Plus Minus Ekonomi Makro Lampung Di Akhir Kepemimpinan Gubernur Arinal
Oleh: Iwa Perkasa
TIDAK lama lagi, persisnya 12 Juni 2024 nanti, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi harus berhenti. Ia mewariskan tingkat inflasi yang masih tinggi terutama selama lima bulan terakhir tahun ini.
Data statistik menunjukkan inflasi di provinsi ini masih tinggi di atas angka inflasi nasional. Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) sepertinya harus bekerja lebih keras lagi agar angka inflasi Lampung dapat keluar dari ‘kutukan’ spesialis inflasi 3 persen lebih.
Diketahui, inflasi (yoy) Provinsi Lampung naik turun tipis-tipis di atas 3 persen lebih sejak Januari s.d Mei 2024.
Pada Januari 2024 tercatat 3,28 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,55. Pada Februari 2024.
Pada Februari 2024 sebesar 3,28 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,97.
Pada Maret 2024 mencapai 3,45%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional 3,05%. Pada April 2024 sebesar 3,29 persen, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 107,34.
Lalu, pada April sebesar 3,29 persen, dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 107,34.
‘Kutukan’ di atas 3 persen tersebut berlanjut hingga Mei 2024 yakni sebesar 3,09 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 107,43. Inflasi Lampung pada Mei itu juga melampaui persentase inflasi nasional sebesar 2,84 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,37.
Terhadap ‘kutukan’ ini, TPID Kabupaten Lampung Timur patut dimintakan pertanggungjawaban. Sebab, inflasi yang tinggi di Provinsi Lampung melulu dipicu oleh tingginya inflasi di kabupaten Lampung Timur hingga mencapai 4 sampai 5 persen lebih.
Dari sederet data inflasi lima bulan terakhir, dapat dinyatakan bahwa kinerja TPID Kabupaten Lampung Timur buruk sekali. Sekretaris Daerah Provinsi Lampung Fahrizal Darminto perlu mengingatkan Pemkab Lampung Timur untuk lebih serius melakukan upaya-upaya menekan inflasi.
Warisan lain di akhir masa jabatan Gubernur Arinal adalah soal pertumbuhan ekonomi yang masih berjalan ‘selow’ atau dalam bahasa ‘santuy’ disebut masih tumbuh terjaga, tapi masih di bawah target.
Dikutip dari laporan yang disampaikan Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung, ekonomi Lampung Q1 2024 tumbuh 3,30 persen alias tidak segagah capaian pada periode yang sama tahun 2023 yang tercatat tumbuh sebesar 4,94 persen (y-on-y).
Diketahui, Pemerintah Provinsi Lampung mentargetkan pertumbuhan ekonomi 2024 dapat mencapai 4,5 sampai 5,5 persen.
Catatan lain yakni soal Nilai Tukar Petani (NTP) Lampung yang naik membumbung tinggi, persis di hari-hari akhir kepemimpinan Gubernur Lampung Arinal Djunaidi.
Ini adalah warisan Gubernur Arinal yang patut dipujikan lantaran fakta membuktikan bahwa NTP Lampung terus mengalami kenaikan di sepanjang tahun 2023 lalu.
Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung menyebutkan NTP Provinsi Lampung pada Mei 2024 sebesar 121,79 atau naik 2,08 persen dibanding NTP bulan sebelumnya.
Sementara NTP nasional Mei 2024 sebesar 116,71 atau turun 0,06 persen dibanding NTP bulan sebelumnya.
Peningkatan NTP Lampung dikarenakan Indeks Harga yang Diterima Petani (It) mengalami peningkatan sebesar 1,82 persen dan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) yang turun sebesar 0,25 persen.
BPS merinci kenaikan NTP Provinsi Lampung Mei 2024 ditopang Subsektor Padi & Palawija (NTP-P) sebesar 100,54, Hortikultura (NTP-H) sebesar 125,99, Tanaman Perkebunan Rakyat (NTP-Pr) 153,09, Peternakan (NTP-Pt) 99,63, Perikanan Tangkap 107,79, dan Perikanan Budidaya sebesar 97,21.
Diketahui, secara agregat nilai NTP Lampung di sepanjang tahun 2023 mantap pada angka 109,316 ditandai oleh terus menanjaknya angka NTP Lampung tahun lalu secara simultan dari bulan ke bulan dan selalu di atas titik impas (100).
Diawali angka NTP pada Januari 2023 sebesar 103,29. Lalu naik pada Mei sebesar 105,99 hingga meroket tajam pada September sebesar 113,45, Oktober 114,45, November 115,4 dan puncaknya pada Desember sebesar 117,13.
Sebagai perbandingan, NTP Lampung pada awal kepemimpinan Arinal tahun 2019 masih fluktuatif dan berada pada persentase rata-rata 102,51 atau turun 3,15 persen dibanding tahun 2018 sebesar 105,84.
Kemudian, NTP pada 2020-2022 secara berturut-turut mengalami kenaikan masing-masing 97,73 (2020) 101,23 (2021) dan 104,30 (2022).
Nilai Tukar Petani (NTP) adalah rasio indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase.
Secara konsepsional NTP mengukur kemampuan tukar komoditas produk pertanian yang dihasilkan petani dengan barang atau jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga petani dan keperluan mereka dalam menghasilkan produk pertanian.
Jika nilai NTP pada waktu tertentu lebih besar dari 100 persen, berarti kemampuan tukar petani pada saat itu lebih baik dibandingkan dengan tahun dasar dan sebaliknya.
Bila ditarik ke belakang, rata-rata NTP Provinsi Lampung periode 2014 sampai 2016 tercatat turun naik meski tetap di atas titik impas. Pada 2014 NTP Lampung tercatat sebesar 104,17, lalu turun menjadi 103,17 pada tahun berikutnya. Pada 2016 naik menjadi 103,90 dan kembali naik pada 2017 menjadi 105,16.
Di era Gubernur Arinal Djunaidi, persentase NTP Lampung mampu menembus persentase tertinggi di atas persentase sebelumnya dan mencatat sejarah baru sejak konsep NTP mulai diperkenalkan sebagai indikator kesejahteraan petani pada tahun 1080-an.
Hal ini makin menegaskan bahwa Program Kartu Petani Berjaya (PKPB) yang digagas Gubernur Lampung Arinal berhasil mensejahterakan petani sejak dirinya menjadi orang nomor satu di provinsi ini
Fakta tersebut membuktikan bahwa NTP Lampung periode 2022-2024 nyatanya mambu menembus persentase di atas 110 s.d 153,09 persen pada sejumlah subsektor unggulan.
Puncaknya terjadi pada 2024 yakki pada suksektor pangan pada Februari 2024 tercatat sebesar 115,82 persen, subsektor hortikultura 134,36 persen dan subsektor perkebunan rakyat sebesar 153,09 pada Mei 2024.
Raihan ini belum pernah dicapai gubernur sebelumnya.*)