Bandar Lampung (SL)-Perkara penyerobotan lahan (tanah) dan pengrusakan tanam tumbuh yang di atas lahan berbeda objek perkaranya. Jika dalam hal penyerobotan lahan maka harus dibuktikan siapa pemilik lahannya melalui pengadilan perdata, tetapi dalam kasus pengrusakan tanam tumbuh diatas lahan, tidak perlu dibuktikan pemilik lahannya, tapi bisa diproses pidana pengrusakannya, meskipun nantinya lahan atau tanah itu milik orang lain.
Baca: Pengrusakan Lahan 23 Warga Kampung Negara Mulya Masuk Perbuatan Tindak Pidana
“Jadi untuk kasus pengrusakan tanam tumbuh di lahan 23 Warga di Kampung Negara Mulya, di Way Kanan, bisa diproses hukum pidananya penrusakan. Sudah ada yuresprudensi mahkamah agung dalam beberapa kasus yang sama. Meski tanah itu milik kita, kemudian tanaman oleh orang lain, maka kita merusak bisa di pidana,” kata Pakar Hukum Pidana Universitas Lampung DR Eddy Rifai SH Mhum, saat menjadi pembicara diskusi publik menakar kinerja Satgas Anti Mafia Tanah di Bumi Lampung, di Rumah Makan Kayu, Kota Bandar Lampung, Jumat 12 Maret 2021.
Kasus 23 warga Kampung Negara Mulya, yang melaporkan telah terjadi pengerusakan lahan milik mereka, yang kemudian meerekaa menggusur darga dan merusak tanaman perladang petani dan dijadikan perkebunan tebu oleh sekelompok orang. Warga kemudian di laporkan ke Polres Way Kanan.
Selain kasus 23 petani yang kehilangan lahan petaninya, kasus Lahan Register di Kampung Suka Pura, Kasus Tanah warga di BKP Kemiling, dan banyak kasus lainnya seperti Lampung Tengah, Lampung Timur. Diskusi itu juga dihadiri untusan DPRD Provinsi Lampung, BPN Lampung. Kriksus Polda Lampung
Sementara Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) 98, Anton Heri SH meminta Satgas Anti Mafia Tanah serius menyelesaikan banyaknya konflik pertanahan di Lampung yang prosesnya berlarut-larut, bahkan terkesan terjadi pembiaran. Tidak sedikit justru pemilik hak tanah dan hak garap yang menjadi korban
Advokad YLBH 98 mengharapkan Satgas Mafia Tanah tidak cuma pencitraan saja. “Satgas Anti Mafia diharapkan bisa bekerja baik. Jika Satgas Anti Mafia Tanah tidak mampu menyelesaikan masalah pertanahan, maka lebih baik dibubarkan saja. Ya kalau tidak mampu menjawab, untuk apa? Lebih baik dibubarkan saja,” kata Anton dari YLBH 98, Jumat 12 Maret 2021.
Menurut Anton, banyak masyarakat Lampung yang menderita akibat mafia tanah, Karena itu Anton mengharapkan Satgas Anti Mafia Tanah bisa menyelesaikan permasalahan pertanahan di Provinsi Lampung. “Mafia tanah biasanya melakukan berbagai upaya seakan-akan mereka mempunyai alas hak kepemilikan tanah,” kata Anton.
Sementara Perwakilan Polda Lampung yang mengutus Kasubdit II Ditreskrimum Polda Lampung, AKBP Sukandar mengungkapkan penyebab banyaknya konflik tanah adalah luasan tanah, penguasaan ilegal, perubahan peta gambar, hingga perubahan wilayah. Bandarlampung, Jumat (12/3/21).
Polda juga mengingatkan agar masyarakat yang akan melaporkan kasus tanah bisa memenuhi SOP pertanahan secara lengkap antara kain legal standing (alas hak). Untuk kasus pemalsuan, penyelesaian dengan menyediakan pembanding untuk dinaikkan ke tingkat penyidikan. Sedangkan kasus penyerobotan, butuh penentuan dua alat bukti. Kepolisian juga menerapkan Pasal 385 KUHP untuk menengahi konflik penyerobotan, penjualan, gadai, jaminan, dan sejenisnya.
BPN
Kasi Sengketa Badan Pertanahan Nasional (BPN) Endi Purnomo mengatakan juga telah menertibkan mafia tanah lewatkerja sama dengan Polda Lampung. Menurutnya, beberapa kelemahan yang melanggengkan adanya mafia tanah adalah belum diaturnya perkara kejahatan pertanahan secara lengkap dalam KUHP.
Kelemahan berikutnya adalah beban sikap kehati-hatian penyidik karena ada hak keperdataan yang melekat pada tanah. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memberi peringatan kepada masyarakat mengenai modus operasi mafia tanah.
Sebelumnya, Direktur Jenderal (Dirjen) Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan (PSKP), R.B. Agus Widjayanto mengungkapkan praktik-praktik mafia tanah bisa dimulai saat Kepala Desa (kades) mengeluarkan girik atau alas hak atas tanah. Lalu, dibuatkan salinan atas girik tersebut, atau membuat surat keterangan tanah untuk keperluan mengurus sertifikat tanah lebih dari satu.
Padahal, kata Agus, sudah ada Surat Edaran (SE) dari Ditjen Pajak Nomor 32 Tahun 1993 Tentang Larangan Penerbitan Girik. “Kalau melihat hal ini kan sebetulnya girik itu sudah dilarang,” ungkap Agus dalam keterangannya yang dikutip Senin, 8 maret 2021. Dia menambahkan, pelarangan pemberlakuan girik juga dipertegas kembali melalui SE Ditjen Pajak Nomor 44 Tahun 1998.
Namun, kondisi yang terjadi adalah girik tetap berlaku dan Kementerian ATR/BPN pun membutuhkan girik itu untuk menunjukkan bahwa seseorang adalah pemilik tanah sebenarnya sebelum didaftarkan. “Dan itu, akhirnya mengakibatkan banyak pemalsuan mengenai alas hak atas tanah. Tidak hanya girik saja, ada Surat Eigendom, SK Redistribusi yang lama untuk mengklaim suatu bidang tanah,” jelas Agus.
Selanjutnya, modus mafia tanah lainnya ialah memprovokasi segelintir masyarakat untuk menggarap atau mengokupasi tanah-tanah yang kosong atau sedang dimanfaatkan.
Mafia tanah bakal mengklaim bahwa segelintir orang tersebut sudah menduduki tanah dan menggarap tanah tersebut dalam jangka waktu yang lama. Mereka, sebut Agus, juga merubah atau menggeser bahkan menghilangkan patok tanda batas tanah. “Selain itu, mafia tanah juga menggunakan jasa preman untuk menguasai objek tanah, dengan cara memagarnya, lalu menggemboknya dan mendirikan suatu bangunan diatasnya,” terang Agus.
Selain itu, tidak hanya di lapangan saja, mafia tanah beraksi. Agus mengatakan, di pengadilan pun, praktik mafia tanah dapat berjalan. Salah satunya, yakni melakukan gugatan rekayasa di pengadilan untuk mendapatkan hak atas tanah. Padahal, kata Agus, baik penggugat maupun tergugat merupakan bagian dari kelompok mafia tanah tersebut dan pemilik tanah yang sebenarnya malah tidak dilibatkan.
“Ada juga, melakukan gugatan tiada akhir, yang menimbulkan banyaknya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap yang isi putusannya bertentangan satu sama lain sehingga putusan tersebut tidak dapat dieksekusi,” katanya. (Jun/red)