan temuan ini kepada KPK serta instansi pengawas lainnya guna memastikan adanya tindakan hukum terhadap pihak yang diduga terlibat dalam penyalahgunaan anggaran ini. “Kami tidak akan tinggal diam melihat uang rakyat digunakan secara tidak bertanggung jawab. Ini adalah bentuk pengawasan masyarakat terhadap penggunaan anggaran publik agar lebih transparan dan akuntabel,” katanya. (Red)