Jakarta, sinarlampung.co-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan melakukan penyelidikan terhadap dugaan fraud yang melibatkan tiga rumah sakit terkait klaim ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Ketiga rumah sakit tersebut diduga terlibat dalam praktik fraud yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp34 miliar.
Praktik fraud adalah tindakan yang tidak mengenal kelas sosial. Fraud bisa dilakukan oleh pihak yang memiliki kewenangan. Pada level kerah putih, jenis fraud yang banyak menimbulkan kerugian adalah penggelapan uang.
“Pimpinan memutuskan untuk tiga kasus ini dibawa ke ranah penindakan,” ujar Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan, dalam konferensi pers, Rabu 24 Juli 2024 di kantor KPK, Jakarta.
Sebelumnya, sebuah tim gabungan yang terdiri dari KPK, BPJS Kesehatan, Kementerian Kesehatan, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan pemantauan terhadap klaim enam rumah sakit selama tahun 2023. Dari hasil pemantauan tersebut, ditemukan dua modus operandi utama dalam dugaan fraud yang dilakukan oleh enam rumah sakit.
Modus Manipulasi Diagnosis dan Phantom Billing
Menurut Pahala, tiga rumah sakit teridentifikasi melakukan manipulasi diagnosis untuk meningkatkan jumlah tagihan kepada BPJS Kesehatan. Modus operandi ini melibatkan penambahan jumlah atau jenis perawatan pasien sehingga tagihan yang diajukan menjadi lebih tinggi dari seharusnya. “Tiga rumah sakit lainnya diduga melakukan phantom billing, di mana mereka membuat tagihan palsu seolah-olah ada pasien BPJS yang dirawat, padahal sebenarnya tidak ada pasien tersebut,” jelas Pahala.
Dari hasil penyelidikan, tiga rumah sakit yang melakukan phantom billing ini akan dibawa ke ranah pidana. Dua rumah sakit tersebut berada di Sumatera Utara, sementara satu rumah sakit lainnya berada di Jawa Tengah. Total kerugian akibat tindakan curang ini diperkirakan mencapai Rp 34 miliar.
“Penyelidikan ini kami lakukan untuk memberikan efek jera. Jika kasus ini tidak memenuhi standar perkara yang bisa ditangani KPK, bisa saja kasus ini dilimpahkan ke lembaga penegak hukum lainnya,” ujar Pahala.
Bagi tiga rumah sakit lainnya yang terlibat dalam manipulasi diagnosis, pemerintah memberikan tenggat waktu enam bulan untuk mengakui kesalahan mereka. Rumah sakit yang bersangkutan juga diwajibkan mengembalikan keuntungan yang diperoleh dari tindakan curang kepada BPJS Kesehatan.
Pahala menambahkan bahwa langkah-langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya KPK dan pemerintah untuk memastikan sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berjalan dengan transparan dan bebas dari praktik kecurangan. “Kami berharap tindakan tegas ini bisa menjadi pelajaran bagi seluruh rumah sakit di Indonesia agar lebih berhati-hati dan jujur dalam melakukan klaim kepada BPJS Kesehatan,” tutupnya.
Laporan ini diharapkan dapat mendorong peningkatan integritas dan kejujuran dalam sistem kesehatan nasional, sekaligus menjadi peringatan bagi pihak-pihak yang mencoba mengambil keuntungan secara tidak sah dari dana kesehatan publik. (Red/CNBC)