Riau, sinarlampung.co-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan lima orang tersangka dalam dugaan korupsi proyek pembangunan Flyover Simpang Jalan Tuanku Tambusai-Soekarno Hatta (Simpang SKA) tahun 2018. Kerugian negara dalam royek itu ditaksir mencapai Rp 60 miliar lebih. Para tersangka dari dari pejabat pemerintah hingga pihak swasta.
Lima orang tersebut ialah Kabid Pembangunan dan Jembatan Dinas PUPR Provinsi Riau sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Tahun 2018 Yunannaris (YN); Gusrizal (GR)selaku pihak swasta yang mengambil alih pekerjaan Review Rancang Bangun Rinci (Detail Engineering Design atau DED) dari PT Plato Isoiki; dan Direktur Utama PT Semangat Hasrat Jaya Triandi Chandra (TC).
Kemudian Direktur PT Sumbersari Ciptamarga Elpi Sandra (ES) dan Nurbaiti (NR) selaku Kepala PT Yodya Karya (Persero) Cabang Pekanbaru, perusahaan yang mendapatkan pekerjaan Konsultan Manajemen Konstruksi (MK) Pembangunan Fly Over Jalan Tuanku Tambusai-Jalan Soekarno Hatta (Sp. SKA) Provinsi Riau Tahun Anggaran 2018.
Bahkan KPK sudah menyurati Kementerian Imigrasi untuk mencegah lima orang tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan jembatan layang atau flyover di Simpang Jalan Tuanku Tambusai-Soekarno Hatta (Simpang SKA) Provinsi Riau tahun 2018 bepergian ke luar negeri. Pencegahan tersebut berlaku selama enam bulan.
“Bahwa pada tanggal 16 Januari 2025, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 109 Tahun 2025 tentang Larangan Bepergian ke Luar Negeri terhadap 5 orang Warga Negara Indonesia. Larangan bepergian ke luar negeri ini terkait penyidikan dugaan tindak pidana korupsi untuk perkara sebagaimana tersebut di atas yang diduga merugikan keuangan negara,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto melalui keterangan tertulis, Jumat 24 Januari 2025.
Sebelumnya, Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa dugaan korupsi bermula dari manipulasi pada tahap awal proyek. GR, seorang pengusaha swasta, mengambil alih pengerjaan review DED dari PT PI, sebuah perusahaan konsultan perencana.
Tak hanya itu, GR juga menggunakan nama PT PI sebagai kedok untuk memenangkan proyek, dengan imbalan berupa “fee peminjaman bendera” sebesar 7% dari nilai kontrak. “Fee peminjaman bendera ini adalah langkah awal untuk menyamarkan praktik kecurangan dalam proyek ini,” ujar Asep dalam konferensi pers, Selasa 21 Januari 2025.
Tidak berhenti di sana, ES dan TC, masing-masing Direktur PT SC dan PT SHJ, membentuk Kerja Sama Operasi (KSO) dengan nama Cipta Marga Semangat Hasrat untuk menjadi pelaksana pembangunan flyover tersebut.
Lelang Bermasalah dan Penetapan Harga yang Tidak Wajar
Proses lelang proyek ini juga penuh kejanggalan. Pada 17 Oktober 2017, lelang review DED diumumkan dengan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai Rp 802,5 juta. Namun, kontrak justru diberikan kepada PT PI dengan nilai Rp 601,9 juta, jauh di bawah HPS. Tak lama setelah itu, kontrak tersebut diubah menjadi Rp 544,9 juta dengan masa pengerjaan diperpanjang dari 6 hari menjadi 45 hari.Hal yang sama terjadi pada lelang manajemen konstruksi proyek.
Dalam prosesnya, ER, Kepala PT YK cabang Pekanbaru, menggunakan nama orang lain sebagai “tim leader” untuk memenuhi syarat lelang.KPK juga menemukan bahwa HPS proyek ini, yang ditetapkan YN pada 14 Januari 2018 sebesar Rp 159,3 miliar, disusun tanpa perhitungan detail dan tanpa didukung data yang valid.
Kontrak Bermasalah dan Kerugian Negara
Pada 21 Februari 2018, kontrak utama pembangunan flyover senilai Rp 1,37 miliar ditandatangani oleh DEP, Kepala Dinas PUPR Riau saat itu. Namun, belakangan diketahui bahwa pelaksanaan proyek tidak sesuai spesifikasi teknis.
Hal ini diungkap oleh ahli konstruksi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang diminta KPK untuk melakukan audit independen.”Kami menemukan berbagai ketidaksesuaian antara perencanaan dan pelaksanaan proyek, yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp 60 miliar,” tegas Asep.
Kelima tersangka kini dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kasus ini menjadi salah satu fokus KPK dalam menegakkan hukum di sektor pembangunan infrastruktur. Asep memastikan, pihaknya akan terus menggali bukti dan memperluas penyelidikan. “Ini adalah peringatan keras bagi semua pihak yang mencoba memanipulasi proyek pemerintah. Kami akan menindak tegas setiap pelanggaran hukum,” tegas Asep. (Red)