Tanggamus, sinarlampung.co – Penggunaan alat berat jenis ekskavator untuk mengeruk tanah yang diduga dilakukan tanpa izin masih berlangsung hingga Jumat, 31 Januari 2025. Penggalian tanah tanpa izin ini terjadi di Pekon Tanjung Betuah dan Pekon Putihdoh, Kecamatan Cukuh Balak, Kabupaten Tanggamus.
Lebih mengejutkan lagi, dalam sebuah unggahan di akun media sosial Facebook dengan nama Dwi Nirmala Ruslan yang merupakan anak dari pemilik tanah di Pekon Tanjung Betuah, dengan berani memposting penjualan tanah hasil galian dari lokasi tersebut. Hal ini seolah menunjukkan bahwa hukum dan peraturan perundang-undangan di Indonesia diabaikan.
Dugaan yang penyalahgunaan wewenang oleh Kepala Pekon Putihdoh semakin menguat. Kegiatan penggalian tanah dan eksploitasi pantai ini diduga berkaitan dengan proyek normalisasi Muara Sungai Way Kirai di Pekon Putihdoh. Proyek ini mendapat bantuan alat berat dari BPBD Tanggamus dan dijalankan oleh pihak Pekon Putihdoh yang dipimpin oleh Kepala Pekon.
Dengan dalih normalisasi sungai, Kepala Pekon Putihdoh diduga menyalahgunakan wewenangnya dalam penggunaan alat berat yang diperbantukan oleh BPBD Tanggamus. Dalam praktiknya, alat berat tersebut justru digunakan di luar aturan yang berlaku.
Dugaan mengacu ini semakin jelas dengan pemindahan alat berat keluar dari lokasi proyek menuju Pekon Tanjung Betuah. Di lokasi tersebut, dilakukan preferensi tanah bukit yang bertujuan untuk membuat lahan perumahan. Tanah hasil kerukan kemudian dijual bebas kepada masyarakat sekitar untuk digunakan sebagai timbunan. Aktivitas ini juga diduga dilakukan tanpa izin resmi.
Lebih parahnya lagi, alat berat tersebut dipindahkan langsung di atas jalan aspal tanpa menggunakan alat transportasi khusus dan diduga tanpa izin.
Seorang operator alat berat berinisial El mengaku bahwa ia diperintah oleh seseorang bernama DW, yang merupakan Kepala Pekon Putihdoh. Ia juga menyebutkan bahwa alat berat yang digunakannya adalah bantuan dari BPBD Tanggamus untuk proyek normalisasi Sungai Way Kirai, yang terletak di belakang rumah dinas Camat Cukuh Balak. Ia mengklaim telah bekerja di lokasi tersebut selama kurang lebih satu minggu.
Selain penggalian tanah, aktivitas lain yang mencurigakan terjadi di Pekon Putihdoh, di mana pasir pantai dikeruk dari lokasi milik warga berinisial AS (64). Pasir tersebut diduga dijual secara bebas, lalu bekas kerukannya ditutup dengan timbunan tanah yang didatangkan dari Pekon Tanjung Betuah.
Ketua LMPI Markas Anak Cabang (MAC) Cukuh Balak, Zainuddin, mengkonfirmasi bahwa ia telah berbicara dengan DW (Kepala Pekon Putihdoh) untuk menyampaikan keluhan masyarakat dan menanyakan perizinan kegiatan tersebut. Dalam pertemuan itu, DW mengakui bahwa ia tidak memiliki izin resmi kegiatan galian di dua pekon tersebut.
Sementara itu, Iskandar Haris, Ketua LMPI Markas Cabang Tanggamus, dalam wawancara terpisah mengatakan bahwa pihaknya telah menerima laporan baik dari masyarakat maupun dari MAC LMPI Cukuh Balak. Pihaknya akan segera melaporkan kasus ini kepada Aparat Penegak Hukum (APH) dan instansi terkait.
Iskandar Haris juga menegaskan bahwa pemerintah pekon, khususnya di Kecamatan Cukuh Balak, Kabupaten Tanggamus, harus bertindak sesuai peraturan hukum yang berlaku. Hal ini mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 51 Tahun 1960.
Lebih lanjut, Iskandar Haris menekankan bahwa berbagai pengaduan masyarakat mengenai dugaan kredensial, eksploitasi tanah dan pasir pantai tanpa izin, serta pengoperasian alat berat di jalan raya harus mendapat perhatian serius dari Inspektorat Kabupaten Tanggamus serta APH seperti kepolisian dan Kejaksaan Negeri Tanggamus. (Tim)