Jakarta, sinarlampung.co-Dua mantan Kasatreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro, dan AKBP Gogo Galesung ditahan terkait dugaan pemerasan Rp20 Miliar terhadap dua tersangka kasus pembunuhan, Arif Nugroho alias Bastian dan Muhammad Bayu Hartanto. Bintoro ditahan oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropam) Polda Metro Jaya, Senin, 27 Januari 2025.
Kabid Propam Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Radjo Alriadi Harahap, menyatakan bahwa penahanan dilakukan sejak Sabtu, 25 Januari 2025, dan saat itu juga Bintoro telah ditempatkan di Pengamanan Internal (Paminal) Polda Metro Jaya. Namun, Harahap belum mengonfirmasi apakah Bintoro akan menjalani penempatan khusus (patsus).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi, membenarkan kabar tersebut. Ada empat anggota polisi menjalani penempatan khusus (patsus) dalam kasus itu. “Empat orang telah dipatsus dalam tahap penyelidikan di Bid Propam Polda Metro Jaya, dengan dugaan penyalahgunaan wewenang,” kata Kombes Ade Selasa 28 Januari 2025.
Empat orang itu adalah Bintoro (mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jaksel), Gogo Gileaung (mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jaksel), Z (Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel), dan ND (Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel). “Polda Metro Jaya berkomitmen menindak tegas segala bentuk pelanggaran anggota secara prosedural, proporsional dan profesional,” Kata Ade.perdata
Seperti diketahui Kasus ini mencuat setelah gugatan perdata yang diajukan oleh korban pada 6 Januari 2025 lalu. Korban menuntut pengembalian uang Rp20 miliar beserta aset yang disita secara tidak sah.
Bintoro saat menjabat Kasatreskrim Polres Jakarta Selatan diduga meminta uang sebesar Rp20 miliar dari keluarga pelaku dengan janji untuk menghentikan penyidikan kasus pembunuhan yang melibatkan Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartanto. Dan meski uang tersebut diserahkan, kasus tetap berlanjut. Sebagai hasilnya, korban menuntut Bintoro secara perdata.
Kasus ini bermula dari laporan tindak pidana pembunuhan dan perkosaan dua wanita yang dilakukan oleh Arif Nugroho alias Bastian. Dua remaja berinisial N (16) dan X (17) tewas diduga setelah disetubuhi dan dicekoki narkoba. Laporan kasus tersebut teregistrasi pada April 2024 di Polres Metro Jakarta Selatan, dan saat itu Bintoro menjabat sebagai Kasatreskrim.
Dalam perjalanan kasusnya, bos Prodia yang anaknya terjerat kasus pembunuhan itu diduga diminta uang senilai Rp 20 miliar oleh polisi, dengan iming-iming akan menghentikan penyidikan sehingga sang anak bebas.
Polisi diduga juga mengintimidasi keluarga korban agar mencabut laporan, dengan mengiming-imingkan uang kompensasi senilai Rp50 juta yang diserahkan melalui seseorang inisial J dan Rp300 juta dikasih melalui R pada Mei 2024.
Pemerasan tersebut terungkap saat Arif dan Bayu melayangkan komplain pada 17 Mei 2024, memprotes kenapa polisi masih melanjutkan penyidikan kasus yang menjeratnya, padahal keluarganya sudah menyerahkan uang Rp20 miliar seperti diminta oleh oknum perwira itu.
Bahkan, aset-aset mewah milik bos Prodia seperti mobil Ferrari dan motor Harley Davidson diduga sudah disita oleh polisi. Merasa tertipu, pada 6 Januari 2025, kedua pelaku menggugat AKBP Bintoro secara perdata, menuntut pengembalian uang Rp 20 miliar beserta aset yang telah disita secara tidak sah.
