Lampung Barat (SL) – Ratusan warga Pekon Sukapura, Kecamatan Sumberjaya, Lampung Barat mengatasnamakan Aliansi Sukapura Menggugat menggelar aksi unjuk rasa untuk menuntut legalitas tanah, Sabtu, 14 November 2020. Masa yang tanpa izin kepolisian itu berkumpul dan berorasi di Tugu Soekarno, Lampung Barat, Sabtu 22 Agustus 2021.
Dalam orasinya, mereka menuntut kepastian hak atas tanah yang telah ditempati selama 68 tahun ini. Unjuk rasa itu dilakukan bertepatan dengan hari jadi Pekon Sukapura ke-68 tahun yang saat itu langsung diresmikan oleh Presiden Soekarno pada tahun 1952.
Erik Dirgahayu selaku koordinator unjuk rasa mengaku, bahwa pihaknya tidak mendapat izin dari kepolisian dengan alasan karena masih suasana covid-19. Namun unjukrasa ini tetap dilaksanakan untuk menyampaikan tuntutan atas hak masyarakat yang pelaksanaanya dilakukan secara damai.
“Unjuk rasa ini adalah ajang untuk menyampaikan aksi dalam rangka menindaklanjuti tuntutan sebelumnya yaitu untuk mendapatkan hak atas perjuangan yang telah dilakukan oleh para orang tua yang sudah lama tinggal menetap disini,” kata Erik.
“Kami adalah warga Sukapura yang sebelumnya merupakan transmigrasi di masa presiden pertama RI Soekarno. Saat ini sudah ada tiga generasi yang mendiami lokasi tersebut yang jumlahnya telah mencapai 500-an KK,” kata dia.
Melalui unjuk rasa ini, pihaknya bersama masyarakat menuntut agar pemerintah dapat melegalkan lahan seluas kurang lebih 309 hektare yang saat ini masih berstatus lahan masuk dalam kawasan hutan lindung. “Lahan tersebut sudah ditempati sejak warga menjadi transmigasi yang saat itu diantarkan langsung oleh presiden pertama RI,” katanya.
Dalam orasi itu, mereka menyampaikan empat tuntutan. Pertama merekonstruksi tim adhock dengan melibatkan aliansi Sukapura menggugat untuk segera menyelesaikan kasus legalisasi tanah Sukapura.
Kedua, menuntut Pemkab Lambar untuk mendesak Kementerian LHK untuk segera memproses surat dari Kantor Staf Presiden.
Ketiga, kembalikan hak milik masyarakat sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan nomor 29 Tahun 2009 tentang transmigrasian.
Keempat, apabila tuntutan ini tidak ditindaklanjuti dalam kurun waktu satu bulan maka pihaknya akan melakukan aksi kembali dengan eksalasi masa yang lebih banyak lagi.
Tuntutan itu, kata dia, sudah dilengkapi pihaknya dengan penyampaian dokumen pendukung berupa dokumentasi, surat bukti pengiriman trasmigrasi oleh Biro Rekontruktrusi Nasional (BRN), surat balasan peteran pusat, surat penerimaan dari Gubernur Lampung kala itu serta data pendukung ketika Presiden pertama RI Soekarno mengirimkan transmigrasi eks pejuang Siliwangi tahun 1951 dan peresmian nama Sumberjaya pada tahun 1952 oleh Soekarno.
Dari awal lanjut dia, warga yang diam disini adalah resmi sebagai transmigari yang diantarkan langsung oleh presiden Soekarno dan bahkan peresmian pemberian nama Sumberjaya ini juga dilakukan oleh Soekarno.
Namun pada pada tahun 1991 atas kebijakan tata guna hutan kesepakatan (TGHK), pihak petugas melakukan pemasangan patok tanah tanpa melibatkan masyarakat. Kemudian masyarakat diminta pergi untuk meninggalkan lokasi itu.
“Perlu dijelaskan, warga disini bukan perambah hutan secara administratif ruang wilayah tetapi warga disini adalah resmi telah ditetapkan sebagai warga transmigrasi oleh BRN tahun 1951,” kata Erik.
Sepanjang warga disini belum memiliki legalitas hak atas tanah itu maka bayang-bayang pengusuran paksa itu masih akan terus terjadi. Karenanya sebagai aliansi Sukapura Menggugat maka pihaknya menyampaikan empat tuntutan tersebut.
Ditempat terpisah, camat Sumberjaya Agus Supriyatna, mengaku mewakili Pemkab pihaknya terus berupaya untuk membantu masyarakat dalam mendapatkan hak atas tanah di Sukapura itu. Namun sampai saat ini belum membuahkan hasil.
Kabag Pos Polres Lambar AKP A Rahman mendampingi Kapolres Lambar AKBP Rachmat Tri Haryadi, membenarkan jika massa aliansi Sukapura menggugat itu tidak diberikan izin karena suasana masih covid-19. “Mereka sudah pernah minta izin untuk menggelar aksi namun izinya tidak dikeluarkan karena masih masa pandemi,” kata Rahman.
Akan tetapi walaupun tidak ada izin namun mereka sudah koordinasi untuk tetap menggelar unjukrasa. Karena itu pihaknya melakukan pengamanan agar kegiatan itu tidak anarkis dan mengganggu akfitas masyarakat lainya. (Red)