Sementara Bintoro mengatakan bahwa proses penyidikan terhadap kasus tersebut telah selesai dan dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum dengan dua tersangka, yaitu Arif Nugroho dan Muhammad Bayu Hartanto. Bintoro juga membantah tuduhan pemerasan yang ditujukan kepadanya. Menurutnya, tuduhan itu tidak benar dan merupakan fitnah. “Semua ini bohong, saya tidak pernah melakukan pemerasan,” ujar Bintoro.
Menurut Bintoro, pihak tersangka atas nama AN tidak terima dan memviralkan berita bohong tentang saya melakukan pemerasan terhadap yang bersangkutan. Faktanya, semua ini fitnah,” kata Bintoro, dikutip dari Antara.
Bintoro menuturkan kasus ini berawal dari dilaporkannya AN alias Bastian yang diduga telah melakukan tindak pidana kejahatan seksual dan perlindungan anak yang menyebabkan korban meninggal dunia di salah satu hotel di Jaksel.
Laporan teregistrasi dengan nomor LP/B/1181/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel dan LP/B/1179/IV/2024/SPKT/Polres Metro Jaksel pada April 2024. “Pada saat olah TKP, ditemukan obat-obat terlarang dan juga senjata api. Singkat cerita, kami dalam hal ini Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, yang saat itu saya menjabat sebagai Kasatreskrim melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana yang terjadi,” ungkapnya.
Kemudian proses perkara dinyatakan P21 dan dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan dua tersangka yaitu Arif Nugroho dan Bayu Hartanto beserta barang buktinya untuk disidangkan
Kecurigaan Kapolres
Terkait kasus dugaan pemerasan oleh Bintoro, Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Pol Ade Rahmat Idnal mengakui kasus dugaan pembunuhan dengan tersangka AN dan B yang ditangani Bintoro sempat mandek sekitar lima bulanan. “Ya begitulah (penanganannya sempat mandek),” katanya, Senin 27 Januari 2025.
Kasus tersebut sudah dinyatakan lengkap atau P21 oleh Kejaksaan saat posisi Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan beralih ke AKBP Gogo Galesung. “Kasus sudah P21 dan tahap dua dilimpahkan tersangka dan barang bukti ke Kejaksaan,” ujarnya.
Rahmat merasa aneh dengan penanganan perkara tersebut yang sangat lama. “Saya tidak mengetahui (dugaan pemerasan Rp20 miliar), cuma aneh penanganan perkara sangat lama. Sudah sering saya ingatkan saat anev berkali-kali. Setelah masuk Kasat baru Gogo, saya perintahkan agar segera dipercepat sampai P21 dan tahap 2. Langsung lancar,” kata Rahmat.
Desakan IPW
Sebelumnya Indonesia Police Watch (IPW) juga menyoroti dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Bintoro terhadap anak bos Prodia, dengan nilai yang diperkirakan mencapai Rp20 miliar.
Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso, mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menurunkan tim Propam Mabes Polri guna memeriksa penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh AKBP B. “Kami mendesak Propam untuk menelusuri aliran dana pemerasan ini, yang kami yakini tidak untuk kepentingannya pribadi,” ujar Sugeng.
Menurut Sugeng, jika pihak kepolisian serius menegakkan aturan, mengungkap dugaan pemerasan dan penerapan Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap uang hasil pemerasan adalah hal yang mudah dilakukan. “Kami yakin uang tersebut tidak hanya digunakan oleh AKBP B, tetapi telah mengalir ke beberapa pihak,” kata Sugeng.
Profil AKBP Bintorro
Saat ini, dia tak lagi bertugas di Polres Metro Jakarta Selatan. Bintoro bertugas sebagai Penyidik Madya 6 Ditreskrimsus Polda Metro Jaya sejak Agustus 2024.
Bintoro merupakan lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 2004. Dia pernah menduduki jabatan strategis di Korps Bhayangkara yakni Kasat Reskrim Polresta Depok tahun 2018, Kanit 2 Subdit 3 Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, dan Penyidik Madya 1 Ditreskrimsus Polda Metro Jaya.
Setelah itu, Bintoro diangkat menjadi Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan menggantikan Kompol Irwandhy Idrus. (Red)